LAPORAN PENGEMBANGAN KURIKULUM ANAK TUNARUNGU

 

 

KATA PENGANTAR

 

        Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan kita Allah S.W.T karena berkah dan rahmatnya tugas laporan Pengembangan Kurikulum Anak Tunarungu ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Adapun tujuan saya membuat makalah ini selain memenuhi tugas mata kuliah juga untuk memberi sedikit pengetahuan kepada teman-teman sekalian. Terimakasih yang sebesar-besarnya atas kesediaannya untuk membaca makalah ini. Dan saya meminta maaf atas ketidak sempurnaan tugas laporan semester ini karena saya hanyalah mahasiswa yang sama-sama memerlukan pembelajaran lebih. Maka dari itu saya meminta kritik dan sarannya.

 

Kotabaru,  Desember 2018

Penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

 

HALAMAN JUDUL                  …………………………………………………. i

KATA PENGANTAR                   ………………………………………………..ii

DAFTAR ISI           ………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG       ………………………………………………..1

B.     TUJUAN         …………………………………………………………….1

BAB II KAJIAN TEORI

A.    Jenis Tunarungu       ……………………………………………………… 2

B.     Kareakteristik Anak Tunarungu     ……………………………………….. 2

C.     Layanan yang diberikan pada Anak Tunarungu    ……………………….. 3

D.    Hambatan dalam Pelayanan Anak Tunarungu    …………………………. 4

BAB III HASIL IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK TUNARUNGU

      Asesmen Tunarungu      ……………………………………………………… 5

BAB IV RANCANGAN RPP

      Kompetensi Dasar dan Indikator      …………………………………………. 8

BAB V BAHAN AJAR

      Kurikulum SLB      …………………………………………………………. 12

BAB VI EVALUASI

     Evaluasi    ……………………………………………………………………. 14

BAB VII PENUTUP

A.    KESIMPULAN   ……………………………………………………….. 15

B.     SARAN   ……………………………………………………………….. 16

LAMPIRAN      ………………………………………………………………… 17

 

 

 

 

 

 

 

BAB 1

PENDAHULUAN

 

 

A.    Latar Belakang

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pada organ pendengarannya sehingga mengakibatkan ketidakmampuan mendengar, mulai dari tingkatan yang ringan sampai yang berat sekali yang diklasifikasikan kedalam tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Hallahan & Kauffman (1991:266) dan Hardman, etal (1990:276) mengemukakan bahwa orang yang tuli (a deaf person) adalah orang yang mengalami ketidakmampuan mendengar, sehingga mengalami hambatan dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Sedangkan orang yang kurang dengar adalah seseorang yang biasanya menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya cukup memungkinkan untuk keberhasilan memproses informasi bahasa, artinya apabila orang yang kurang dengar tersebut menggunakan hearing aid, ia masih dapat menangkap pembicaraan malalui pendengarannya.. Gangguan pada organ pendengaran bisa terjadi pada telinga luar, tengah, maupun bagian dalam. Letak gangguan secara anatomis tersebut mengklasifikasikan tunarungu menjadi 2 tipe konduktif, sensorineural dan campuran. Tunarungu tipe konduktif diakibatkan adanya gangguan pada telinga luar dan tengah, sedangkan tunarungu sensorineural diakibatkan gangguan pada telinga bagian dalam serta syaraf pendengaran. Adapun tunarungu campuran merupakan perpaduan antara tipe konduktif dan sensorineural. Ketunarunguan dapat terjadi pada masa prabahasa dan pasca bahasa. Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), merupakan kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang, sedangkan ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), merupakan kehilangan pendengaran yang terjadi setelah berkembangnya kemampuan bicara dan bahasa secara spontan (Kirk & Gallagher, 1989: 301-302). Dampak langsung dari ketunarunguan adalah terhambatnya komunikasi verbal/lisan, baik secara ekspresif (berbicara) maupun reseptif (memahami pembicaraan orang lain), sehingga sulit berkomunikasi dengan lingkungan orang mendengar yang lazim menggunakan bahasa verbal sebagai alat komunikasi. Hambatan dalam berkomunikasi tersebut, berakibat juga pada hambatan dalam proses pendidikan dan pembelajaran anak tunarungu. Namun demikian anak tunarungu memiliki potensi untuk belajar berbicara dan berbahasa. Oleh karena itu anak tungarungu memerlukan layanan khusus untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan berbicara, sehingga dapat meminimalisi dampak dari ketunarunguan yang dialaminya.

