MAKALAH GERAKAN ASAAT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang
luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah
tentang “Gerakan Asaat”
Sekaligus pula penyusun menyampaikan rasa terimakasih yang
sebanyak-banyaknya untuk guru yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami
guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Selain itu saya juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penyusun
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat direvisi dan tulis di
masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi penyusun menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir saya berharap makalah sederhana ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Saya pun
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah kami terdapat
perkataan yang tidak berkenan di hati.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
ii
BAB
I PEDAHULUAN
identifikasi
Masalah ………………………………………………………………..
1
Rumusan Masalah ……………………………………………………………….
1
BAB
II PEMBAHASAN
Biografi Mr. Asaat …………….………………………………………………
2
Pemikiran dan Tindakan Mr. Assaat dalam Sejarah Indonesia ………………… 3
Gerakan Assaat ………………………………………………………………………
6
Menolak Demokrasi Terpimpin ………………………………………………………7
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan ……………………………………………………………………….
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Identifikasi
Masalah
Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak serta merta menjadi
akhir dari segala perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai negara yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur seperti yang terkutip dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Agresi
militer Belanda II pada tahun 1948 yang berujung pada Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag adalah salah satu gambaran, bahwa bangsa Indonesia masih
memerlukan perjuangan untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita selama ini.
Pada saat
Agresi Militer Belanda II, Dwitunggal, Soekarno-Hatta dan beberapa pimpinan
lainnya diasingkan, maka karena ditakutkan akan adanya kekosongan kekuasaan di
pemerintahan, Soekarno memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk
membuat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Dan setelah berakhirnya
pengasingan maka berakhir pula PDRI.
Selanjutnya,
hasil dari KMB yang menyatakan bahwa bentuk negara dari Indonesia berubah
menjadi serikat, yakni Republik Indonesia Serikat (RIS), dan Soekarno-Hatta
diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden RIS, maka lagi-lagi posisi
Presiden Republik Indonesia yang saat itu merupakan salah satu negara bagian
dari RIS akan menjadi kosong. Maka saat itu diangkatlah Mr. Assaat Datuk Mudo
menjadi ActingPresiden Republik Indonesia. Dan setelah Indonesia
berubah lagi menjadi NKRI, berakhir pula jabatan yang dipegang Mr. Assaat.
Kedua tokoh
yang menjadi pejabat Presiden walau bersifat sementara, dewasa ini banyak yang
tidak menganggap dan tidak mengetahui perjuangan keduanya. Bahkan ada yang
sengaja seolah melupakan jasa kedua tokoh tersebut. Maka, makalah ini mencoba
untuk membahas mengenai biografi, pemikiran dan tindakan Mr. Assaat khususnya
dalam perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan secara ringkas.
B. Rumusan Masalah
1. Biografi
singkat Mr. Assaat.
2. Pemikiran
dan Tindakan Mr. Assaat dalam sejarah perjuangan Indonesia.
3. Menolak
Demokrasi Terpimpin dan bergabung dengan PRRI/Permesta.
4. Gerakan Assat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Singkat Mr. Assaat
Mr.
Assaat, lahir di
Dusun Pincuran Landai, Kubang Putiah, Banuhampu, Agam,Sumatera Barat pada
tanggal 18
September 1904 dan meninggal di Jakarta, 16
Juni 1976pada usia 71 tahun. Mr. Assaat
adalah seorang
politisi, pejuang kemerdekaan Indonesia, dan
pemangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia. Beliau merupakan
anak dari seorang penghulu (datuk), sehingga Mr. Assaat memiliki gelar “Datuk
Mudo”. Mr. Assaat menikah dengan Roesiah di Rumah Gadang Kapalo Koto pada
tanggal 12
Juni1949.
Mr. Assaat
mengawali pendidikan di sekolah agama Adabiah, dan melanjutkan ke MULO Padang.
