MAKALAH AL FATIHAH
KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Al Quran adalah firman Allah, petunjuk bagi manusia dalam
meniti kehidupannya.Dalam Al quran terdapat banyak pedoman-pedoman yang bisa
mengantarkan manusia menuju kebahagiaan yang hakiki. Untuk itu perlunya
pemehaman akan kandungan ayat-ayat yang ada dalam Al quran agar kita semua
terhindar dari ketidaktahuan yang menyesatkan.
Tanpa banyak merubah intisari sumber makalah ini. Penulis
berupaya untuk meyusun kembali pembahasan-pembahasan yang tentang tafsir surat
Al Fatihah secara sistematis, dan menyajikannya secara sederhana yang dikemas
dalam sebuah karya ilmiah dengan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….1
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………..
3
Latar
Belakang
Rumusan
Masalah
Tujuan
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………….5
Surah Al
Fatihah
Asbabul
Nuzul
Munasabah
Tafsir
BAB III PENUTUP …………………………………………………………………..
12
Kesimpulan
Saran
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Surah
al-fatihah merupakan salah satu surah yang paling agung, karena mempunyai
bermacam macam nama sesuai dengan apa yang terkandung di dalam surah tersebut,
nama nama tersebut di antaranya :
- Surah Al-Fatihah
Al-Fatihah
di sini artinya pembuka atau pemula, surah ini dinamakan al fatihah karena
memang dengan surah inilah di bukanya al Qur’an.Peletakannya di permulaan al
Qur’an berdasarkan taufiqi yaitu perintah dari Allah yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW.
- Ummul-Qur’an
surah
ini di namakan dengan nama tersebut karena memang surah tersebut merupakan
induk, pokok, atau basis bagi Al-Qur’an seluruhnya.
Dan
masih banyak nama nama yang lain untuk surah pembuka ini seperti al kanz, al
hamd, as-salah dan yang lainnya. Di kesempatan kali ini makalah yang kami
susun akan menjabarkan perihal surah Al Fatihah mulai dari lafadz,
terjemah, tafsir per mufrodad, munasabah, serta tafsir keseluruhan menurut
beberapa ulama’, semoga apa yang kami sajikan membuat kabut ketidakpahaman di
fikiran anda sekalian sedikit memudar.
2.
Rumusan masalah
Makalah
ini terdiri dari beberapa sub bab diantaranya :
- Teks surah al fatihah
- Terjemah
- Tafsir
- Tafsir mufrodat
- Asbabun nuzul
3.
Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini untuk mencoba memahami dan memperdalam pengetahuan
kami selaku pemakalah khususnya, dan para pembaca makalah umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Surah Al-Fatihah
Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan menurut mayoritas
ulama diturunkan di Mekkah. Namun menurut pendapat sebagian ulama, seperti
Mujahid, surat ini diturunkan di Madinah. Menurut pendapat lain lagi, surat ini
diturunkan dua kali, sekali di Mekkah, sekali di Madinah. Ia merupakan surat
pertama dalam daftar surat Al-Qur’an. Meski demikian, ia bukanlah surat yang
pertama kali diturunkan, karena surah yang pertama kali diturunkan adalah Surah
al-Alaq[1]. Dan di bawa ini merupakan
teks ayatnya.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
(6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلَا الضَّالِّينَ (7) [الفاتحة : 1 - 7]
”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.{1}Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. {1}Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang.{1}Yang menguasai Hari Pembalasan. {1}Hanya Engkaulah yang
Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memintapertolongan. {1}Tunjukkanlah
kami jalan yang lurus. {1} (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka. {1}bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat.”
Tafsir
mufrodat
·
ملك :
Pemilik; Penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan
keshahihannya.
· مغضوب : Bentuknya
memiliki keragaman makna, namun kesemuanya mengesankan sesuatu yang bersifat
keras, kokoh dan tegas.
· الدين يوم : Hari Pembalasan
·
إياك :
Hanya Padamu
· صراط
: Jalan
2.
Asbabun Nuzul
Sebagaimana diriwatkan oleh Ali bin Abi Tholib mantu
Rosulullah Muhammad saw: “Surat al-Fatihah turun di Mekah dari perbendaharaan
di bawah ‘arsy’”
Riwayat lain menyatakan, Amr bin Shalih bertutur kepada
kami: “Ayahku bertutur kepadaku, dari al-Kalbi, dari Abu Salih, dari Ibnu
Abbas, ia berkata: “Nabi berdiri di Mekah, lalu beliau membaca, Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Segala puji bagi
Allah Tuhan Semesta Alam. Kemudian orang-orang Quraisy mengatakan, “Semoga
Allah menghancurkan mulutmu (atau kalimat senada).”
