KERAJAAN DEMAK, ACEH, BANJAR, PAPUA

 

KERAJAAN DEMAK

SEJARAH

Secara geografis Kerajaan Demak merupakan bagian dari wilayah Jawa tengah. Pada awalnya Kerajaan Demak ini merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang bernama Bintoro. Atas bantuan bupati Pesisir Jawa Tengah dan Jawa  timur Kerajaan Demak berdiri.

Raja pertama dari Kerajaan Demak kala itu adalah Raden Fatah yang memiliki ibu yang beragama Islam yang berasal dari Jeumpa Pasai. Letak Kerajaan Demak ini sangat strategis yaitu diapit oleh dua pelabuhan besar yakni Pelabuhan Jepara dan Pelabuhan Kerajaan Majapahit Kuno.

Selain itu, Kerajaan Demak juga berada pada tepi selat antara Gunung Muria dan Jawa. Sebelumnya selat tersebut memiliki ukuran yang besar yang memisahkan antara semarang  menuju Rembang. Kerajaan Demak juga memiliki lokasi yang strategis untuk pertanian dan juga perdagangan.

Kerajaan ini didirikan oleh Raden Fatah atas dukungan dan restu oleh Para Walisongo. Diperkirakan kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1478 M. Sebelum menjadi Kerajaan Demak, awalnya kawasan ini merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit pada masa Brawijaya V. kala itu, Demak merupakan sebuah kadipaten yang lebih dikenal dengan nama “Glagah Wangi” yang menjadi wilayah dari Kadipaten Jepara.

Pada kala itu, merupakan satu-satunya kadipaten yang memiliki adipati yang beragama Islam. Namun setelah kerajaan Majapahit mengalami kemunduran, Demak mulai memisahkan diri dari Ibu kota Bintoro. Yang kemudian oleh Raden Fatah Kerajaan Demak didirikan atas restu dan dukungan para walisongo.

Tidak membutuhkan waktu yang lama Kerajaan Demak mampu menjadi pusat perdagangan beserta pusat pendidikan. Banyak orang berdatangan untuk melakukan perdagangan dan menuntut ilmu. Hal ini tidak terlepas dari lokasi Demak yang sangat strategis. Yaitu diapit oleh pelabuhan kerajaan Mataram Kuno dan pelabuhan Jepara. Karena lokasi inilah membuat Demak menjadi salah satu kerajaan yang cukup berpengaruh di Nusantara.

Berdirinya Kerajaan Demak ditandai dengan adanya condro sengkolo “Sirno Ilang Kertaning Bumi”. Sinangkelan Kerajaan Demak yaitu “Geni Mati Siniram Janmi” yang memiliki arti tahun soko 1403 atau 1481 M. Menurut cerita Rakyat, pada saat berkunjung ke Glagah Wangi orang pertama yang dijumpai oleh Raden Fatah adalah Nyai Lembah. Nyai Lembah ini berasal dari Rawa pening.

Atas saran yang diberikan oleh Nyai Lembah ini, Raden Fatah bermukim di desa Glagah wangi yang saat ini lebih dikenal dengan nama “Bintoro Demak”. Pada perkembangannya, bintoro Demak inilah yang menjadi ibu kota Negara Kerajaan Demak.

 

Raja-Raja Kerajaan Demak

·         Raden Fatah (1500 – 1518)

Raden Fatah merupakan pendiri Kerajaan Demak dan menjadi raja pertama di kesultanan Demak. Pada masa pemerintahan Raden Fatah, Demak mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hal ini tidak terlepas atas restu dan dukungan oleh para wali yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa.

Wilayah Kerajaan Demak kala itu diperluas hingga meliputi wilayah Pati, rembang, jepara, semarang, selat Karimata dan beberapa daerah di wilayah Kalimantan. Selain itu, Kerajaan Demak juga mampu menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa seperti pelabuhan Jepara, sedayu, Tuban, Gresik dan Jaratan.

Asal muasal berdirinya Kerajaan Demak ini berawal atas perintah sunan ampel kepada Raden Fatah untuk mendirikan sebuah pesantren yang digunakan sebagai pusat menimba ilmu agama. Tugas dalam penyebaran agama Islam ini sungguhlah menjadi sebuah tugas yang sangat besar.

Oleh atas dukungan para Walisongo Kerajaan Demak berhasil menjadi pusat penyebaran agama Islam di Tanah jawa dan beberapa wilayah Nusantara bagian Timur. Seiring berjalannya waktu dibangunlah Masjid Demak yang saat ini dikenal sebagai Masjid Agung Demak.

