MAKALAH ABK TUNANETRA
KATA
PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena
atas segala rahmat dan hidayah-nya saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Walau pun dalam penyelesaiannya banyak sekali
mendapat hambatan – hambatan, namun pada akhirnya semua
hambatan tersebut dapat teratasi.
Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengenali
dan memahami anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan
dalam penglihatan (Tunanetra),
Penyusun
menyadari, bahwa dengan
keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan dalam penyusunan
makalah ini, dirasakan masih jauh dari sempurna, maka untuk itu penyusun
menerima segala kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun
demi perbaikan penulisan makalah ini.
Mudah-mudahan
segala amal baik yang telah diberikan kepada penyusun mendapat balasan
yang setimpal dari ALLAH SWT. Harapan penyusun mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusi, perlu adanya identifikasi bagi anak didik berkebutuhan
khusus agar keberadaan mereka dapat diketahui sedini mungkin. Setelah dilakukan
identifikasi, selanjutnya diberikan program pelayanan sesuai kebutuhan
masing-masing yang kemudian sebagai acuan untuk pemberian layanan Pendidikan
Khusus secara inklusif. Berdasarkan peraturan menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No.70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan / atau bakat
istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan
hak asasinya yang diselenggarakan secara inklusif.
Yang dimaksud dengan
pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang berkebutuhan khusus untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya.
Anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang
spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Mengalami hambatan dalam
belajar dan perkembangan sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Klasifikasi anak
berkebutuhan khusus diantaranya tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras,anak autis, anak lamban belajar dan anak dengan kecerdasan
istimewa (gifted and talented).
Pada kesempatan ini
dilakukan observasi ke Sekolah Khusus Negeri 02 Kota Serang yang merupakan
salah satu sekolah negeri bagi anak berkebutuhan khusus.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui secara langsung bagaimana kegiatan belajar mengajar anak mengalami
gangguan penglihatan (tunanetra).
2. Untuk
mengetahui karakteristik anak yang tunanetra.
3. Untuk
mengetahui kendala yang dihadapi guru dalam mengajar anak tunanetra.
4. Untuk
mengetahui layanan pendidikan yang sesuai untuk anak tunanetra.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A. Definisi Anak
Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Yang termasuk ke dalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat,
anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus
adalah anak luar biasadan anak cacat.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan
tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Menurut
pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi
Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun
2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis
Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau
berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.
B. Definisi Anak
Tunanetra
Tunanetra adalah
individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Definisi Tunanetra
menurut Kaufman & Hallahan adalah
individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari
6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra
memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran
menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran
kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara,
contohnya adalah penggunaantulisan braille,
gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara
adalah perekam suara dan peranti
lunak JAWS. Untuk membantu
tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan
Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari
bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana
menggunakan tongkat putih (tongkat
khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
C. Karakteristik Anak
dengan Kebutuhan Khusus (Tunanetra)
Setiap
anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Berikut ini ciri-ciri yang
menonjol dari anak dengan kebutuhan khusus (tunanetra).
Ciri-ciri
tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan adalah sebagai berikut,
tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, kerusakan
nyata pada kedua bola mata, sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya, bagian bola mata yang
hitam berwarna keruh/besisik/kering, peradangan hebat pada kedua bola mata,
mata bergoyang terus.