 

B. Tujuan

Dengan adanya laporan makalah ini saya bertujuan untuk lebih mengembangkan pengetahuan tentang anak tunarungu dalam aspek kesehariannya di sekolah, pembelajaran maupun komunikasi antar teman sebayanya. 

 

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN TEORI

 

A.    Jenis-jenis Tunarungu

Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut lokasi ganguannya:

1.      Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.

2.      Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.

3.      Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.

 

B.     Karakteristik anak tunarungu

1.      Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik

Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.

2.      Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah sebagai berikut:

a.  Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.

b.  Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.

c.  Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.

d. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.

e. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.

f.  Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.

3.      Karakteristik tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai berikut.

     Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya lebih cepat; gerakan tangannya cepat/lincah; dan pernafasannya pendek; sedangkan dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang yang normal lainnya.

 

C.     Layanan yang diberikan pada anak tunarungu.

Sebagaimana anak lainnya yang mendengar, anak tunarungu membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Di samping sebagai kebutuhan, pemberian layanan pendidikan kepada anak tunarungu, didasari oleh beberapa landasan, yaitu landasan agama, kemanusiaan, hukum, dan pedagogis. Ditinjau dari jenisnya, layanan pendidikan terhadap anak tunarungu, meliputi layanan umum dan khusus. Layanan umum merupakam layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama.

       Ditinjau dari tempat sistem pendidikannya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu dikelompokkan menjadi sistem segregasi dan integrasi/terpadu. Sistem sgregasi merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak mendengar/normal. Tempat pendidikan bagi anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus (SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem Pendidikan intergrasi/terpadu, merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal di sekolah umum/biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984) mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta kelas khusus.Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak mendengar/normal, akan tetapi dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.

         Pada dasarnya tujuan dan fungsi evaluasi dalam pembelajaran siswa tunarungu sama dengan siswa mendengar atau normal, yaitu untuk mengukur tingkat penguasaan materi pelajaran, serta untuk umpan balik bagi guru. Kegiatan evaluasi bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan prinsip-prinsip: berkesinambungan, menyeluruh, objektif, dan pedagogis. Sedangkan alat evaluasi secara garis besar dibagi atas dua macam, yaitu alat evaluasi umum yang digunakan dalam pembelajaran di kelas biasa dan alat evaluasi khusus yang digunakan dalam pembelajaran di kelas khusus dan ruang bimbingan khusus.

 

D.    Hambatan dan rintangan dalam memberi layanan pada anak tunarungu.

Kendala-kendala yang sering dirasakan oleh para staf pengajar diantaranya adalah kesulitan dalam hal komunikasi dengan para peserta didik, emosi anak yang sulit dikontrol, dan kendala dalam hal finansial.

Cara Berkomunikasi

1.      Macam metode berkomunikasi

a)      Membaca ujaran (speech reading), memahami percakapan dengan bunyi ujaran yang dapat tertampak oleh bibir.

b)      Belajar bahasa melalui pendengaran, memahami percakapan dengan bantuan alat dengar.

c)      Belajar bahasa secara manual, memahami percakapan secara manual seperti interaksi pada orang-orang normal disekitarnya.

2.  Guru dengan Siswa

Komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa adalah dengan menggunakan bahasa isyarat berupa gerakan-gerakan tangan yang memiliki arti khusus dari tiap gerakannya. 

3. Siswa dengan Siswa

Komunikasi yang terjadi antar siswa adalah dengan menggunakan bahasa isyarat juga. Dan komunikasi ini bisa terjadi jika siswa bertatap muka secara langsung dengan lawan bicaranya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

HASIL INDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK TUNARUNGU

 

ASESMEN TUNARUNGU

Nama Sekolah                                 SLB Z

Alamat                                          :   Jalan x, Yogyakarta

 

I      Informasi Umum

Nama Siswa                                  :   JKL

Alamat, No telp.                           :   Jalan x, Yogyakarta

Kelas                                             :   III SDLB B

Tanggal lahir/usia                          :   4 juli 2018

Jenis kelamin                                 :   Laki-laki

Nama guru                                    :   Bu AT

II    Tujuan Asesmen              :

            Menemukan kelemahan dan kekuatan siswa dari berbagai aspek. Sehingga nantinya dapat digunakan sebagai dasar pembuatan program pembelajaran indiviadual (PPI) maupuan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) bagi siswa tersebut.