Pada saat itu, tidak hanya penduduk jawa saja yang belajar ilmu agama di Demak, melainkan dari seluruh penjuru di nusantara, seperti Makasar, Banjarmasin, Ambon, Ternate, Sumatera dan Kalimantan.

Penyebaran agama yang dilakukan oleh Sunan Kalijogo dengan menggunakan seni pewayangan banyak disenangi oleh masyarakat yang kala itu mayoritas beragama hindu. Melalui wayang inilah nilai-nilai ajaran Islam dimasukkan dan menjadi salah satu cara penyebaran Islam yang paling efektif.

Raden Fatah Mendapat gelar Sultan Alam akbar al fatah atas keberhasilannya memimpin Kerajaan Demak selama 18 tahun, yakni pada tahun 1500 hingga 1518 M. Raden Fatah wafat pada tahun 1518 M. Yang kemudian kepemimpinannya diteruskan oleh putranya sendiri, yakni Pati Unus.

·         Pati Unus (1518 -1521)

Setelah wafatnya Raden Fatah pada tahun 1518 secara otomatis kekuasaannya diturunkan kepada putranya sendiri yaitu Pati Unus. Pati unus ini dikenal sebagai panglima perang yang gagah dan berani.

Beliau kala itu diutus oleh ayahnya untuk membebaskan Malaka yang kala itu dikuasai oleh Portugis. Kedatangan Portugis menjadi salah satu ancaman tersendiri bagi wilayah kekuasaan Kerajaan Demak. Perlawanan tersebut juga dibantu dari Kerajaan Aceh. Namun sayangnya karena tidak memiliki persenjataan yang canggih akhirnya Pati Unus kalah.

Kemudian Pati Unus melakukan blokade terhadap Portugis di Malaka. Karena Blokade tersebut, membuat Portugis kekurangan bahan Makanan. Akibat keberanian Pati Unus ini, Pati Unus mendapat gelar Pangeran sabrang Lor. Pati unus hanya memerintah Kerajaan Demak selama 3 Tahun. Yaitu pada tahun 1518 hingga 1521. Pati Unus wafat dalam pertempuran di Malaka pada tahun 1521 pada usia 41 Tahun.

·         Sultan Trenggono (1521 -1546)

Pada saat Pati Unus wafat, beliau tidak memiliki seorang putra. Sehingga tahta kerajaan digantikan oleh Raden Trenggono, yaitu adik dari Pati Unus. Di bawah kepemimpinan Sultan Trenggono inilah, Kerajaan Demak mencapai pada masa puncak kejayaannya.

Raden Trenggono dikenal sebagai raja yang gagah berani dan sangat bijaksana. Bahkan berkat keberaniannya, Raden Trenggono mampu memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Demak hingga ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Sultan Trenggono bercita-cita untuk bisa menyatukan seluruh kawasan di Pulau Jawa di bawah kesultanan Demak.

Namun untuk bisa mewujudkannya bukanlah suatu hal yang mudah. Sejak awal berdirinya kesultanan Demak, yang menjadi musuh utamanya adalah atas kedatangan Portugis ke Indonesia. Bahkan Pati Unus harus meninggal dalam peperangan melawan Portugis di Malaka.

Portugis sudah berhasil memperluas daerah yang berhasil dipengaruhinya hingga ke Jawa Barat. Hingga pada akhirnya Portugis telah berhasil mendirikan benteng sunda Kelapa  di Jawa Barat. Pada tahun 1522, Sultan Trenggono mengutus Fatahillah untuk bisa mengusir Portugis dari Sunda kelapa. Namun langkah tersebut tidaklah mudah.

 

Peninggalan Kerajaan Demak


Masjid Agung Demak

Peninggalan sejarah tentang adanya Kerajaan Demak yang masih bisa dinikmati hingga sekarang adalah adanya masjid Agung Demak. Masjid ini didirikan pada masa Walisongo sekitar tahun 1479 M. Bangunan ini menjadi salah satu bukti bahwa Kerajaan Demak kala itu merupakan pusat kegiatan pengajaran dan keagamaan.

Pintu Bledek

Pintu Bledek merupakan pintu yang berada di Masjid Demak. Pintu ini merupakan buatan dari ki Ageng Selo yang memiliki candra sengkala, yakni Naga Mulat Salira Wani yang memiliki arti tahun 1388 saka atau 887 Hijriah atau 1466 Masehi. Yang menandakan tahun dimana pintu ini dibuat oleh Ki ageng Selo.