BAB
III
HASIL
IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK TUNANETRA
Identitas
Anak
Nama : Angga
Tama ( Anggga)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal
lahir : Magelang,
24 Juni 2003
Agama :
Islam
Anak
ke- : 2
Jumlah saudara : 2
Nama
Ayah :
Anggoro
Pekerjaan :
PNS
Nama
Ibu :
Murih
Pekerjaan :
Ibu rumah tangga
Identifikasi
Anak Tunanetra (Low Vision)
a. Hasil
Identifikasi
Jenis Anak
Berkebutuhan Khusus |
Gejala yang Nampak |
Jawaban |
|
Ya |
Tidak |
||
Gangguan Pengelihatan (Tunanetra) |
1.Bentuk mata kanan
dan kiri berkelainan |
√ |
|
2. Mata
Juling |
√ |
||
3. Mata
sering infeksi |
√ |
||
4. Gerakan
mata yang tak beraturan dan cepat |
√ |
||
5. Mata
merah, bengkak, dan keluar air/getah mata |
√ |
||
6. Bola
mata keruh |
√ |
||
7. Timbul
bintil-bintil yang mengganggu |
√ |
||
8. Terdapat
kelainan di bagian bola mata |
√ |
||
9. Kerusakan
nyata pada kedua belah mata |
√ |
||
10.Secara nyata anak
tidak dapat melihat |
√ |
||
11.Dapat mengenali
orang jarak 6 meter |
√ |
||
12.Pengelihatan
terasa kabur |
√ |
||
13.Sering memejamkan
mata |
√ |
||
14. Sering
menujulurkan kepala ke depan saat melihat |
√ |
||
15. Membaca terlalu
dekat dengan badan |
√ |
||
16.Sering
menabrak-nabrak saat berjalan |
√ |
||
17.Ketidakserasian
kondisi kaki ketika berjalan |
√ |
||
18.Hasil pemeriksaan
daya lihat sangat kurang |
√ |
||
19.Menunjukkan respon
terhadap orang disekitarnya |
√ |
||
20.Sering salah
mengambil benda disekitarnya |
√ |
||
21.Menunjukkan respon
terhadap warna |
√ |
||
22.Tidak ada
koordinasi mata dan tangan |
√ |
||
23.Dapat menanggapi
rangsangan cahaya datang |
√ |
||
24.Kesulitan jika
berjalan sendirian |
√ |
||
25.Terdapat hambatan
dalam orientasi mobilitas |
√ |
Angga Tama (nama samaran) merupakan
salah seorang murid dari SLB G Helen Keller Indonesia yang merupakan anak low
vision sejak lahir. Anak dapat melihat agak jelas apabila mengunakan
kacamata.
Berikut beberapa hasil identifikasi
anak tunanetra (low vision) dan perilaku yang ditunjukan anak pada saat
observasi dan identifikasi berlangsung:
Prosedur pengidentifikasian |
Keterangan |
a. Jarak
antara mata anak dengan halaman kertas saat membaca |
Anak dapat membaca
jarak antara mata dengan halaman kertas sekitar kurang 20 cm tetapi kalau
mewarnai jarak mata dengan halaman kertas sekitar 30cm sehingga
anak sering memegang kacamatanya untuk mefokuskan pengelihatanya. |
b. Bagaimana
cara melihatnya |
Dalam cara melihat
halaman kertas anak mengunakan kedua matanya, mula-mula mengerakan kepalanya
dalam mengamati halaman kertas dan menggerakan halaman kertas dalam mengamati
gambar dan mencari cahaya agar dapat melihat dengan jelas sampai bisa
menemukan titik gambar yang dimaksud. |
c. Bagaimana
dalam menengkap gambar |
Dalam menangkap
gambar anak dapat sekaligus mengerti gambar yang dilihatnya atau melihat
bagian demi bagian secara berurut baru dapat mengerti gambar yang dilihatnya
tergantung ukuran gambar yang diamati. |
d. Bagaimana
reksi anak saat melihat gambar. |
Reaksi yang
ditunjukan anak pada saat melihat gambar mengerakan tangan dan
kepalanya sebagai respon terhadap apa yang dilihatnya. |
e. Bagaimana
perhatian anak saat melihat gambar |
Perhatian yang
ditunjukan anak pada saat melihat gambar anaknya santai dan
memberi respon baik. |
f. Bagaimana
reaksi anak saat ditunjukan suatu benda. |
Reaksi yang
ditunjukan anak pada saat ditunjukan suatu benda adalah menaikan
alis dengan maksud untuk lebih jelas dalam melihat, meraba-raba benda
tersebut dan mengubah-ubah posisi benda dari jarak dekat ke jarak jauh dan
sebaliknya |
g. Apakah
anak dapat meniru gambar yang disediakan observer |
Anak
mampu meniru gambar yang disediakan . Observer |
Kemampuan
yang dimiliki anak , Anak dapat mandiri dalam mengerjakan sesuatu tanpa
perintah, misalnya anak dapat membuka kran sendiri kemudian memakai sabun dan
mencuci tanganya sendiri, kemampuan dalam bidang akademik anak sudah dapat
menulis namanya sendiri walaupun tulisanya tidak lurus pada garis halaman,
kemampuan sosialisasi anak cukup bagus dapat berinteraksi dengan baik walaupun
agak pemalu.