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rosulullah saw. bersabda
saat Ubai bin Ka’ab membacakan Ummul Quran pada beliau, “Demi zat yang jiwaku
ada di tangan-Nya, Allah tidak menurunkan semisal surat ini di dalam Taurat,
Injil, Zabur dan al-Quran. Sesungguhnya surat ini adalah as-sab’ul matsani
(tujuh kalimat pujian) dan al-Quran al-’Azhim yang diberikan kepadaku.”[2]
3.
Munasabah
Munasabah
di sini hanya munasabah untuk surah al fatihah dengan surah al baqarah, dan
dapat beberapa hubungan diantaranya :
- Surat al fatihah merupakan pokok pokok pembahasan yang akan di rinci dalam surah al baqarah.
- Di bagian akhir shurah alfatihah di sebutkan permohonan hamba kepada Allah, agar di beri petunjuk kearah jalan yang lurus, sedangkan di surah al baqarah di mulai dengan ayat yang menerangkan bahwasanya al qur’an merupakan kitab yang menunjukan jalan yang di maksudkan tersebut.
- Di akhir surah alfatihah di sebutkan tiga kelompok manusia, yaitu manusia yang di beri nikmat, manusia yang di murkai oleh Allah, dan manusia yang sesat. Sedangkan di awal surah al baqarah juga di sebutkan tiga kelompok manusia, yaitu manusia yang bertakwa, manusia yang kafir, dan manusia yang munafiq.
4.
Tafsir
(بسم
الله)
yakni:
Aku memulai dengan segenap nama Allah Ta’ala, karena lafaz (اسم) mufrad mudhaf
(kata tunggal bersandar) maka mencakup segenap nama-nama Allah (yang husna).
(الله)
adalah al-ma’lu-al-ma’bud (yang diibadahi), yang berhak
ditunggalkan dalam peribadahan, karena sifat-sifat yang dimiliki oleh-Nya dari
sifat-sifat uluhiyah, dan ia merupakan sifat-sifat kesempurnaan.
(الرحمن
الرحيم)
dua nama yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memiliki rahmat
yang luas dan besar yang mencakup segala sesuatu dan semua yang hidup dan Dia
tetapkan untuk orang-orang yang bertakwa yang mengikuti nabi-nabi-Nya dan
rasul-rasul-Nya. Mereka mendapatkan rahmat yang mutlak dan selain mereka
mendapatkan bagian dari rahmat-Nya. Dan ketahuilah bahwa diantara kaidah-kaidah
yang telah disepakati oleh salaf (pendahulu) ummat ini dan imam-imam mereka:
beriman dengan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya dan beriman dengan
hukum-hukum sifat. Mereka mengimani—misalnya—bahwa Allah rahman rahim
(Maha Pengasih Maha Penyayang) yang memiliki sifat rahmat (kasih sayang) yang
Dia curahkan kepada al marhum (yang Dia kasih-sayangi). Maka nikmat-nikmat
seluruhnya merupakan buah dari rahmat-Nya.Dan demikianlah pada seluruh
sifat.Kita katakan pada Al Alim (Yang Maha Mengetahui); bahwa Dia Maha
Mengetahui, memiliki pengetahuan, dengannya Dia mengetahui segala sesuatu.
Qadir (Yang Maha Berkuasa), memiliki kekuasaan, berkuasa atas segala sesuatu[3].
(مَالِكِ
يَوْمِ الدِّينِ)
Dalam ayat ini, terdapat dua macam qiraat.Ashim, al-Kisa’i,
dan Ya’qub membacanya dengan, huruf mim dibaca panjang (mad).Sedangkan
para qari yang lain membacanya dengan, huruf mim tidak dibaca panjang (mad).
Meski bisa dibaca dengan dua cara, kata tersebut memiliki makna yang sama.
Sebagian ulama menyatakan bahwa kata al-Maalik atau al-Malik bermakna
Yang Maha Kuasa untuk menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada.
Tidak ada yang mampu melakukan hal itu kecuali Allah swt[4].