 

III   Masalah yang dihadapi Guru Kelas

Anak masih mengalami masalah pada kemampuan membaca dan berhitung, kemudian anak memiliki konsentrasi yang lemah, suka melamun, kurang teliti , senang menjahili teman-temannya ketika di dalam kelas maupun di luar kelas, dan apabila melakukan kekgiatan sesuatu ingin cepet selesai (kurang sabar).

IV   Masalah yang dihadapi orangtua 

Orang tua kadang mengalami kesulitan dalam berkemunikasi yakni kesulitan menangkap maksud anak.

V    Informasi yang dibutuhkan

1.      Informasi kemampuan kognitif.

2.      Informasi kemampuan motorik, baik motorik kasar maupun halus.

3.      Informasi kemampuan akademik.

4.      Informasi kemampuan bahasa.

5.      Informasi interaksi sosial, emosi, dan perilaku.

6.      Informasi kemampuan ADL

VI   Hasil Assesmen dan analisis kasus

Assesmen lengkap yang diterima dari ahli:

PKPBI

1.      Deteksi: mampu ( 3 alat musik tambur, gong, rebana)

2.      Diskriminasi : sudah mampu membedakan sumber bunyi (gong dan tambur)

3.      Identifikasi: mampu menghitung bunyi sampai 25, namun kadang terdapat kesalahan.

4.      Komperhensi: belum mampu

5.      Kendala: kurang tertanam sikap positif belajar

Hasil Assesmen dari Guru Khusus

Aspek Motorik

§  Motorik kasar

Anak memiliki anggota gerak lengkap baik tangan dan kaki seperti anak pada umumnya. Ketika asesor melakukan tes motorik kasar yang dilakukan di lapangan. Anak dapat melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan motorik kasar antara lain: berjalan, berlari, menggiring, menendang bola, menangkap bola dan memukul bola.

§  Motorik halus

Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas, anak tidak mengalami masalah pada kemampuan motorik halus. Ketika pembelajaran prakarya, nampak anak dapat  mengikuti kegiatan menghias piring dengan menempel berbagai bentuk manik-manik dan hiasan lain dengan ukuran yang kecil pada piring.

Kognitif

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, anak tidak mengalami masalah pada aspek kognitif. Setelah dilakukan tes sederhana anak mampu melakukan kegiatan diskriminasi, klasifikasi, ordering dan seriasi, korespondensi, dan konservasi baik berdasarkan warna, bentuk, ukuran, arah, maupun tekstur. Hanya terdapat sedikit bantuan kepada siswa yang dilakukan oleh asesor berupa kata-kata yang lebih sederhana yang diucapkan dengan gerak bibir agar anak lebih memahami maksudnya.

Akademik

Pada kemampuan menulis, anak mampu menyalin kalimat dengan baik. Dari segi keterbacaan tulisan juga dapat terbaca dengan mudah oleh orang lain. Hanya saja anak cenderung tidak sabar ketika menulis sehingga masih dijumpai banyak huruf yang hilang utamanya pada kata-kata yang terdiri dari banyak huruf. Pada kemampuan berhitung, hingga saat asesor melakukan asesmen di sekolah, anak mampu melaksanakan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan baik puluhan dan satuan.

Bahasa

Dari segi bahasa anak mengalami kesulitan dalam mengucapkan huruf m dibaca ep, dan huruf r dibaca l.

 

Sosial, Emosi, Perilaku

Pada aspek sosial anak dapat bergaul baik dengan teman satu kelas ataupun teman yang lainnya diluar kelas. Anak mampu berbaur dan bermain dengan teman-temannya di luar kelas ketika istirahat. Kemudian pada aspek emosi, anak dapat mengungkapkan perasaan senang dan sedih dengan baik, tidak cengeng, dan mampu duduk tenang ketika pembelajaran. Tetapi anak juga memiliki kebiasaan sesekali menjahili teman-temannya ketika pembelajaran dikelas maupun ketika bermain. Selain itu anak ketika pembelajaran dikelas juga sering melamun sehingga pekerjaan yang dilakukan cenderung lama selesai.

