KISAH INSPIRATIF KHULLAFURRASYIDIN
KISAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ SANG KHULAFAUR RASYIDIN
Abu Bakar
ash-Shiddiq (573 – 634 M, menjadi khalifah 632 – 634 M) lahir dengan
nama Abdus Syams, “Abu bakar” adalah gelar yang diberikan masyarakat
muslim kepadanya. Nama aslinya adalah ‘Abdullah bin Abi Quhafah’. Ia mendapat
gelar ‘as-Shiddiq’ setelah masuk islam. Nama sebelum muslim adalah “Abdul
Ka’bah”. Ibunya bernama “Salma Ummul Khair”, yaitu anak paman “Abu Quhafah”.
Abu Bakar adalah khalifah pertama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad. Ia
adalah salah seorang petinggi Mekkah dari suku Quraisy. Setelah
memeluk Islam namanya diganti oleh Muhammad menjadi Abu Bakar. Ia
digelari Ash- Shiddiq yang berarti yang terpercaya setelah
ia menjadi orang pertama yang mengakui peristiwa Isra’ Mi’raj.
Ia juga adalah orang yang ditunjuk
oleh Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia dicatat sebagai
salah satu Sahabat Muhammad yang paling setia dan terdepan melindungi para
pemeluk Islam bahkan terhadap sukunya sendiri.
Ketika Muhammad sakit keras, Abu
Bakar adalah orang yang ditunjuk olehnya untuk menggantikannya
menjadi Imam dalam Salat berjamaah di masjid Nabawi. Hal
ini menurut sebagian besar ulama merupakan petunjuk dari Nabi Muhammad agar Abu
Bakar diangkat menjadi penerus kepemimpinan Islam, sedangkan sebagian kecil
kaum Muslim saat itu, yang kemudian membentuk aliansi politik Syiah, lebih
merujuk kepada Ali bin Abi Thalib karena ia merupakan keluarga nabi. Setelah
sekian lama perdebatan akhirnya melalui keputusan bersama umat islam saat itu,
Abu Bakar diangkat sebagai pemimpin pertama umat islam setelah wafatnya
Muhammad. Abu Bakar memimpin selama dua tahun dari tahun 632 sejak kematian
Muhammad hingga tahun 634 M.
Selama dua tahun masa kepemimpinan
Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang
sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar
berhasil memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia,
sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah
kekaisaran Bizantium. Abu Bakar meninggal saat berusia 61 tahun pada tahun
634 M akibat sakit yang dialaminya.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua
tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh
suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah
sepeninggal Nabi Muhammad. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah nabi wafat. Karena itu
mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka
yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan
persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan
kemurtadan). Khalid bin Al-Walid adalah panglima yang banyak berjasa dalam
Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan
pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa rasulullah, bersifat
sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan
khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan
hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan as-sunnah. Meskipun demikian,
seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya
bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang
dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid bin
Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah pada tahun 634 M. Ke
Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah
ibnul Jarrah, Amr ibnul ‘Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah.
Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah bin Zaid yang masih berusia 18 tahun.
Untuk memperkuat tentara ini, Khalid bin Walid diperintahkan meninggalkan Irak,
dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.
Khulafaur
Rasyidin
Khulafaur
Rasyidin atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat
orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya
oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi
Muhammad wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat
dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam
membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah
tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan
konsensus bersama umat Islam.
Sistem
pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal
tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan
yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana
suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut
paham Syi’ah meyakini bahwa Muhammad dengan jelas
menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan
keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka
merujuk kepada salah satu hadits Ghadir Khum.
Secara
resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama
Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak
terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para
khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan
petunjuk al-Quran dan sunnah. Salah seorang yang oleh kesepakatan
banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar
bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8.
Abu Bakar (Abu Bakr ash-Shiddiq)
(lahir: 572 – wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H)
termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam atau yang
dikenal dengan ash-shabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad SAW
wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada
tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdul
ka’bah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi
gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu
Bakar menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan dan 14 hari setelah meninggal
terkena penyakit.
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin
‘Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tamim bin Murrah bin Ka’ab
bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi pada kakeknya
Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay, dan ibu dari Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma
binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tamim yang berarti ayah dan
ibunya sama-sama dari kabilah Bani Tamim.