Secara umum angga adalah anak
tenang dibandingkan anak-anak lain yang ada di kelasnya, karena Angga sudah
dari umur 4 tahun masuk sekolah ini dan dapat tertangani sesuai kebutuhanya,
penurut dengan apa yang diperintahkan, anaknya juga mandiri seperti dapat
mencuci tangan sendiri, dan anak dapat konsentrasi dan menunjukan perhatian
pada guru yang ada dikelasnya. Angga mempunyai kebiasaan bengong dan selalu
memandang sesuatu dengan mata yang tajam dan selalu memegang kacamatanya
apabila melihat sesuatu yang agak jauh.
Prosedur
Pengklasifikasian Sekolah
Dengan melakukan identifikasi dan
asesment anak tunanetra kita dapat mengetahui jenis
kecacatan, karakteristik anak dan kemampuan yang dimiliki anak
sehingga memudahkan dalam menentukan program pendidikan yang cocok bagi anak
dan pengklasifikasianya.
Sekolah SLB
G Helen Keller Indonesia melaksanakan prosedur pengklasifikasian berdasarkan
kemampuan melihat seperti buta total (blind) atau low vision , kemampuan
terhadap persepsi cahaya seperti tidak ada persepsi cahaya, memiliki persepsi
cahaya dan mampu memproyeksi cahaya, tingkat ketajaman pengelihatan seperti
20/20 feet - 20/50 feet, 20/70 feet – 20/200 feet, 20/200 feet atau lebih,
Tingkat ketajaman nol dan berdasarkan usia anak serta kelainan yang menyertai
anak.
BAB
IV
RANCANGAN
RPP
RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN (RPP)
Nama
Sekolah : SLB
X
Tema/Sub-tema
: Tugasku / Tugasku sebagai umat beragama
Kekhususan
: Tunanetra
Kelas/semester
: III / 1
Pertemuan ke
:
Pertama
Alokasi
waktu : 6
x 35 menit
Kompetensi Inti,
Kopetensi Dasar, dan Indikator
MATA
PELAJARAN |
KOPETENSI
DASAR |
INDIKATOR |
Bahasa
Indonesia |
3.2
Mengenal teks cerita narasi tentang tugasku sebagai umat beragama bahasa
indonesia, baik lisan maupun tulis (braille). |
3.2.1
Mendengarkan teks cerita narasi yang di sampaikan oleh guru. |
|
4.2
Memperagakan teks cerita narasi tentang tugasku sebagai umat beragama dalam
bahasa indonesia, baik lisan maupun tulisan (braille). |
4.2.1
Menceritakan kembali inti teks cerita narasi 4.2.2
Menulis inti teks cerita narasi yang disampaikan guru dalam bentuk tulisan
braille. |
Matematika |
4.10.
Menghitung keliling persegi dan segitiga menggunakan bantuan benda konkrit |
4.10.1
Mengitung keliling segitiga dan persegi pada gambar 4.10.2
Mampu mengitung luas segitiga dan persegi pada gambar |
SBDP |
3.1
mengenal mozaik |
3.1.1
Memahami cara pembuatan mozaik |
|
4.1
Membuat mozaik |
4.1.1
Berlatih membuat mozaik timbul |
Tujuan
Dengan mendengarkan
teks bacaan, siswa memahami tentang teks narasi.