Menurut Ibnu Abbas, Muqatil, dan as-Sadi, ayat tersebut
berarti “yang memutuskan di hari perhitungan.” Menurut Qatadah, kata ad-din
(الدين) berarti pembalasan. Dalam hal ini, pembalasan berlaku atas semua
kebaikan dan keburukan. Sedangkan menurut Muhammad bin Ka’ab al-Qarzhi, ayat
tersebut bermakna “yang menguasai hari ketika tak ada lagi yang bermanfaat
kecuali agama.” Menurut pendapat lain, kata ad-din berarti ketaatan.
Dengan demikian, yaum ad-din berarti hari ketaatan.Saat itu, hanya
ketaatan hamba kepada Tuhan yang menyelamatkannya dari siksaan neraka.
Mengapa dikatakan Allah menguasai hari pembalasan?Bukankah
Allah juga menguasai semua hari?Hal itu karena pada hari pembalasan, semua
kekuasaan lenyap.Tak ada kekuasaan dan pemerintahan kecuali hanya milik-Nya
semata. Hal ini sesuai dengan ayat-Nya yang lain yang berbunyi: Kerajaan
yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan yang Maha Pemurah (QS. Al-Furqan;
26)[5].
Kepercayaan terhadap adanya hari kiamat, hari akhir, atau
hari pembalasan merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam Islam.
Sebagaimana kata Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur’an, kehidupan
masyarakat yang berpedoman dengan metode Allah yang tinggi tidak akan terwujud
selama kepercayaan terhadap hari kiamat tidak ada dalam diri mereka; selama
hati mereka belum betul-betul menyadari bahwa apa yang mereka dapatkan di dunia
bukanlah akhir dari apa yang akan mereka dapatkan.
(إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ )
Ayat ini berisi keimanan, karena dalam ayat ini menerangkan
bahwa hanya Allah sajalah manusia meminta pertolongan.Jadi manusia sebagai
makhluk Allah haruslah berhubungan langsung dengan Allah sebagai KhalikNyatampa
perantara siapa dan apapun juga.
Dengan demikian, terbasmilah sampai ke akar akarnya
kepercayaan syirik ( mempersekutukan Allah ), kepercayaan wasani, pagan
( meyembah dewa dewa, matahari, bulan, bintang, dan lain lain), kepercayaan
majusi ( menyembah api ) dan sebagainya, yaitu kepercayaan yang banyak
berkembang dan di anut oleh segala bangsa, sebelum dating agama islam yang di
bawa nabi Muhammad SAW[6].
Meski diperintahkan untuk hanya menyembah Allah semata,
manusia tetap diberi kebebasan untuk memilih, apakah sudi menyembah-Nya atau
tidak; beriman atau kafir kepada-Nya; taat atau membangkang kepada-Nya.Padahal
Allah bisa saja menciptakan semua makhluk-Nya jadi seperti malaikat yang hanya
menyembah-Nya dan tidak pernah membangkang pada-Nya.Namun, Allah tetap
memberikan kebebasan untuk memilih pada diri manusia agar manusia betul-betul
menyembah Allah karena pilihannya sendiri, bukan karena paksaan.Menyembah Allah
karena betul-betul menyadari sepenuhnya bahwa Allah memang layak dan seharusnya
untuk disembah. Jika kesadaran itu semakin besar dan merasuk dalam hati
manusia, ia pun menyembah Allah karena didasari rasa cinta kepada-Nya.
(الْمُسْتَقِيمَ
الصِّرَاطَ اهْدِنَا)
Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (اهْدِنَا)
berarti “berilah kami ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” (xالصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ) berarti kitab Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus” itu
adalah agama Islam. Selain itu, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ia
berarti “al-haqq” (kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu Abbas lagi,
kalimat “tunjukkan kami jalan yang benar” berarti “berilah kami ilham tentang
agama-Mu yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah satu-satunya; serta tiada
sekutu bagi-Nya.
Kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) dalam ayat di atas mempunyai
tiga macam cara membaca (qiraat). Pertama, mayoritas qari,
membacanya dengan dengan huruf shad, sebagaimana yang tercantum dalam
mushaf Utsmani.Kedua, sebagian lain membacanya dengan huruf siin,
sehingga menjadi (السِرَاط). Ketiga, dibaca dengan huruf zay
(ز), sehingga menjadi (الزِراَط).Sedangkan menurut bahasa, seperti dikatakan
at-Thabari, kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) berarti jalan yang jelas dan tidak
bengkok.