Abu Bakar adalah ayah
dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul
Ka’bah (artinya ‘hamba Ka’bah’), yang kemudian diubah oleh Muhammad
menjadi Abdullah (artinya ‘hamba Allah’). Muhammad memberinya
gelar Ash-Shiddiq (artinya ‘yang berkata benar’) setelah Abu Bakar
membenarkan peristiwa Isra Mi’raj yang diceritakan oleh Muhammad
kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama “Abu Bakar
ash-Shiddiq”.
Biografi
Abu
Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 573, dari keluarga kaya dalam Bani
Tamim.[2]Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa)
dan ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar
menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku
Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba’eer atau rakyat unta. Pada
masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing,
dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama “Abu Bakar” yang
bearti, bapaknya unta.
Ketika
umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan
kafilah dagang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama
kafilah tersebut. Pada tahun 591, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun
pergi untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah
menjadi bisnis keluarga.
Dalam
tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali bepergian dengan kafilahnya.
Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan beberapa tempat lainnya.
Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya dan semakin berpengalaman
dalam berdangang.
Bisnisnya
semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya
Uthman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti
anak-anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang
terpelajar (bisa menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar
biasanya menghadiri pameran tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam
simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang bagus dan pemahaman yang baik
mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah dan juga politik
mereka.
Sebuah
cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka’bah, dan meminta
Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus
urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala
tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, “Ya Tuhanku, aku sedang
membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian”. Berhala tersebut tetap acuh
tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa
kepada berhala lainnya dan mengatakan “Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan yang
lezat, lihatlah aku sangat lapar”. Berhala itu masih tidak memberikan jawaban
apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan, kesabaran Abu
Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada berhala tersebut.
“Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan mengarahkannya kepadamu, kalau kamu
memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri”. Abu Bakar lalu melemparkan batu
tersebut ke arah berhala dan meninggalkan Ka’bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak
pernah lagi datang ke Ka’bah untuk menyembah berhala-berhala di Ka’bah.
Memeluk
Islam
Setelah
kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh
teman-temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Muhammad menyatakan
dirinya bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Tabari, ahli sejarawan muslim
yang paling terkenal, dalam Ta’rikhnya mengutip perkataan dari Muhammad
Bin Sa’ad Bin Abi Waqqas, yang mengatakan:
Aku
bertanya kepada ayaku apakah Abu Bakar orang pertama yang masuk Islam. Beliau
menjawab, “Tidak, lebih dari 50 orang masuk Islam sebelum Abu Bakar, tetapi
beliau lebih unggul sebagai seorang Muslim. Umar bin Khattab masuk Islam
setelah 55 laki-laki dan 21 perempuan. Adapun salah satu yang terkemuka dalam
Islam dan iman, itu adalah Ali bin Abi Thalib”.
Sunni
dan semua muslim Shi’a mempertahankan pendapat mereka bahwa orang kedua yang
secara terang-terangan menerima Muhammad sebagai utusan Allah adalah Ali bin
Abi Thalib, dan orang yang pertama adalah Khadijah.
Ibnu
Katsir dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah memiliki pendapat
yang berbeda dengan pendapat di atas. Dia berpendapat bahwa wanita yang pertama
kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak
pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil
pertama yang masuk islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa
pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali
masuk islam yaitu Abu Bakar.
Dalam
kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah
diajak oleh Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah,
ia berkata:
Sejak
zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak
menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata,
“Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau
tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah
berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?” Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah.”
Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat
keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada di antara
kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia.
Kemudian
Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa’ad bin Abi Waqas, mengajak
mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam.
Abu
Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin
Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi
Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Kehidupan
setelah masuk Islam
Istri
pertama Abu Bakar yang bernama Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak menerima agama
Islam lalu Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain yang bernama Ummi
Ruman menjadi mualaf. Semua anak Abu Bakar menerima agama Islam
kecuali Abdurrahman bin Abi Bakar sehingga membuat mereka berpisah,
walaupun pada akhirnya Abdurrahman kelak menjadi seorang Muslim
setelah Perjanjian Hudaibiyyah.
Masuk
Islamnya Abu Bakar membuat banyak orang masuk Islam. beliau membujuk teman dekatnya
untuk masuk Islam sehingga banyak temannya menerima ajakan tersebut.