Dengan mendengarkan
teks bacaan, siswa memahami tugas sebagi umat beragama.
Dengan menceritakan
kembali, siswa berlatih mengemukakan pendapat dalam bentuk ucapan.
Dengan menulis, siswa
berlatih mengemukakan pendapat dalam bentuk tulisan braille.
Dengan melakukan, siswa
dapat menghitung keliling dan luas segitiga dan persegi.
Dengan melakukan, siswa
dapat membuat mozaik.
Kemampuan awal
No. |
NIS |
Nama |
Kemampuan
awal |
Keterangan |
1. |
|
Maulana |
1.
Anak masih memiliki sisa penglihatan yakni mampu mengidentifikasi cahaya 2.
Anak sudah memiliki kemampuan berkaitan dengan baca dan tulis , namun untuk
menulis kadang masih mengalami omisi dan adisi. 3.
Pada kemampuan berhitung, anak mampu melakukan operasi penjumlahan,
pengurangan, dan perkalian angka dua digit dengan satu digit. Selain itu anak
juga sudah mengenal dan mampu mengukur derajat bangun datar. 4.
Pada kemampuan ADL, sebagian besar kegiatan baik mengurus diri maupun merawat
diri sudah dikuasai oleh anak. 5.
Pada kemampuan orientasi mobilitas, anak sudah mampu melakukan
mobilitas dengan tongkat maupun guiding block serta sudah mampu mencari
benda yang jatuh. |
|
Pengetahuan
Soal:
Kerjakan soal dibawah
ini!
Berapa keliling bangun
datar segitiga apabila diketahui panjang setiap sisi 5 cm?
Berapa keliling bangun
datar persegi apabila diketahui panjang sitiap sisinya 5 cm?
Berapa luas bangun
datar persegi apabila diketahui panjang setiap sisinya 5 cm?
Berapa luas bangun
datar segitiga apabila diketahui tinggi 5 cm dan panjang alas 6 cm?
Apa yang dilakukan
setelah kita meratakan lem di kardus pada pembuatan mozaik jagung?
Keterampilan
Penilaian : Unjuk Kerja
No |
Aspek |
Kriteria |
|||
Sangat
Baik |
Baik |
Cukup |
Perlu
pendampingan |
||
1. |
aaaaa |
Penilaian Observasi
No |
Aspek |
Terlihat |
Belum
Terlihat |
1. |
Siswa
mampu mengikuti instruksi guru. |
||
2. |
Siswa
terlibat aktif dalam kegiatan. |
Kunci Jawaban
Rumus keliling segitiga
adalah jumlah ketiga sisi (a+b+c), maka keliling = 5+5+5=15 cm
Rumus keliling persegi
adalah jumlah keempat sisi (a+b+c+d), maka keliling = 5+5+5+5=20 cm.
Rumus luas persegi
adalah sisi x sisi, maka luas = 5×5 = 25 cm
Rumus luas segitiga
adalah (1/2 alas x tinggi), maka = ½ x 6 x 5 = 15 cm
Yang kita lakukan
adalah menempel jagung satu persatu hingga rata.