Soko Tatal dan Soko Guru

Soko tatal dan soko guru masih merupakan bagian dari komponen yang ada di Masjid agung Demak. Soko guru yang terdiri dari 4 buah tiang utama. Dinamakan soko tatal karena menurut cerita soko ini terbuat dari tatal atau serpihan kayu.

Bedug dan Kentongan Masjid Demak

Salah satu bukti sejarah peninggalan Kerajaan Demak yang masih bisa dilihat hingga saat ini adalah dua alat pemanggil masyarakat pada saat waktu sholat tiba. Yaitu, kentongan dan bedug.

Kedua alat ini menjadi sebuah alat yang penting yang menandakan waktu sholat telah tiba. Biasanya akan dibunyikan pada saat akan mengumandangkan adzan pada sholat lima waktu.

·         Situs kolam Wudlu

Seiring didirikannya masjid Agung Demak juga dibangun sebuah situs kolam wudlu. Situs ini dahulunya digunakan oleh para santri untuk melakukan wudhu sebelum melaksanakan sholat dan membaca Alquran.

Masa Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Demak

Masa pemerintahan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Fatah  setidaknya berlangsung hingga abad ke 15 hingga abad ke 16. Pada saat itu musuh utama dari Kerajaan Demak adalah Portugis. Tatkala pada masa melawan Portugis belum usai, beliau meninggal yang kemudian kekuasaan diteruskan oleh Pati Unus.

Namun sayangnya Pati Unus tidak mampu memimpin dalam waktu yang lama. Pati unus meninggal dalam pertempuran melawan Portugis di Malaka. Karena keberanian yang dimiliki inilah Pati Unus  mendapat sebutan sebagai Pangeran Sabrang Lor.

Pengganti Pati Unus jatuh pada tangan Sultan Trenggono, yakni saudara Pati Unus. Sultan Trenggono berhasil memimpin Kerajaan hingga 25 Tahun. Pada saat itu, Demak sedang berada pada masa kejayaan dan semakin gencar untuk memperluas wilayah kekuasaan.

Sultan Trenggono memperluas wilayah kerajaan ke barat dan juga ke hulu Sungai Brantas yang saat ini lebih dikenal dengan nama kota Malang. Sebagai lambang kebesaran Islam pada kala itu didirikan Masjid Agung Demak. Selain itu, Sultan Trenggono pun berhasil mengusir kekuasaan Portugis di Malaka. Dan dapat diusir dengan pasukan yang dipimpin oleh Fatahillah yang kemudian menjadi menantu Sultan Trenggono.

Sementara itu, Sultan Trenggono sendiri telah berhasil menaklukkan wilayah di pedalaman Mataram dan Singasari yang berada di Jawa Timur. Dalam usahanya untuk menaklukkan Pasuruan, Sultan Trenggono Wafat. Yang kemudian tahta akan diteruskan oleh Sunan Prawoto sebagai anak dari Sultan Trenggono.

Pada saat wafatnya Sultan Trenggono inilah telah terjadi pertempuran besar di Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Arya Penangsang. Arya Penangsang dihasut oleh Sunan Kudus untuk bisa mendapatkan kekuasaan dengan membunuh Sunan Prawoto yang kala itu telah membunuh Pangeran Seda Ing Lepen (yah Arya Penangsang).

Arya Penangsang dengan dibantu oleh Rangkud memimpin pasukan untuk menyerang Kerajaan Demak untuk membalas kematian ayahnya. Dalam Babad Tanah Jawi diriwayatkan pada tahun 1549 Rangkud telah berhasil menyusup ke dalam kamar Sunan Prawoto. Sunan Prawoto kala itu pun mengakui bahwa dialah yang membunuh Pangeran Seda lepen.

Ia mengakui kesalahannya dan bersedia dihukum mati asalkan keluarganya diampuni. Pada saat itu, Rangkud pun menyetujui hal tersebut kemudian menikam dada Sunan Prawoto hingga tembus ke belakang. Namun sayangnya, pada saat tersebut istri dari sunan prawoto berada di balik punggung Sunan Prawoto untuk bersembunyi. Istrinya pun ikut tewas. Melihat istrinya tewas, Sunan prawoto marah dan membunuh Rangkud dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki.