Ciri
Fisik
Beliau
berkulit putih, bertubuh kurus, berambut lebat, tampak kurus wajahnya, dahinya
muncul, dan ia sering memakai hinaa dan katm.
Masa
bersama Nabi
Ketika
Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup
bersama Abu Bakar. Saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar. Sejak saat itu
mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama dan hanya
berselisih 2 tahun 1 bulan lebih muda daripada muhammad, pedagang dan ahli
berdagang.
Penyiksaan
oleh Quraisy
Sebagaimana
yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami
penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk
agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang
berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih
dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak
tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan
membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak
yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah.
Ketika
peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M),
Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat
dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak
perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat
setelah Hijrah.
Selama
masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk
untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini
sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan ‘pun
setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai
sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera
setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka
kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani saidah yang
terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar
sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada
tahun 632 M.
Apa
yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu
Bakar sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan menjadi sumber
perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah menjadi
kaum Sunni dan Syi’ah.
Di
satu sisi kaum Syi’ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi
Thalib (menantu nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini
adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum suni berpendapat bahwa
Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya.
Kaum
sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan
pemimpin. Sementara muslim syi’ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil
seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah
meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat
terahir. Banyak hadits yang menjadi Referensi dari kaum Sunni maupun
Syi’ah tentang siapa khalifah sepeninggal rasulullah. Terlepas dari kontroversi
dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal
menyatakan kesetiaannya (berbai’at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah
setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan
ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar
dan Umar.
Sementara
kaum syi’ah menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara pro
forma, mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan
bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari
kehidupan publik.
Perang
Riddah
Segera
setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan
stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang
berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah
baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak
membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh.
Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan
berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi
Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal
ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang
Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi “Ibnu Habi
al-Hanafi” yang lebih dikenal dengan nama Musailamah
al-Kazab (Musailamah si pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai nabi
baru menggantikan Nabi Muhamad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada
pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri
terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan
oleh Hindun istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa
Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk Islam serta
mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah. Al Wahsyi pernah
berkata, “Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah)
dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi
palsu Musailamah al-Kazab).”
Ekspedisi
ke utara
Setelah
menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai Arab, Abu Bakar
memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran
Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah
sementara ekspedisi ke Suriah juga meraih sukses.
Qur’an
Abu
Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur’an.
Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah
al-kadzdzab dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak
para penghafal Al Qur’an yang ikut tewas dalam pertempuran. Umar lantas meminta
Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur’an. oleh sebuah tim yang
diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran al-Qur’an dari
para penghafal al-Qur’an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis
seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka
kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan
oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan
juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi
ini menjadi dasar penulisan teks al-Qur’an yang dikenal saat ini.
Kematian
Abu
Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah karena sakit
yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya
Aisyah di dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.
UMAR BIN KHATTAB
Umar bin al-Khattab
lahir di Mekkah dari Bani Adi yang masih satu rumpun dari suku Quraisy dengan
nama lengkap Umar bin al-Khattab bin abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong
keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu
merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi.Umar bin Khattab dikenal memiliki
fisik yang kuat, bahkan ia menjadi juara gulat di Mekkah. Umar tumbuh menjadi
pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Beliau memiliki watak yang
keras hingga dijuluki sebagai “Singa Padang Pasir”. Beliau termasuk pemuda yang
amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu masih menyembah
berhala serta menjaga adat istiadat mereka.
Sebelum memeluk Islam beliau dikenal sebagai peminum berat, namun
setelah menjadi muslim Beliau tidak lagi menyentuh alkohol (khomr) sama
sekali, meskipun saat itu belum diturunkan larangan meminum khomr secara tegas.
Memeluk Islam
Pada masa itu, ketika Nabi Muhammad menyebarkan Islam secara
terbuka di Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadap Nabi. Umar juga
termasuk orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk
menyiksa pengikut Nabi Muhammad SAW.
Pada puncak kebenciannya terhadap Nabi Muhammad SAW, Umar memutuskan untuk
mencoba membunuh Nabi. Namun dalam perjalanannya, Umar bertemu dengan salah
seorang pengikut Nabi yang bernama Nu’aim bin Abdullah dan memberikan kabar
bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam. Karena kabar tersebut, Umar
menjadi terkejut dan kembali ke rumahnya dengan maksud untuk menghukum adiknya.