Pedoman/rubrik penskoran (scoring
rubric)
Sikap
Aspek |
Sangat
baik (4) |
Baik
(3) |
Cukup
(2) |
Perlu
pendampingan (1) |
Mendengarkan
teks cerita narasi yang di sampaikan oleh guru. |
Dapat
mendengarkan teks dengan baik dan benar |
Dapat
mendengarkan teks dengan cukup baik dan benar |
Dapat
mendengarkan teks dengan dibantu guru |
Belum
dapat mendengarkan teks dengan baik dan benar |
Pengetahuan
Skor = Skor yang
diperoleh / skor maksimal x 100% =
Konversi nilai
Konversi
nilai (skala
0-100) |
Predikat |
Klasifikasi |
81-100 |
A |
SB
(sangat baik) |
66-80 |
B |
B
(baik) |
51-65 |
C |
C
(cukup) |
0-50 |
D |
D
(kurang) |
Keterampilan
Aspek |
Sangat
baik (4) |
Baik
(3) |
Cukup
(2) |
Perlu
pendampingan (1) |
Menceritakan
kembali inti teks cerita narasi |
Dapat
menceritakan kembali teks dengan baik dan benar |
Dapat
menceritakan kembali teks dengan cukup baik dan benar |
Dapat
menceritakan kembali teks dengan dibantu guru |
Belum
dapat menceritakan kembali teks dengan baik dan benar |
Menulis
inti teks cerita narasi yang disampaikan guru dalam bentuk tulisan braille. |
Dapat
menulis teks dengan baik dan benar |
Dapat
menulis teks dengan cukup baik dan benar |
Dapat
menulis teks dengan dibantu guru |
Belum
dapat menulis teks dengan baik dan benar |
Berlatih
membuat mozaik timbul. |
Dapat
membuat mozaik dengan baik dan benar |
Dapat
membuat mozaik dengan cukup baik dan benar |
Dapat
membuat mozaikdengan dibantu guru |
Belum
dapat membuat mozaik dengan baik dan benar |
Pedoman penilaian
(termasuk penentuan nilai akhir dan penentuan indikator keberhasilan/KKM)
Indikator keberhasilan:
Keberhasilan yang
ditargetkan guru yakni dengan nilai 70, apabila siswa sudah mencapai maka
indikator keberhasilan tercapai.
Kegiatan pengayaan:
Jika siswa sudah dapat
menceritakan kembali dan menulis teks dengan benar, maka guru dapat memberikan
teks yang lebih banyak.
Jika siswa sudah dapat
menghitung keliling dan luas bangun datar persegi dan segitiga, maka diberikan
tugas dengan panjang sisi yang berbeda.
Jika siswa sudah dapat
membuat mozaik bangun datar dengan baik, maka dapat dilattihkan pada mozaik
dengan pola yang lebih sulit.
Kegiatan remidial:
Jika siswa belum dapat
menceritakan kembali dan menulis teks dengan benar, maka guru dapat memberikan
bimbingan agar lebih baik.
Jika siswa belum dapat
menghitung keliling dan luas bangun datar persegi dan segitiga, maka diberikan
bimbingan melalui latihan-latihan.
Jika siswa belum dapat
membuat mozaik bangun datar dengan baik, maka guru dapat membimbing dengan
bantuan langsung.
BAB
V
BAHAN
AJAR
Media
Pembelajaran bagi Tunanetra
Selain kekhususan metode pengajaran
yang di gunakan oleh anak tunanetra. Mereka pun mempunyai kekhususan dalam
menggunakan media pembelajaran. Karena kondisi penglihtan mereka yang tak
berfungsi, maka media yang di gunakan untuk pengajaran anak tunanetra ialah
media yang dapat dijangkau dengan pendengaran dan perabaannya. Adapun media
tersebut ialah Papan baca (Kenop), Reglette dan Stilus (pena) yaitu alat tulis
manual, Mesintik Braille (Perkins Braille) , Kaset.[1]Media
Pembelajaran yang diterapkan pada anak-anak tunanetra di beberapa Sekolah Luar
Biasa (SLB) meliputi: alat bantu menulis huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin
ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon);
alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat
bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder. Khusus Alat bantu membaca
huruf Braille adalah alat bantu pembelajaran untuk mengenal huruf Braille alat
ini biasa disebut pantule singkatan dari Papan Tulis Braille. Alat ini terdiri
dari paku-paku yang dapat ditempel pada papan sehingga membentuk kombinasi
huruf Braille, seperti laci atau kotak peti, terbuat dari papan dengan
lubang-lubang tempat memasukkan pin-pin logam. Salah satu kelemahan papan tulis
Braillle ada pada pinnya yang terlepas dari papannya, sehingga kerap hilang.
Selain itu, ukurannya yang relatif besar dan terbuat dari papan membuatnya
berat untuk dibawa-bawa.