Activity Daily Living (ADL)

Anak mampu melakukan kegiatan ADL antara lain seperti makan, mandi, mengganti pakaian, memakai sepatu, maupun kegiatan lainnya secara mandiri tanpa bantuan orang tua.

Informasi penting lainnya:

Berdasarkan observasi di kelas, guru kelas menyampaikan bahwa anak sangat menyukai kegiatan olahraga, lebih spesifik olahraga yang digemari anak yakni bulutangkis.

VII Rekomendasi :

1.      Menggunakan media-media (kartu gambar) yang menarik untuk mengenalkan kosa kata, kalimat dan pemahaman maknanya pada anak

2.      Memberikan latihan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam operasi hitung penjumlahan dan pengurangan dua bilangan.

3.      Memberikan latihan untuk membedakan dan mengidentifikasi bunyi sebagai modal untuk membantu dalam pembelajaran bahasa.

4.      Memberikan latihan artikulasi untuk meningkatkan kejelasan dalam pengucapan anak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

RANCANGAN RPP

 

TEMA : PERKEMBANGBIAKAN HEWAN 

SUB TEMA : HEWAN DI LINGKUNGANKU

KOPETENSI INTI

1.      Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya

2.      Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan guru

3.      Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamatimendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah

4.      Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia

 

KOPETENSI DASAR DAN INDIKATOR

MATA PELAJARAN

KOPETENSI DASAR

INDIKATOR

Bahasa Indonesia

3.2 Menguraikan teks arahan/petunjuk tentang perawatan hewan dan tumbuhan serta daur hidup hewan dan perkembangbiakan tanaman dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu pemahaman.

3.2.1        Membaca bacaan dengan baik.

3.2.2        Menjelaskan arti kata yang ada dalam bacaan.

3.2.3        Menjelaskan dan menjawab pertanyaan tentang keadaan hewan di lingkungannya

4.2 Menerangkan dan mempraktikkan teks arahan/petunjuk tentang perawatan hewan dan tumbuhan serta daur hidup hewan dan perkembangbiakan tanaman secara mandiri dalam bahasa indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk membantu penyajian.

4.2.1        Membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan tentang gambar keadaan rumah dan hewan di lingkungannya.

Matematika

3.1 Memahami sifat-sifat operasi hitung bilangan asli melalui pengamatan pola penjumlahan dan perkalian.

3.1.1        Menyebutkan jumlah kaki hewan.

3.1.2        Menyebutkan jumlah kaki dari 5 hewan.

4.1 Melakukan sifat-sifat operasi hitung bilangan asli melalui pengamatan pola penjumlahan dan perkalian.

4.1.1        Menjumlahkan dua bilangan dengan cara bersusun.

PJOK

4.1 Mempraktekkan konsep gerak kombinasi pola gerak dasar lokomotor dan non lokomotor dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau permainan tradisional yang dimodifikasi.

4.1.1        Menirukan gerakan menganggukan kepala dengan kedua tangan tegak saling menempel di depan dada

TUJUAN

1.      Setelah mengamati sebuah gambar, siswa mampu menjelaskan dan menjawab pertanyaan tentang keadaan hewan di lingkungan rumah dengan benar.

2.      Setelah mengamati sebuah gambar, siswa mampu membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan tentang gambar keadaan rumah dan hewan di lingkungannya dengan benar.

3.      Setelah diperlihatkan sebuah gambar hewan, siswa mampu menyebutkan jumlah kaki hewan dengan benar.

4.      Setelah diperlihatkan sebuah gambar hewan, siswa mampu menyebutkan jumlah kaki 5 hewan dengan benar.

5.      Setelah memperhatikan contoh penjumlahan bersusun, siswa mampu menjumlahkan dua bilangan dengan cara bersusun dengan benar.

6.      Setelah memperhatikan sebuah gambar, siswa dapat menirukan gerakan menganggukan kepada dengan kedua tangan tegak saling menempel di depan dada dengan benar.