Dalam riwayatnya, Umar menjumpai saudarinya yang kebetulan sedang membaca
Alquran surat Thoha ayat 1-8, Umar semakin marah dan memukul saudarinya.
Namun, Umar merasa iba ketika melihat saudarinya berdarah akibat pukulannya,
beliau kemudian meminta agar ia melihat bacaan tersebut. Beliau menjadi sangat
terguncang oleh isi Alquran, dan beberapa waktu setelah kejadian itu Umar
menyatakan memeluk agama Islam. Keputusan tersebut membuat hampir seisi Mekkah
terkejut karena seorang yang terkenal memiliki watang yang keras dan paling
banyak menyiksa pengikut Nabi Muhammad SAW kemudian memeluk ajaran yang sangat
di bencinya. Akibatnya, Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia tidak lagi
dihormati oleh para petinggi Quraisy.
Hijrah ke Madinah
Pada tahun 622, Umar ikut bersama Nabi Muhammad SAW serta para
pegikutnya berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Umar juga terlibat dalam perang
Badar, perang Uhud, perang Khaybar serta penyerangan ke Syria. Umar bin Khattab
dianggap sebagai orang yang disegani oleh kaum muslimin pada masa itu selain
karena reputasinya pada masa lalu yang memang terkenal sudah terkenal sejak
masa memeluk Islam. Umar juga dikenal sebagai orang terdepan yang selalu
membela Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam pada kesempatan yang ada. Bahkan
beliau tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama sama ikut
menyiksa para pengikut Nabi Muhammad SAW.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Suasana sedih dan haru menyelimuti Kota Madinah, pada saat kabar
wafatnya Nabi Muhammad SAW pada 8 juni 632 M (12 Rabiul Awal 10 Hijriah). Umar
merupakan salah seorang yang paling terguncang atas peristiwa itu, beliau
menghambat siapapun yang akan memandikan dan menyiapkan jasadnya untuk
pemakaman. Umar syok, beliau lantas berkata: “Sesungguhnya beberapa orang
munafik menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW telah wafat. Sesungguhnya Beliau
tidak wafat, tetapi pergi ke hadapan Tuhannya, seperti yang dilakukan Musa bin
Imran yang pergi dari kaumnya. Demi Allah Beliau benar-benar akan kembali.
Barang siapa yang beranggapan bahwa beliau wafat, kaki dan tangannya akan
kupotong,”.Umar melakukan hal tersebut karena kecintaanya Nabi. Namun di waktu
bersamaam Abu Bakar datang menasihati Umar dengan menyampaikan pesan Alquran.
Inilah ayat yang menyadarkan Umar. “Amma Ba’du, barangsiapa di antara kalian
yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barang
siapa di antara kalian yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah hidup dan
takkan pernah mati." Allah berfirman, "Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul .
Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang ?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imran 144)
Menjadi Khalifah Kedua
Pada masa Abu Bakar menjadi seorang khalifah, Umar bin Khattab
menjadi salah satu penasehat kepalanya. Setelah Abu Bakar meninggal pada tahun
634, Umar bin Khattab ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah
kedua dalam sejarah Islam.
Selama di bawah pemerintahan Umar bin Khatab, kekuasaan Islam tumbuh sangat
pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan Persia dari tangan dinasti
Sassanid, serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan
Armenia dari ke Kaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya
yaitu Persia dan Romawi, namun keduanya telah di taklukkan oleh ke Khalifahan
Islam dibawah pimpinan Umar bin Khatab.
Umar bin Khattab melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol
dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk
daerah yang baru ditaklukkan. Umar memerintahkan agar diselenggarakan sensus di
seluruh wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 638, Umar memerintahkan untuk
memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di
Madinah.
Umar bin Khattab dikenal memiliki kehidupan sederhana. Beliau tidak mengadopsi
gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, beliau tetap hidup sangat
sederhana. Sekitar tahun ke-17 Hijriah yang merupakan tahun ke-4 ke khalifahannya,
Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung
saat peristiwa Hijriah.
Wafatnya Umar bin Khattab
Umar bin Khatab wafat karena dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz) yang
merupakan seorang budak yang fanatik pada saat Umar akan memimpin salat subuh.