Arya Penangsang juga membunuh Adipati Jepara, Yaitu Pangeran Hadirin Suami Puteri Kalinyamat. Demi membalas kematian suaminya, Ratu Kalinyamat mengangkat senjata  untuk melawan Arya Penangsang dengan dibantu oleh Jaka Tingkir yang merupakan menantu Dari Sultan Trenggono atau Adik Ipar Ratu Kalinyamat. Akhirnya Joko Tingkir Pun berhasil menumpas Arya Penangsang dan membawa Kerajaan Demak ke Pajang.

Runtuhnya Kerajaan Demak hampir sama dengan runtuhnya kerajaan Majapahit. Yaitu, karena gugurnya tokoh-tokoh penting Demak serta rongrongan dari dalam Demak sendiri. Akhirnya yang membuat lama-kelamaan Kerajaan Demak mengalami kemunduran dan Runtuh dengan sendirinya.

 

KERAJAAN ACEH

Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh berdiri bersamaan dengan penobatan Sultan Pertamanya, Sultan Ali Mughayat Syah. Penobatan tersebut terjadi pada hari Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H. Kerajaan ini memiliki ibu kota Bandar Aceh Darussalam.

Ada catatan yang menyebutkan bahwa Kerajaan Aceh Darussalam ini didirikan untuk melanjutkan kekuasaan dari Samudera Pasai. Pada masa Kerajaan ini, sektor politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan mengalami perkembangan pesat.

Sultan-Sultan Kerajaan Aceh

1. Sultan Ali Mughayat Syah

Sultan Ali Mughayat Syah adalah sultan pertama dari Kerajaan Aceh. Ia memegang tampuk kekuasaan dari tahun 1514-1528 M. Di bawah kuasanya, Kerajaan ini memiliki wilayah mencakup Banda Aceh- Aceh Besar.

Selain itu, Kerajaan Aceh juga melakukan perluasan ke beberapa wilayah di Sumatera Utara, yaitu daerah Daya dan Pasai. Sultan Ali juga melakukan serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka dan juga menaklukkan Kerajaan Aru.

2. Sultan Salahuddin

Salahuddin merupakan anak dari Sultan Ali Mughayat Syah. Setelah meninggalnya Sultan Ali Mughayat Syah, pemerintahan dilanjutkan oleh putranya tersebut. Sultan Salahuddin memerintah dari tahun 1528-1537 M.

Sayangnya, Sultan Salahudin kurang memperhatikan Kerajaannya saat berkuasa. Maka dari itu, Kerajaan ini sempat mengalami kemunduran. Akhirnya di tahun 1537 M, tampuk kekuasaan pindah ke tangan saudaranya, Sultan Alaudin Riayat Syah.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah

Sultan Alaudin Riayat Syah berkuasa  dari tahun 1537-1568 M.  Di bawah kekuasaannya, Kerajaan ini berkembang pesat menjadi Bandar utama di Asia bagi pedagang Muslim mancanegara. Lokasi Kerajaan Aceh yang strategis menjadi peluang untuk menjadikannya sebagai tempat transit bagi rempah-rempah  Maluku. Dampaknya, Kerajaan Aceh saat itu terus menghadapi Portugis.

Kerajaan Aceh dibawah kepemimpinan Alaudin Riayat Syah juga memperkuat angkatan laut. Selain itu, Kerajaan ini juga membina hubungan diplomatik dengan Kerajaan Turki Usmani.

4. Sultan Iskandar Muda

Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan ini mengalami puncak kejayaannya. Iskandar Muda memimpin dari tahun 1606 – 1636 M. Sultan Iskandar Muda melanjutkan kepemimpinan dari sultan Alauddin Riayat Syah.

Iskandar Muda memberikan terobosan baru untuk Kerajaan. Beliau mengangkat pimpinan adat untuk setiap suku serta menyusun tata negara (qanun) yang menjadi pedoman penyelenggaraan aturan Kerajaan.  Saat itu, Kerajaan Aceh menduduki 5 besar Kerajaan Islam terbesar di dunia setelah Kerajaan  Maroko, Isfahan, Persia dan Agra.

Kerajaan ini berhasil merebut pelabuhan penting dalam perdagangan (pesisir barat dan timur Sumatera, dan Pesisir barat Semenanjung Melayu). Selain itu, Kerajaan Aceh juga membina hubungan diplomatik dengan Inggris dan Belanda untuk memperlemah serangan Portugis.