 

MATERI

1.      Mengenal hewan di lingkunganku”

2.      Menyebutkan jumlah kaki dari 5 hewan

3.      Penjumlahan bersusun dua angka

4.      Gerakan menganggukkan kepala dengan posisi kedua telapak tangan tegak dan saling menempel di depan dada.

 

PENDEKATAN DAN METODE

Pendekatan           : Scientific

Metode                 : Penugasan, Tanya Jawab, Diskusi, Ceramah, dan Praktek.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

Langkah Kegiatan

Deskripsi

Pendahuluan

(10 menit)

 

1.      Guru bersama siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan masing-masing (untuk mengawali kegiatan pembelajaran)

2.      Guru melakukan komunikasi  tentang kehadiran siswa

3.      Menanyakan kepada siswa kegiatan apa saja yang dilakukan sebelum berangkat sekolah.

4.      Guru menyampaikan Sub Tema yang akan dibahas yaitu tentang “Hewan di lingkunganku”.

5.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

Inti

(190 menit)

 

6.      Dengan bimbingan guru,siswa melihat pop up gambar beberapa hewan di sekitar lingkungan tempat tinggal anak. (melihat)

7.      Siswa membuat pertanyaan seputar hewan yang dimiliki di sekitar tempat tinggal dengan bantuan gambar yang diajukan pada temannya. (menanya) setalah  dipancing oleh guru.

8.      Siswa bertanya kepada teman lain sekelas tantang hewan yang dimiliki di lingkungan tempat tinggal. (

9.      Setelah melihat gambar, dengan bimbingan guru siswa menemukan aktivitas apa saja yang ada pada gambar.

10.  Selanjutnya guru dan siswa bersama-sama membaca teks tentang “hewan di lingkunganku”. (mengumpulkan informasi)

11.  Siswa mencari nama-nama hewan yang ada pada teks (mencoba)

12.  Siswa menulis nama-nama  hewan pada buku tulis. (mengkomunikasikan)

13.  Siswa mengidentifikasi jumlah kaki setiap hewan berdasarkan pada gambar sebelumnya.

14.  Siswa berlatih  menghitung jumlah kaki hewan yang sama di gambar. (mencoba)

15.  Guru menjelaskan bahwa dalam menjumlahkan ada berderet dan bersusun.

16.  Siswa berlatih melakukan operasi penjumlahan bersusun dua digit. (mencoba)

17.  Selanjutnya guru melakukan gerakan menganggukkan kepala dengan posisi kedua telapak tangan tegak saling menempel di depan dada.

18.  Siswa berlatih mempraktekkan gerakan  menganggukkan kepala dengan posisi kedua telapak tangan tegak saling menempel di depan dada. (mencoba)

19.  Guru menyampaikan manfaat gerakan gerakan menganggukkan kepala dengan posisi kedua telapak tangan tegak saling menempel di depan dada.

Penutup

(10 menit)

20.  Bersama guru, siswa menyimpulkan  pembelajaran hari ini yakni hewan di lingkunganku. (mengkomunikasikan)

21.  Guru menyarankan agar apa yang telah dipelajari hari ini dapat di ingat dan dilaksanakan oleh siswa di rumah.

22.  Guru menyampaikan pesan agar di rumah siswa rajin membantu orang tua.

23.  Sebelum pulang guru mengajak siswa untuk berdoa.

SUMBER DAN MEDIA

1.      Pop up gambar hewan peliharaan di lingkunganku

2.      Teks Bacaan “hewan di lingkunganku”.

3.      Gambar orang senam

4.      Buku siswa dan guru.

 

PENILAIAN

1.      Penilaian sikap

2.      Penilaian Pengetahuan

3.      Penilaian Keterampilan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

BAHAN AJAR

Kurikulum SLB B

Kurikulum SLB B adalah sebagai berikut dimana peserta didik akan memperoleh :

1.      Pendekatan komunikasi menggunakan komunikasi secara oral-aural (bukan isyarat) dan metode pemerolehan bahasa Metode Maternal Reflektif (MMR/MPR) yang dicontoh dari Universitas Sint Micheel Gestel Belanda. Hal ini memungkinkan siswa mampu berbahasa dan berkomunikasi sebagai dasar untuk menguasai kompetensi yang lain.

2.      Bidang kekhususan yaitu dengan memberikan treatment Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI), Auditory Verbal dan Bina Wicara secara kontinyu dan konsisten.