Diketahui Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia
ditaklukkan oleh Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam Fairuz
terhadap Umar bin Khatab, Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia yang
pada masa itu merupakan negara Adidaya. Umar bin Khatab wafat pada hari Rabu,
25 Dzulhijjah 23 Hijriyah/644 M. Setelah wafat, jabatan Khalifah dipegang oleh
Ustman bin Affan.
USMAN
BIN AFFAN
Utsman bin Affan,
khalifah rasyid yang ketiga. Ia dianggap sosok paling kontroversial dibanding
tiga khalifah rasyid yang lain. Mengapa dianggap kontroversial? Karena ia
dituduh seorang yang nepotisme, mengedepankan nasab dalam politiknya bukan
kapasitas dan kapabilitas. Tentu saja hal itu tuduhan yang keji terhadap dzu
nurain, pemiliki dua cahaya, orang yang dinikahkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan dua orang putrinya.
Pada kesempatan kali ini
penulis tidak sedang menanggapi tuduhan-tuduhan terhadap beliau. Penulis akan
memaparkan keutamaan-keutamaan beliau yang bersumber dari ucapan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya agar kita
berhati-hati dan mawas diri ketika mendengar hal-hal negatif tentang Utsman,
kita lebih bisa mengontrol lisan kita dan berprasangka baik di hati kita.
Nasab dan Sifat
Fisikinya
Beliau adalah Utsman bin
Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdu asy-Syam bin Abdu Manaf bin Qushai
bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin
an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar
bin Ma’addu bin Adnan (ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 53).
Amirul mukminin, dzu
nurain, telah berhijrah dua kali, dan suami dari dua orang putri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Arwa binti
Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu asy-Syams dan neneknya bernama Ummu
Hakim, Bidha binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah.
Dari sisi nasab, orang
Quraisy satu ini memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Selain sebagai keponakan Rasulullah, Utsman juga menjadi
menantu Rasulullah dengan menikahi dua orang putri beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dengan keutamaan ini saja, sulit bagi seseorang untuk
mencelanya, kecuali bagi mereka yang memiliki kedengkian di hatinya. Seorang
tokoh di masyarakat kita saja akan mencarikan orang yang terbaik menjadi suami
anaknya, apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentulah
beliau akan memilih orang yang terbaik untuk menjadi suami putrinya.
Utsman bin Affan
termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga, beliau juga
menjadi enam orang anggota syura, dan salah seorang khalifah al-mahdiyin, yang
diperintahkan untuk mengikuti sunahnya.
Utsman adalah seorang
yang rupawan, lembut, mempunyai janggut yang lebat, berperawakan sedang,
mempunyai tulang persendirian yang besar, berbahu bidang, rambutnya lebat, dan
bentuk mulutnya bagus.
Az-Zuhri mengatakan,
“Beliau berwajah rupawan, bentuk mulut bagus, berbahu bidang, berdahi lebar,
dan mempunyai telapak kaki yang lebar.”
Amirul mukminin Utsman
bin Affan terkenal dengan akhlaknya yang mulia, sangat pemalu, dermawan, dan
terhormat. Terlalu panjang untuk mengisahkan kedermawanan beliau pada
kesempatan yang sempit ini. Untuk kehidupan akhirat, menolong orang lain, dan
berderma seolah-olah hartanya seringan buah-buah kapuk yang terpecah lalu
kapuknya terhembus angin yang kencang.
Penduduk Surga Yang
Hidup di Bumi
Dari Abu Musa al-Asy’ari
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke sebuah
kebun dan memerintahkanku untuk menjaga pintu kebun tersebut. Kemudian datang
seorang lelaki untuk masuk, beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, kemudian
beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga.” Ternyata laki-laki tersebut adalah
Abu Bakar. Setelah itu datang laki-laki lain meminta diizinkan masuk, beliau
bersabda, “Izinkan dia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk
surga.” Ternyata lelaki itu adalah Umar bin al-Khattab. Lalu datang lagi
seorang lelaki meminta diizinkan masuk, beliau terdiam sejenak lalu bersabda,
“Izinkan ia masuk, kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga disertai
dengan cobaan yang menimpanya.” Ternyata lelaki tersebut adalah Utsman bin
Affan.
Kedudukan Utsman
Dibanding Umat Islam Lainnya
Muadz bin Jabal radhiallahu
‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya aku melihat bahwa aku di letakkan di sebuah daun timbangan dan
umatku diletakkan di sisi daun timbangan lainnya, ternyata aku lebih berat dari
mereka. Kemudian diletakkan Abu Bakar di satu daun timbangan dan umatku
diletakkan di sisi yang lainnya, ternyata Abu Bakar lebih berat dari umatku.