  5. Sultan Iskandar Thani

Sultan Iskandar Tahani memerintah dari tahun 1626-1641 M. Berbeda dengan sultan-sultan sebelumnya yang mementingkan ekspansi, Iskandar Thani memperhatikan pembangunan dalam negeri.

Selain itu, sektor pendidikan agama Islam mulai bangkit di masa kepemimpinannya. Terbukti dari lahirnya buku Bustanus salatin yang dibuat oleh Ulama Nuruddin Ar-Raniry.  Meskipun Iskandar Thani hanya memerintah selama 4 tahun, Aceh berada dalam suasana damai. Syariat Islam sebagai landasan hukum mulai ditegakkan. Hubungan dengan wilayah yang ditaklukkan dijalan dengan suasana liberal, bukan tekanan politik atau militer.


Runtuhnya Kerajaan Aceh

Kerajaan ini mulai mengalami kemunduran sejak meninggalnya sultan Iskandar Thani. Hal itu dikarenakan tidak ada lagi generasi yang mampu mengatur daerah milik Kerajaan Aceh yang begitu luas. Akibatnya, banyak daerah taklukan yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, dan Minangkabau.

Selain itu, terjadi pertikaian terus menerus antara golongan ulama (Teungku) dan bangsawan (Teuku). Pertikaian ini dipicu oleh perbedaan aliran keagamaan (aliran Sunnah wal Jama’ah dan Syiah).

Meskipun begitu, Kerajaan Aceh tetap berdiri sampai abad ke 20. Kerajaan Aceh juga sempat dipimpin beberapa Sultanah (Ratu). Ratu yang pernah memimpin Kerajaan Aceh yaitu  Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675 dan Sri Ratu Naqiatuddin Nur Alam (1675-1678).

Sayangnya, pertikaian yang terjadi terus menerus serta wilayah Kerajaan Aceh yang terus berkurang membuat Kerajaan Aceh runtuh di awal abad 20 dan dikuasai oleh Belanda.


Peninggalan Kerajaan Aceh

1. Masjid Raya Baiturrahman

Bangunan Masjid ini merupakan kebanggaan rakyat Aceh sampai sekarang. Masjid raya Baiturrahman ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 Masehi. Letaknya tepat di tengah  pusat Kota Banda Aceh. Mesjid ini pernah dibakar saat Agresi Militer II dan akhirnya dibangun kembali oleh pihak Belanda.

 Ketika Tsunami 2004 Melanda Aceh, Mesjid ini tetap kokoh berdiri melindungi warga yang berlindung di dalamnya. Sampai saat ini, masjid ini terus dikembangkan atau direnovasi menjadi lebih cantik. Terakhir,masjid ini telah direnovasi menjadi mirip dengan masjid Nabawi di Madinah.

2. Gunongan

Gunongan ini merupakan bangunan yang juga dibangun oleh Sultan Iskandar Muda. Bangunan ini dibangun atas dasar cinta Sultan Iskandar Muda pada seorang Putri dari Pahang (Putroe Phaang).  Sultan Iskandar muda menjadikannya sebagai permaisuri. Karena cintanya yang sangat besar, Sultan Iskandar Muda memenuhi keinginan Putroe Phaang untuk membangun sebuah taman sari yang indah yang dilengkapi dengan Gunongan.

Saat ini, Taman Sari dan Gunongan menjadi tempat yang terpisah menjadi taman sari, taman putro phaang dan Gunongan. Letak antara tiga tempat itu hampir berdekatan dengan Masjid raya Baiturrahman sehingga anda mudah mengunjunginya.

3. Mesjid Tua Indrapuri

Masjid ini awalnya adalah sebuah candi peninggalan dari Kerajaan Hindu di Aceh. Namun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, candi ini diubah fungsinya menjadi masjid. Anda masih dapat melihat bangunan yang strukturnya mirip dengan candi namun berpadu dengan nuansa Islami ini di Indrapuri, Aceh Besar.

Selain tiga tempat diatas, masih banyak peninggalan lain yang masih terjaga. Peninggalan berupa benda misalnya uang logam emas, meriam, dan lain-lain. sementara itu, penerapan qanun yang berasal dari pemerintahan sultan Iskandar muda juga diterapkan dalam pemerintahan Aceh saat ini.

Demikianlah pemaparan lebih lengkap tentang sejarah Kerajaan Aceh. Meskipun Kerajaan ini sudah lama runtuh, pengaruh nilai-nilai dan peninggalan lainnya masih terjaga di masyarakat Aceh. Oleh karena itu kita harus melestarikannya.