3.      Bidang pengembangan keterampilan  :Tata boga, Tata busana, Elektronika, Membatik, Komputer, Melukis, Sanggar kreatifitas. Mulai dari produk sampai pada pemasarannya.

4.      Bidang Pengembangan Budi Pekerti (mental spiritual) meliputi  :

1. Kegiatan kepramukaan
2. Pembinaan seksualitas
3. Kristianitas (bagi yang beragama Katolik/Kristen
4. Budi Pekerti
5. Widyawisata, filltrip, dll. 


Jenjang Pendidikan SLB B

Jenjang Pendidikan dan Program Unggulan Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Pangudi Luhur memiliki jenjang  :

1.      Treatment dan Therapy tumbuh kembang anak yaitu penanganan pendidikan anak bermasalah dalam perkembangannya.

2.      Jenjang Taman Latihan (Taman/Playgroup) untuk anak 1,5 – 4 tahun.         
Jenjang TKLB untuk anak 4 – 6 tahun.
Jenjang SDLB untuk anak 7 – 15 tahun.
Jenjang SMPLB untuk anak 16 – 18 tahun.
Jenjang SMALB untuk anak 18 – 21 tahun.

Waktu belajar :

  1. untuk jenjang TLO Pagi hari Senin – Jumat, pukul 7.40 – 10.00.
  2. untuk jenjang TLO Siang hari Senin – Jumat, pukul 10.00 – 12.00.
  3. untuk jenjang TKLB hari Senin – Jumat, pukul 7.40 – 15.00.
  4. untuk jenjang SDLB hari Senin – Jumat, pukul 7.40 – 15.00.
  5. untuk jenjang SLTPLB hari Senin – Jumat, pukul 7.40 – 15.00.
  6. untuk jenjang SMALB hari Senin – Jumat, pukul 7.40 – 15.00.
  7. untuk jenang Kelas Khusus hari Senin – Jumat, pukul 7.40 – 15.00.


Dari seluruh jenjang tersebut di atas yang menjadi program andalan (core business) adalah “Kemampuan Wicara”  siswa tunarungu. Dasar pemilihan Core Business adalah :

a.       Program yang diminati oleh stakeholders (siswa, orangtua siswa) dan sekolah calon integrasi.

b.       Prestasi Wicara yang dicapai dalam proses pembelajaran dan pelatihan.

c.        Prestasi Wicara yang dicapai dalam upaya berintegrasi pada sekolah umum.

  1. Pemanfaatan dan pengoptimalan kepekaan sisa-sisa pendengaran siswa.
  2. Tersedianya kualitas tenaga kependidikan.
  3. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat Oral.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

EVALUASI

 

Tujuan dan fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap materi yang diajarkan serta untuk memberikan umpan balik terhadap guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar serta program perbaikan bagi siswa. Kegiata evaluasi bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a.  Berkesinambungan

b.  Menyeluruh

c.  Objektif

d.  Pedagogis

Alat evaluasi yang digunakan secara garis besar dapat dibagi atas 2 macam, yaitu :

1)  Alat evaluasi umum

Alat evaluasi umum merupakan alat tes yang digunakan dikelas biasa untuk mata pelajaran umum bagi siswa tunarungu dan siswa mendengar (yang mencakup alat penilaian tertulis, lisan, dan perbuatan).

2)   Alat evaluasi khusus

a.   Tes perbuatan, yang digunakan untuk mengevaluasi latihan berbicara, mendengar serta membaca ujaran.

b.   Pengamatan, digunakan pada bidang komunikasi yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, serta sikap berkomunikasi.

c.   Wawancara, yang dilakukan terhadap anak tunarungu, siswa mendengar, guru, orang tua atau terhadap anggota masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VII

PENUTUP

A.    kesimpulan

Ketunarunguan yang berdampak kepada kemiskinan bahasa dan hambatan dalam berkomunikasi, dianggap menyulitkan orang lain termasuk dalam layanan pendidikannya. Hal ini dapat dibuktikan terutama di Indonesia, hingga kini layanan pendidikan bagi anak tunarungu sebagian besar bersifat segregatif, yaitu pelayanan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus yang terpisah dari satuan pendidikan pada umumnya. Wujud dari pendidikan segregatif ini adalah yang lazim dikenal Sekolah Khusus (SKh).