Setelah itu diletakkan Umar di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di
sisi yang lainnya, ternyata dia lebih berat dari mereka. Lalu diletakkan Utsman
di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan di sisi lainnya, ternyata dia
lebih berat dari mereka.” (al-Ma’rifatu wa at-Tarikh, 3: 357).
Hadis yang serupa juga
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari jalur Umar bin al-Khattab.
Hadis ini menunjukkan
kedudukan Abu Bakar, Umar, dan Utsman dibandingkan seluruh umat Nabi Muhammad
yang lain. Seandainya orang-orang terbaik dari umat ini dikumpulkan, lalu
ditimbang dengan salah seorang dari tiga orang sahabat Nabi ini, niscaya
timbangan mereka lebih berat dibanding seluruh orang-orang terbaik tersebut.
Kabar Tentang
Kekhalifahan dan Orang-orang Yang Akan Memberontaknya
Dari Aisyah radhiallahu
‘anha, ia berkata, Rasulullah pernah mengutus seseorang untuk memanggil
Utsman. Ketika Utsman sudah datang, Rasulullah menyambut kedatangannya. Setelah
kami melihat Rasulullah menyambutnya, maka salah seorang dari kami menyambut
kedatangan yang lain. Dan ucapan terakhir yang disampaikan Rasulullah sambil
menepuk pundak Utsman adalah
“Wahai Utsman,
mudah-mudahan Allah akan memakaikanmu sebuah pakaian (mengamanahimu jabatan
khalifah), dan jika orang-orang munafik ingin melepaskan pakaian tersebut,
jangalah engkau lepaskan sampai engkau bertemu denganku (meninggal).” Beliau
mengulangi ucapan ini tiga kali. (HR. Ahmad).
Dan akhirnya perjumpaan
yang disabdakan Rasulullah pun terjadi. Dari Abdullah bin Umar bahwa Utsman bin
Affan berbicara di hadapan khalayak, “Aku berjumpa dengan Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam di dalam mimpi, lalu beliau mengatakan, ‘Wahai Utsman,
berbukalah bersama kami’.” Maka pada pagi harinya beliau berpuasa dan di hari
itulah beliau terbunuh. (HR. Hakim dalam Mustadrak, 3: 103).
Katsir bin ash-Shalat
mendatangi Utsman bin Affan dan berkata, “Amirul mukminin, keluarlah dan
duduklah di teras depan agar masyarakat melihatmu. Jika engkau lakukan itu
masyarakat akan membelamu. Utsman tertawa lalu berkata, ‘Wahai Katsir, semalam
aku bermimpi seakan-akan aku berjumpa dengan Nabi Allah, Abu Bakar, dan Umar,
lalu beliau bersabda, ‘Kembalilah, karena besok engkau akan berbuka bersama
kami’. Kemudian Utsman berkata, ‘Demi Allah, tidaklah matahari terbenam esok
hari, kecuali aku sudah menjadi penghuni akhirat’.” (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat,
3: 75).
Demikianlah sedikit
cuplikkan tentang keutamaan Utsman bin Affan yang mungkin tertutupi oleh
orang-orang yang lebih senang memperhatikan aib-aibnya. Padahal aib itu sendiri
adalah fitnah yang dituduhkan kepadanya. Semoga Allah meridhai Utsman bin Affan
dan memasukkannya ke dalam surga yang penuh kedamaian.
ALI BIN ABI TALIB
Imam Ali bin Abi Thalib
as adalah seupu Rasulullah saw. Dikisahkan bahwa pada saat ibunya, Fatimah
binti Asad, dalam keadaan hamil, beliau masih ikut bertawaf di sekitar Kabah.
Karena keletihan yang dialaminya lalu si ibu tadi duduk di depan pintu Kabah
seraya memohon kepada Tuhannya agar memberinya kekuatan. Tiba-tiba tembok Kabah
tersebut bergetar dan terbukalah dindingnya. Seketika itu pula Fatimah binti
Asad masuk ke dalamnya dan terlahirlah di sana seorang bayi mungil yang kelak
kemudian menjadi manusia besar, Imam Ali bin Abi Thalib as.