Nama sultan-sultan dari Kerajaan Aceh ini pun masih dikenang oleh masyarakat Aceh sampai saat ini. Hal itu menunjukkan bahwa Kerajaan ini memang menorehkan bekas sejarah yang besar di tanah rencong.

 

Kerajaan banjar

Berdasarkan mitologi dari suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan Selatan), kerajaanpertama di Kalimantan bagian selatan merupakan Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan daerah kekuasaannya terhampar luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir.

Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan mengenai masa-masa kejayaan dari Kerajaan Nan Sarunai, sebuah kerajaan kuno yang dulunya menyatukan etnis Maanyan di daerah ini dan telah mengadakan hubungan dengan pulau Madagaskar.

Kerajaan ini mendapat serbuan dari Majapahit Sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke pedalaman (wilayah suku Lawangan). Salah satu peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang terletak di kota Amuntai.

Ketika tahun 1996, dilakukan pengujian terhadap sampel arang dari Candi Agung. Hasil pengujian tersebut menghasilkan angka tahun sekitar 242-226 SM.

Kemunculan Kerajaan Banjar berhubungan erat dengan melemahnya pengaruh dari Negara Daha sebagai kerajaan yang sedang berkuasa saat itu.

Maharaja Sukarama, Raja dari Negara Daha pernah berwasiat agar penggantinya kelak adalah cucunya yang bernama Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, yang merupakan saudara dari Maharaja Sukarama.

Raja-raja Banjar sejak berdirinya kerajaan Banjar sampai lenyapnya pemerintahan Pegustian di Menawing, adalah sebagai berikut :
1) Periode tahun 1526 – 1545: Pangeran Samudera, selanjutnya bergelar Sultan Suriansyah.
2) Periode tahun 1545 – 1570: Sultan Rahmatullah.
3) Periode tahun 1570 – 1595: Sultan Hidayatullah.
4) Periode tahun 1595 – 1620: Sultan Mustain Billah, Marhum Panembahan, yang dikenal sebagai Pangeran Kacil. Sultan inilah yang memindahkan keraton ke Kayutangi Martapura, karena keraton di Kuwin hancur di serang Belanda pada tahun 1612.
5) Periode tahun 1620 – 1637: Ratu Agung bin Marhum Panembahan yang bergelar Sultan Inayatullah.
6) Periode tahun 1637 – 1642: Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah.
7) Periode tahun 1642 – 1660: Adipati Halid (Pangeran Tapesana).
8) Periode tahun 1660 – 1663: Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan, 1663.
9) Periode tahun 1663 – 1679: Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan dari Amirullah Bagus Kesuma dan memindahkan keraton ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung.
10) Periode tahun 1680 – 1700: Amirullah Bagus Kesuma.
11) Periode tahun 1700 – 1734: Sultan Hamidullah gelar Sultan Kuning.
12) Periode tahun 1734 – 1759: Pangeran Tamjid bin Sultan Amirullah Bagus Kesuma bergelar Sultan Tamjidillah.
13) Periode tahun 1759 – 1761: Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Kuning.
14) Periode tahun 1761 – 1801: Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah.
15) Periode tahun 1801 – 1825: Sultan Suleman Almutamidullah bin Sultan Tahmidullah.
16) Periode tahun 1825 – 1857: Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman.
17) Periode tahun 1857 – 1859: Pangeran Tamjidillah.
18) Periode tahun 1859 – 1862: Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina.
19) Periode tahun 1862 – 1905: Sultan Muhammad Seman.

 

Penyebab Runtuhnya

Awal abad 19,inggris mulai melirik Kalimantan setelah mengusir Belanda pada tahun 1809. Dua tahun kemudian menempatkan residen untuk Banjarmasin yaitu alexander hare. Namun kekuasaannya tidak lama karena Belanda kembali.

Babak baru sejarah Kalimantan Selatan dimulai dengan bangkitnya rakyat melawan Belanda. Pangeran antasari tampil sebagai pemimpin rakyat yang gagal berani. Ia wafat pada 11 oktober 1862,kemudian anak cucu membentuk PEGUSTIAN sebagai lanjutan kerajaan Banjarmasin yang akhirnya dihapuskan tentara Belanda melayu marsose ,sedangkan sultan Muhammad Seman yang menjadi pemimpinnya gugur dalam pertempuran.