Macam-Macam
Metode Pengajaran yang Dapat diikuti oleh Tunanetra
Metode-metode pengajaran yang diterapkan dalam
proses belajar mengajar mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga
variasi metode pengajaran bertambah.
Pada dasarnya metode
yang digunakan untuk siswa tunanetra hampir sama dengan siswa normal, hanya
yang membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga
para tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang bisa mereka ikuti
dengan pendengaran ataupun perabaan.
Di bawah ini, ada
beberapa metode yang dapat di laksanakan dengan menggunakan fungsi pendengaran
dan perabaan, tanpa harus menggunakan penglihatan. Adapun metode-metode
tersebut ialah:
a. Metode
Ceramah
Yang dimaksud dengan
metode ceramah ialah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara
penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai.
Zuhairini dkk
mendefinisikan metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan di mana
cara penyampaian pengertian-pengertian materi kepada anak didik dengan jalan
penerangan dan penuturan secara lisan. Untuk penjelasan uraiannya, guru dapat
mempergunakan alat-alat bantu mengajar yang lain, misalnya gambar, peta, denah
dan alat peraga lainnya.
Metode ceramah
dapat diikuti oleh tunanetra karena dalam pelaksanaan metode ini guru
menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan siswa mendengar
penyampaian materi dari guru.
b. Metode
Tanya jawab
Metode tanya jawab
ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid
menjawab atau suatu metode di dalam pendidikan di mana guru bertanya sedangkan
murid menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya.
Menurut Zakiah Daradjat
metode tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan karena
guru dapat memperoleh gambaran sejauhmana murid dapat mengerti dan dapat
mengungkapkan apa yang telah diceramahkan.[7]
Siswa tunanetra mampu
mengikuti pengajaran dengan menggunakan metode tanya jawab, karena metode ini
merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera pendengaran.
c. Metode
Diskusi
Metode diskusi adalah
salah satu alternatif metode yang dapat dipakai oleh seorang guru di kelas dengan
tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa. Seiring
dengan itu metode diskusi berfungsi untuk merangsang murid berfikir atau
mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai persoalan-persolan yang kadang-kadang
tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban atau suatu cara saja, tetapi
memerlukan wawasan atau ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan terbaik atau
alternatif terbaik.
Anak tunanetra dapat
mengikuti kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode diskusi, mereka
dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode
dsikusi, kemampuan daya fikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih
diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera penglihatan
d.
Metode Sorogan
Metode sorogan adalah
metode individual di mana murid mendatangi guru untuk mengkaji suatu kitab dan
guru membimbingnya secara secara langsung. Metode ini dalam sejarah pendidikan
Islam dikenal dengan sistem pendidikan ” Kuttai” sementara di dunia barat
dikenal dengan metode tutorship dan mentoring. Pada prakteknya
si santri diajari dan dibimbing bagaimana cara membacanya, menghafalnya, atau
lebih jauh lagi menerjemahkan atau menafsirkannya, semua itu dilakukan oleh
guru, sementara santri menyimak penuh perhatian dan ngesahi (mensahkan)
dengan memberi catatan pada kitabnya atau mensahkan bahwa ilmu itu telah
diberikan kepadanya.
Metode ini dapat
diikuti oleh anak tunanetra dan inti dari metode ini adalah adanya
bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat
mengetahui langsung sejauhmana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu
materi pelajaran.
e.
Metode Bandongan
Metode bandongan adalah
salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan islam dimana siswa atau santri
tidak menghadap guru atau kyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik
menghadap guru dengan membawa buku atau kitab masing-masing kemudian guru
membacakan, menerjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat dari kitab yang
dipelajarinya, sementara santri secara cermat mengikuti penjelasan yang
diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu. Cara belajar
ini paling banyak dilakukan di pesantren-pesantren tradisional.
Metode bandongan ini
bisa di pergunakan dalam pengajaran kitab atau al-Qur’an dan inti dari metode ini
adalah guru memberikan penjelasan materi kepada anak didik tidak secara
perorangan. Metode ini merupakan kebalikan dari metode sorogan.