Pembicaraan tentang Imam
Ali bin Abi Thalib as tidak dapat dipisahkan dengan Rasulullah saw. Sebab sejak
kecil beliau telah berada dalam didikan Rasulullah saw, sebagaimana
dikatakannya sendiri: Nabi membesarkan aku dengan suapannya sendiri. Aku
menyertai beliau ke manapun beliau pergi, seperti anak untu yang mengikuti
induknya. Tiap hari aku dapatkan suatu hal baru daru karakternya yang mulia dan
aku menerima serta mengikutinya sebagai suatu perintah.
Setelah Rasulullah saw
mengumandangkan tentang kenabiannya, beliau menerima dan mengimaninya dan
termasuk orang yang masuk Islam pertama kali dari kaum laki-laki. Apapun yang
dikerjakan dan diajarkan Rasulullah saw kepadanya, selalu diamalkan dan
ditirunya. Hingga tidak ajang lagi, beliau tidak pernah terkotori oleh
kesyirikan atau tercemari oleh karakter hina dan jahat dan tidak ternodai oleh
kemaksiatan. Kepribadian beliau telah menyatu dengan Rasulullah saw, baik dalam
karakternya, pengetauhannya, pengorbanan diri, kesabaran, keberanian, kebaikan,
kemurahan hati, kefasihan dalam berbicara dan berpidato.
Sejak masa kecilnya
beliau telah menolong Rasulullah saw dan terpaksa harus menggunakan kepalan
tangnanya dalam mengusir anak-anak kecil serta pada gelandangan yang diperintah
kaum kafir Qurays untuk mengganggu dan melempari batu kepada diri Rasulullah
saw.
Keberaniannya tidak
tertandingi, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw: Tiada pemuda
sehebat Ali. Dalam bidang keilmuan, Rasul menamakannya sebagai pintu ilmu. Bila
ingin berbicara tentang kesalehan dan kesetiaannya, maka simaklah sabda
Rasulullah saw:
Jika kalian ingin tahu
ilmunya Adam, kesalehan Nuh, kesetiaan Ibrahim, keterpesonaan Musa, pelayanan
dan kepantangan Isa, maka lihatlah kecemerlangan wajah AliÔÇØ. Beliau merupakan
orang yang paling dekat hubungan kefamiliannya dengan Nabi saw sebab, beliau
bukan hanya sepupu nabi, tapi sekaligus sebagai anak asuhnya dan suami dari
putrinya serta sebagai menerus kepemimpinan sepeninggal beliau saw.
Sejarah juga telah
menjadi saksi nyata atas keberaniannya. Di setiap peperangan, beliau selalu
menjadi orang yang terkemuka. Di perang Badar, hampir seperuh dari jumlah musuh
yang mati, tewas di ujung pedang Imam Ali as. Di perang Uhud, yang mana musuh
Islam lagi-lagi dipimpin oleh Abu Sufyan dari keluarga Umayyah yang sangat
memusuhi Nabi saw, Imam Ali as kembali memerankan peran yang sangat penting
yaitu ketika sebagian sahabat tidak lagi mendengar wasiat Rasulullah saw agar
tidak turun dari atas gunung, namun mereka tetap turun sehingga orang kafir
Qurays mengambil posisi mereka, Imam Ali bin Abi Thalib as segera datang untuk
menyelamatkan diri Nabi saw dan sekaligus menghalau serangan itu.
Perang Khandak juga
menjadi saksi nyata keberanian Imam Ali bin Abi Thalib as ketika memerangi Amar
bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama Dzulfikar, Amar bin
Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian. Demikian pula hal dengan perang Khaibar,
di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda:
ÔÇ£Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan
diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah swt akan mengaruniakan
kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah
dan Rasul-Nya. Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan
kemuliaan tersebut. Namun, ternyata Imam Ali bin Abi Thalib as yang mendapat
kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh
seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya hingga
terbelah menjadi dua bagian.
Begitulah kegagahan yang
ditampakkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as dalam menghadapi musuh Islam serta
dalam membela Allah dan Rasul-Nya. Tidak syak lagi bahwa seluruh kehidupan Imam
Ali bin Abi Thalib as dipersembahkan untuk Rasul demi keberhasilan proyek Allah
swt. Kecintaan yang mendalam kepada Rasulullah saw benar-benar terbukti lewat
perjuangannya. Penderitaan dan kesedihan dalam medan perjuangan mewarnai
kehidupannya. Namun, penderitaan dan kesedihan yang paling dirasakan adalah
saat ditinggalkan Rasulullah saw. Tidak cukup itu, 75 atau 95hari kemudian
istrinya, Fatimah Zahra juga meninggal dunia.