Sejak itu Kalimantan Selatan sepenuhnya dikuasai oleh Belanda

Peninggalan-peninggalan bersejarah.

1.Candi AgungAmuntai

Peninggalan-peninggalan bersejarah awal dari kehidupan zaman dulu yang menjadi peradaban kuno,di kalimantan selatan yang condong berkebudayaan sungai yang masih melekat sampai sekarang,peninggalan dari kebudayaan pada awal perang banjar sampai terbentuknya kerajaan banjar. salah satu peninggalan bersejarah di kalimantan selatan antara lain Candi Agung.candi agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa yang dibangun oleh Empu Jatmika abad ke XIV Masehi. Dari kerajaan ini akhirnya melahirkan Kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Menurut cerita, Kerajaan Hindu Negaradipa berdiri tahun 1438 di persimpangan tiga aliran Sungai, Tabalong, Balangan, dan Negara. Cikal bakal Kerajaan Banjar itu diperintah oleh Pangeran Surianata dan Putri Junjung Buih dengan kepala pemerintahan Patih Lambung Mangkurat. Negaradipa kemudian berkembang menjadi Kota Amuntai.

Candi Agung diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi Agung ini didominasi oleh batu dan kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di candi ini juga ditemukan beberapa benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun SM. Batu yang digunakan untuk mendirikan candi ini pun masih terdapat disana. Batunya sekilas mirip sekali dengan batu bata merah. Namun bila disentuh terdapat perbedaannya, lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa.Situs Candi Agung, yang merupakan bagian dari lambang daerah HSU, dengan menggunakan cara supranatural.candi agung sekarang dikonstruksi menyerupai bentuk candi agung terdahulu tanpa merubah letak,hanya saja bangunan candi agung sekarang dibuat seperti rumah banjar dan di jadikan tempat wisata.


2. Mesjid Sultan Suriansyah

Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan SultanSuriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama IslamMasjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan situs ibukota Kesultanan Banjar yang pertama kali.
Bentuk arsitektur dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi 
sungai Kuin.

 

KERAJAAN ISLAM PUPUA

SEJARAH

Berdasarkan sumber tradisi lisan dari keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana dan Teluk Bintuni-Manokwari, Islam sudah lebih awal datang ke daerah ini. Ada beberapa pendapat mengenai kedatangan Islam di Papua. Pertama, Islam dating di Papua tahun 1360 yang disebarkan oleh mubaligh asal Aceh, Abdul Ghafar. Pendapat ini juga berasal dari sumber lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H. Ismail Samali Bauw). Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374) di Rumbati dan sekitarnya. Ia kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid kampung Rumbati tahun 1374.

Kedua, pendapat yang menjelaskan bahwa agama Islam pertama kali mulai diperkenalkan di tanah Papua di jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab. Pengislaman ini diperkirakan terjadi pada abad pertengahan abad ke-16, dengan bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitar 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.

Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa Islamisasi di Papua, khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui Banda dan Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon. Proses pengislamannya dilakukan dengan cara khitanan. Di bawah ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh akan dibu.nuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.

Keempat, pendapat yang mengatakan Islam di Papua berasal dari Bacan. Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan mencanangkan syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi, Fiilipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Thomas Arnold, Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521.

Pada masa ini Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulaupulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati. Sultan Bacan kemudian meluaskan kekuasaannya hingga ke semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606. Melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di pulau-pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisir menganut agama Islam, sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap menganut animisme.

Kelima, pendapat yang mengatakan bahwa Islam di Papua berasal dari Maluku Utara (Ternate-Tidore). Sumber sejarah Kesultanan Tidore menyebutkan bahwa pada tahun 1443 Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X atau Sultan Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar (Papua). Setelah tiba di wilayah Pulau Misool dan Raja Ampat, kemudian Sultan Ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawarputera Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi (Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan di Kepulauan Raja Ampat tersebut, yakni Kerajaan Salawati, Kerajaan Misool atau Kerajaan Sailolof, Kerajaan Batanta, dan Kerajaan Waigeo.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses Islamisasi tanah Papua, terutama di daerah pesisir barat pada pertengahan abad ke-15, dipengaruhi oleh kerajaan-kerajaan Islam di Maluku (Bacan, Ternate dan Tidore). Hal ini didukung karena faktor letaknya yang strategis, yang merupakan jalur perdagangan rempah-rempah (silk road) di dunia.