Kataاهْدِنَا berasal dari akar kata hidayah (هداية). Menurut
al-Qasimi, hidayah berarti petunjuk –baik yang berupa perkataan maupun
perbuatan– kepada kebaikan.Hidayah tersebut diberikan Allah kepada hamba-Nya
secara berurutan.Thahir Ibn Asyur membagi hidayah kepada empat tingkatan.Pertama,
apa yang dinamainya al-quwa al-muharrikah wa al-mudrikah yakni potensi
penggerak dan tahu. Melalui potensi ini mengantar seseorang dapat memelihara
wujudnya.
Kedua, adalah petunjuk yang berkaitan
dengan dalil-dalil yang dapat membedakan antara yang haq dan batil, yang benar
dan salah.Ini adalah hidayah pengetahuan teoritis.
Ketiga, hidayah yang tidak dapat dijangkau
oleh analisa dan aneka argumentasi akliyah, atau yang bila dusahakan akan
sangat memberatkan manusia. Hidayah ini dianugerahkan Allah Swt. Dengan
mengutus para rasul-Nya serta menurunkan kitab-kitab Nya dan inilah yang
diisyaratkan oleh firman-Nya: “kami telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami”.
Keempat, yang merupakan puncak hidayah Allah swt.Adalah yang
mengantar kepada tersingkapnya hakikat-hakikat yang tertinggi, serta aneka
rahasia yang membingungkan para pakar dan cendikiawan. Ini diperoleh melalui
wahyu atau ilham yang shahih, atau limpahan kecerahan (tajalliyat) yang
tercurah dari Allah swt[7].
(صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ)
Ayat ini merupakan penjelasan dan tafsir dari ayat
sebelumnya tentang apa yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” (الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ ). Jadi, yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”.Sedangkan yang
dimaksud dengan “jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka” adalah jalan orang-orang yang telah Allah beri anugerah kepada
mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam Islam, sehingga mereka mati
tetap dalam keadaan Islam.Mereka itu adalah para nabi, orang-orang suci, dan
para wali. Sedangkan, menurut Rafi’ bin Mahran, seorang tabi’in yang juga
dikenal dengan nama Abu al-Aliyah, yang dimaksud dengan “orang-orang yang
Engkau beri nikmat itu” adalah Nabi Muhammad dan kedua sahabat beliau,
yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab[8].
Selanjutnya, yang dimaksud dengan “bukan jalan mereka
yang dimurkai” (غير المغضوب عليهم) adalah jalan yang ditempuh oleh
orang-orang Yahudi.Mereka dimurkai oleh Allah dan mendapatkan kehinaan karena
melakukan berbagai kemaksiatan.Sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang yang
sesat (الضالين) pada lanjutan ayat tersebut adalah orang-orang Nasrani. Tafsir
bahwa orang-orang dimurkai adalah Yahudi dan orang-orang sesat adalah Nasrani
sudah disepakati oleh banyak para ulama dan diuraikan di dalam beberapa hadis
dan ayat-ayat Alquran sendiri[9].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Surat ini hanya tujuh ayat, mengandung pujian dan syukur
kepada Allah dengan menyebut nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang mulia, lalu
menyebut hal Hari Kemudian, pembalasan dan tuntutan, kemudian menganjurkan
kepada hamba supaya meminta kepada Allah dan merendah diri pada Allah, serta
lepas bebas dari daya kekuatan diri menuju kepada tulus ikhlas dalam melakukan
ibadat dan tauhid pada Allah, kemudian menganjurkan kepada hamba agar selalu
minta hidayat taufik dan pimpinan Allah untuk dapat mengikuti shirat mustaqiim
supaya dapat tergolong dari golongan hamba-hamba Allah yang telah mendapat
nikmat yaitu golongan Nabi, Siddiqin, Syuhada dan Shalihin. Juga mengandung
anjuran supaya berlaku baik mengerjakan amal saleh jangan sampai tergolong
orang yang dimurkai atau tersesat dari jalan Allah.terimakasih :
Saran
Didalam penulisan makalah
ini,penulis menyadari selaku manusia biasa yang tak luput dari lupa dan salah,
maka dari itu penulis sangat mengharapkan Kritikan maupun Saran dari,
teman-teman, atau siapa saja yang membaca makalah ini.
Comments
Post a Comment