Tunanetra dapat
mengikuti metode ini, karena metode ini dapat diikuti dengan tanpa menggunakan
indera penglihatan.
f.
Metode Drill
Metode Drill atau
latihan adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan
latihan secara terus menerus sampai anak didik memiliki ketangkasan yang
diharapkan.
Metode Drill merupakan
salah satu bentuk dari berbagai macam metode yang banyak digunakan oleh para
pendidik dalam proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran tercapai.
Metode ini lebih menitikberatkan kepada keterampilam siswa secara kecakapan
motoris, mental, asosiasi yang dibuat dan sebagainya.
Metode Drill dapat
disebut juga dengan metode latihan atau praktek secara langsung. Anak tunanetra
mampu mengikuti metode ini jika materi yang disampaikan dan media yang
digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran.
BAB
VI
EVALUASI
Evaluasi
terhadap pencapaian hasil belajar pada anak tunanetra, pada dasarnya sama
dengan yang dilakukan terhadap anak awas, namun ada sedikit perbedaan yang
menyangkut materi tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau
pertanyaan yang diberikan kepada anak tunanetra, tidak mengandung unsur-unsur
yang memerlukan persepsi visual. Contohnya jangan menanyakan tentang warna
kepada anak tunanetra karena warna hanya dapat diperoleh melalui persepsi
visual.
a. Soal
yang diberikan kepada anak tunanetra yang tergolong buta, hendaknya dalam
bentuk huruf braille, sedangkan bagi anak low vision dapat
menggunakan huruf biasa yang ukurannya disesuaikan dengan kemampuan
penglihatannya.
b. Anda
harus bersifat objektif dalam mengevaluasi pencapaian prestasi belajar anak
tunanetra atau memberikan penilaian yang sesuai dengan kemampuan.
c. Waktu
pelaksanaan tes bagi anak tunanetra, hendaknya lebih lama dibandingkan dengan
pelaksanaan tes untuk anak awas
d. Mempergunakan
Prinsip-prinsip Metoda Khusus
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak dengan gangguan
penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihataan
sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan khusus dalam pendidikan
maupun kehidupannya.
Karakteristik anak
tunanetra:
Ciri-ciri
fisik:
- Kurang
melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
- Kesulitan
mengambil benda kecil didekatnya.
- Tidak
dapat menulis mengikuti garis lurus.
- Sering
meraba-raba dan tersandung waktu berjalan,
- Bagian
bola mata yang hitam berwarna keruh.
- Tidak
mampu melihat.
- Mata
bergoyang terus
Intelektual
Intelektual atau
kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas.
Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah.
Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi
dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih,
gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya
Sosial
- Menutup diri
- Perasaan mudah
tersinggung
- Curiga terhadap orang
lain
- Mengenal orang lewat
suara/rabaan
- Antisipasi terhadap
orang yang pernah mengecewakannya
Kurikulum, strategi
pembelajaran dan evaluasi pembelajaran yang ada di YKAB sama dengan sekolah umum,
hanya memerlukan modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
peserta didik.
Evaluasi pembelajaran
hampir sama dengan sekolah normal hanya saja saat Ujian menggunakan huruf
Braile.
B.
Saran
Untuk meningkatkan proses pembelajaran
yang optimal di Sekolah Khusus Negeri 02 Kota Serang, sarana dan prasarana
untuk menunjang proses pembelajaran perlu ditingkatkan terutama alat peraga
bagi tunanetra. Selain itu perlunya penambahan jumlah tenaga pendidik khususnya
untuk guru mengajar siswa tunanetra, agar kegiatan pembelajaran berjalan lebih
efektif.
LAMPIRAN
FOTO
: Metode Pengajaran Sekolah Anak Tunarungu
Lego
Braille, Permainan Sekaligus Sarana Belajar Anak Tunanetra
Comments
Post a Comment