 

RAJA-RAJA

Terbentuknya Kolano Fat (Raja Ampat atau Raja Empat, dalam bahasa Melayu) di kepulauan Raja Ampat oleh Kesultanan Bacan, dapat dilihat dari nama-nama gelar di kepulauan tersebut; (1) Kaicil Patra War, bergelar Komalo Gurabesi (Kapita Gurabesi) di Pulau Waigeo, (2) Kaicil Patra War bergelar Kapas Lolo di Pulau Salawati. (3) Kaicil Patra Mustari bergelar Komalo Nagi di Misool, (4) Kaicil Boki Lima Tera bergelar Komalo Boki Sailia di Pulau Seram.Isitilah Kaicil adalah gelar anak laki-laki Sultan Maluku. Menariknya, nama Pulau Salawati menurut tutur lisan masyarakat setempat,, diambil dari kata Shalawat.

 

PENYEBAB RUNTUHNYA

Penyebab runtuh kerajaan islam di Papua itu karena terjadinya pertentangan diantara keluarga kerajaan/bangsawan,kurangnya pemimpin yang berwibawa,masuknya kekuasaan baru (masuknya bangsa-bangsa Barat ke Indonesia) yang membawa agama nasrani ke indonesia 

 

keadaan sosial politik kerajaan di papua itu waktu bangsa Portugis masuk, Portugis langsung memihak dan membantu Papua,karena Portugis mengira Papua lebih kuat. Begitu pula bangsa Spanyol memihak Tidore akhirnya terjadilah peperangan antara dua bangsa kulit, untuk menyelesaikan, Paus turun tangan dan menciptakan Perjanjian Saragosa. sehingga mulai banyak penduduk yang mulai beragama nasrani dan merayakan hari besar umat nasrani sampe sekarang.

 

      PENINGGALAN

Bukti penyebaran Islam di tanah Papua adalah berdirinya masjid bersejarah. Terdapat tiga masjid bersejarah di sana, di antaranya, disebutkan berikut ini.

Masjid Tua Patimburak

Saksi bisu penyebaran Islam di Kokas, Fakfak, Papua Barat, adalah masjid tua di Kampung Patimburak. Tepatnya, masjid yang masih berfungsi hingga saat ini dibangun oleh seorang alim bernama Abuhari Kilian pada 1870.

Menurut catatan sejarah, masjid dengan konsep sebuah gereja ini merupakan masjid tertua di Fakfak. Selama keberadaannya, masjid ini pernah beberapa kali direnovasi. Namun, bentuk aslinya tetap dipertahankan, seperti empat pilar penyangga yang terdapat di dalam masjid dan lubang bekas peluru tentara Jepang.

Masjid Hidayatullah Saonek

Masjid ini terletak di Jl Hi Rafana, memiliki luas tanah 12.588 meter persegi. Luas bangunan mencapai 1.512 meter persegi. Masjid ini dapat menampung 200 jamaah.

Ciri khas masjid ini adalah terdapat empat tiang kuning penyangga di dalam masjid. Masjid ini memiliki satu kubah besar yang didominasi warna putih dan kubah kecil yang berada di sekitarnya berwarna hijau.

Masjid ini dibangun pada 1505. Ketika itu, Islam disebarkan oleh imam besar Habib Rafana yang kini diabadikan sebagai nama jalan menuju masjid tersebut. Makamnya terletak di atas bukit Pulau Saonek, Raja Ampat. Dia dikuburkan bersama istri-istrinya dan kucing peliharaan kesayangannya.

Masjid Abubakar Sidik

Masjid ini berdiri pada 1524. Memiliki luas tanah 900 meter persegi dan luas bangunan 400 meter persegi. Lebih dari 2.000 jamaah mampu ditampung di masjid ini.

Masjid yang terletak di Kampung Rumbati, Distrik Furwagi, Fakfak, ini masih memiliki model yang sederhana. Warna biru muda dan putih menghiasi bangunan tersebut.

Terdapat dua tingkat dengan beratap seng. Bangunan di tingkat kedua hanya menutupi setengah bangunan. Luasnya lebih kecil daripada bangunan di bawahnya. Masjid ini terletak di pinggir pantai dengan fondasi batu yang tinggi.

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH DOKUMEN LITERAL DAN KORPORIL

SOAL ULANGAN MI FIKIH DAN AKIDAH AKHLAK KELAS 2 SAMPAI 6

KUMPULAN CERITA RAKYAT DALAM BAHASA INGGRIS