Kepergian Rasulullah saw
telah membawa angin lain dalam kehidupan Imam Ali as. Terjadinya pertemuan
Tsaqifah yang menghasilkan pemilihan khalifah pertama, baru didengarnya setelah
pulang dari kuburan Rasulullah saw. Sebab, pemilihan khalfah itu menurut
sejarah memang terjadi saat Rasulullah saw belum dimakamkan. Pada tahun ke 13
H, khalifah pertama, Abu Bakar, meninggal dunia dan menunjuk khalifah ke 2,
Umar bin Khaththab sebagai penggantinya. Sepuluh tahun lamanya khalifah ke 2
memimpin dan pada tahun ke 23 H, ia meninggal. Namun, sebelum meninggalnya,
khalifah pertama telah menunjuk 6 orang calon pengganti dan Imam Ali as
termasuk salah seorang dari mereka. Kemudian terpilihlah khalifah Utsman bin
Affan. Sedang Imam Ali bin Abi Thalib as tidak terpilih karena menolak syarat
yang diajukan Abdurrahman bin Auf yaitu agar mengikuti apa yang diperbuat
khalifah pertama dan kedua dan mengatakan akan mengikuti apa yang sesuai dengan
printah Allah dan Rasul-Nya.
Pada tahun 35 H,
khalifah Utsman terbunuh dan kaum Muslimin secara aklamasi memilih serta
menunjuk Imam Ali as sebagai khalifah dan pengganti Rasulullah saw dan sejak
itu beliau as memimpin negara Islam tersebut. Selama masa kekhalifahannya yang
hampir 4 tahun 9 bulan, Ali as mengikuti cara Nabi saw dan mulai menyusun
sistem yang Islami dengan membentuk gerakan spiritual dan pembaharuan.
Dalam merealisasikan
usahanya, beliau as menghadapi banyak tantangan dan peperangan, sebab, tidak
dapat dipungkiri bahwa gerakan pembaharuan yang dicanangkannya dapat merongrong
dan menghancurkan keuntungan-keuntungan pribadi dari beberapa kelompok yang
merasa dirugikan. Akhirnya, terjadilah perang Jamnal dekat Bashrah antara
beliau as dengan Talhah dan Zubair yang didukung oleh Muawiyah, yang mana di
dalamnya Aisyah Ummul Mukminin ikut keluar untuk memerangi Imam Ali bin Abi
Thalib as.
Peperangan pun tak dapat dihindari, dan
akhirnya pasukan Imam Ali as berhasil memenangkan peperangan itu sementara
Aisyah Ummul Mukminin dipulangkan secara terhormat ke rumahnya.
Kemudian terjadi perang
Shiffin yaitu peperangan antara beliau as melawan kelompok Muawiyah, sebagai
kelompok oposisi yang merongrong negara yang sah. Peperangan itu terjadi di
perbatasan Iraq dan Syiria dan berlangsung selama setengah tahun. Beliau as
juga memerangi Khawarij (orang yang keluar dari lingkup Islam) di Nahrawan,
yang dikenal dengan nama perang Nahrawan. Oleh karena itu, hampir sebagian
besar hari-hari pemerintahan Imam Ali bin Abi Thalib as digunakan untuk
peperangan interen melawan pihak-pihak oposisi yang sangat merongrong dan
merugikan keabsahan negara Islam.
Akhirnya, menjelang
subuh, 19 Ramadhan 40 H ketika sedang salat di masjid Kufah, kepala beliau as
dipukul dengan pedang beracun oleh Abdurrahman bin Muljam. Menjelang wafatnya,
pria sejati ini masih memberi makan kepada pembunuhnya.
Singa Allah, yang
dilahirkan di rumah Allah Kabah dan dibunuh di rumah Allah Masjid Kufah, yang
mempunyai hati paling berani, yang selalu berada dalam didikan Rasulullah saw
sejak kecilnya serta selalu berjalan dalam ketaatan pada Allah swt hingga hari
wafatnya, kini telah mengakhiri kehidupan dan pengabdiannya untuk Islam.
Comments
Post a Comment