Sistem segregatif ini baik, jika hanya untuk kepentingan pembelajaran, namun jika sampai kepada layanan pendidikan, segregatif tentu saja akan merugikan anak. Mereka akan kehilangan haknya untuk belajar, bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebayanya yang mendengar. Sistem pendidikan segregatif (SKh) sangat tidak membantu perkembangan sosialitas peserta didik. Sehingga tetap sulit bagi anak khusus, khususnya anak tunarungu yang sudah tamat dari SKh untuk dapat diterima sebagai anggota masyarakat. Hal ini merupakan akibat dari adanya penyederhanaan strategi pembelajaran yang tidak memperhitungkan bahwa pergaulan antar peserta didik dalam komunitasnya merupakan bentuk proses pembelajaran natural yang seharusnya tidak boleh diabaikan.

Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, khususnya miskinnya bahasa yang disebabkan karena ketunarunguannya yang berakibat ia tidak mengalami masa pemerolehan bahasa seperti halnya anak dengar lainnya, maka dalam pengembangan kurikulum untuk anak tunarungu harus dilandasi pada kompetensi berbahasa dan komunikasi yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan percakapan. Disinilah nampak metode ini sejalan dengan konsep Language Across the Curricullum atau kurikulum lintas bahasa, yang memiliki filosofi bahwa tujuan kurikulum akan dapat dicapai dahulu jika didahului dengan keterampilan dan penguasaan bahasa yang tinggi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari Language Across the Curricullum itu adalah sebuah metode pembelajaran yang senantiasa disajikan melalui konteks kebahasaan melalui percakapan, yang tahapannya dari mulai penguasaan bahasa, aturan bahasa, hingga ke pengetahuan umum.

Untuk itu perlu dikembangkan satu model kurikulum bagi anak dengan gangguan pendengaran yang berbasiskan Kompetensi Berbahasa dan Komunikasi untuk menuju kecakapan hidup.

Kurikulum yang berlaku di pendidikan khusus untuk anak tunarungu masih menggunakan Kurikulum 1994, sedangkan wacana yang berkembang sekarang ini kurikulum yang berbasis kompetensi sehingga mengarah pada skill dan keterampilan masing-masing peserta didik sesuai dengan kekhususannya. Secara proporsional kurikulum pada SMPKh menitikberatkan pada program keterampilan 42% dan SMAKh menitikberatkan pada program keterampilan 62%. Pelaksanaannya di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana sekolah tersebut berada dan hal ini pun masih harus disesuaikan dengan keberadaan situasi dan kondisi lingkungan daerah masing-masing. Sebagai contoh:

1.   Sekolah yang berada di lingkungan pantai, maka kurikulum muatan lokalnya antara lain pengolahan hasil laut, atau keterampilan yang menunjang perangkat nelayan, misalnya merajut jaring, jala dan sebagainya;

2.   Sedangkan untuk sekolah yang berada pada daerah pegunungan atau dataran rendah dapat menerapkan keterampilan pertanian, perikanan darat, keterampilan menganyam dan sebagainya.

3.   Sekolah yang berada di perkotaan dapat menerapkan keterampilan otomotif, percetakan, sablon, mengukir atau membatik.

Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program dan Pengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.

 

B.     Saran

        Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui tentang definisi/karakteristik, lembaga pendidikan sekolah khusus dan regular, serta observasi mengenai pelayanan pendidikan, rencana pembelajaran yang diperoleh di SLB-B. Dan juga dapat di jadikan referensi atau pedoman dalam mengkaji tentang kekhususan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus khususnya anak yang memiliki gangguan pada  pendengaran/tunarungu. Untuk kekurangan dalam makalah ini penulis menerima kritik dan saran dari pembaca.

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

BAHASA isyarat merupakan media komunikasi bagi penyandang tunarungu agar maksud pembicaraan bisa tersampaikan dengan baik.

TERAPI WICARA untuk anak tunarungu

Comments

Popular posts from this blog

CONTOH DOKUMEN LITERAL DAN KORPORIL

SOAL ULANGAN MI FIKIH DAN AKIDAH AKHLAK KELAS 2 SAMPAI 6

KUMPULAN CERITA RAKYAT DALAM BAHASA INGGRIS