Lalu ke School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) Jakarta. Namun,
karena merasa tidak cocok menjadi seorang dokter, Mr. Assaat keluar dan
melanjutkan ke AMS (SMA). Dari AMS, Mr. Assaat meneruskan studinya ke Rechts
Hoge School (RHS), yakni sekolah tinggi hukum yang ada di Jakarta. Saat di RHS,
Mr. Assaat aktif di berbagai gerakan pemuda seperti Jong Sumatranen Bond, Perhimpunan
Pemuda Indonesia, dan Indonesia Muda. Mr. Assaat pun ikut aktif dalam gerakan
politik, yaitu dengan Partindo (Partai Indonesia). Di Perhimpunan Pemuda
Indonesia, Mr. Assat pernah menduduki jabatan sebagai anggota Pengurus Besar,
dan ketika Perhimpunan Pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia
Muda, Mr. Assaat terpilih menjadi Bendahara Komisaris Besar Indonesia Muda.
Sedangkan di Partindo Mr. Assaat bergabung bersama dengan Adnan Kapau Gani,
Adam Malik, Amir Syarifuddin, dan sebagainya.
Kemudian
karena keaktifannya dalam gerakan politik, Mr. Assaat tidak diluluskan di RHS
meskipun sudah beberapa kali ikut ujian. Tersinggung dengan hal tersebut, Mr.
Assaat memutuskan untuk berhenti dari RHS dan belajar di Universitas Leiden,
Belanda. Di sana beliau mendapat gelar Mr. (Meester in de Rechten) atau
Sarjana Hukum.
Sekembalinya
ke Indonesia pada 1939, karena sikap politik yang non kooperatif, Mr. Assaat
tidak ingin bekerja sama dengan Belanda, maka Mr. Assaat lebih memilih menjadi
advokat (pengacara). Selain itu, Mr. Assaat juga berkecimpung dalam dunia
perbankan sebagai anggota direksi NV Centrale Hulpspaar en
Hypnotheekbank (Bank Tabungan Kredit Pusat) sampai masuknya tentara
Jepang di Indonesia.
Ketika
Indonesia pada masa penjajahan Jepang, Mr. Assaat pernah mulai ikut dalam
pemerintahan. Di antaranya Mr. Assaat pernah menjadi camat Gambir, dan Wedana
atau lurah Mangga Besar di Jakarta. Mr. Assaat pun pernah menjadi ketua Perwabi
(Persatuan Warung Bangsa Indonesia).
Mr. Assaat
adalah seorang yang religius, dan menghargai waktu. Meski bukan ahli pidato, tidak suka
banyak bicara, tetapi segala pekerjaan dapat diselesaikannya dengan baik, dan semua rahasia negara dipegang
teguh. Mr. Assaat juga merupakan seorang yang tenang dalam
menghadapi persoalan-persoalan. Menurut pengakuan dari anaknya, Lucy Assaat
Bachtiar, ia mengatakan bahwa Mr. Assaat adalah seorang pendiam dan
sederhana, lembut dan tidak bersuara keras kepada keluarga, dan jika mengambil
keputusan, pasti keputusan tersebut sudah dipertimbangkan dengan matang.
Mr. Assaat
pernah memegang beberapa jabatan penting, seperti Ketua Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) dengan Badan Pekerjanya, Pejabat Presiden Republik
Indonesia yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) di Yogyakarta
(Desember 1949 - Agustus 1950), Anggota Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) dan
Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Natsir.
B. Pemikiran dan Tindakan
Mr. Assaat dalam Sejarah Perjuangan Indonesia
Mr. Assaat
berperan penting dalam pemerintahan dan perjuangan Indonesia pada masa
revolusi. Untuk sedikit lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut :
1. Sebagai Ketua
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Pekerja KNIP
KNIP adalah
sebuah badan pembantu Presiden yang dibentuk, dilantik dan mulai bertugas sejak
tanggal 29 Agustus 1945 sampai Februari 1950, diketuai oleh Mr. Kasman
Singodimedjo. Sedangkan Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) dibentuk tanggal 16
Oktober 1945, diketuai oleh Sutan Sjahrir dengan sekretaris Soepeno yang
beranggotakan 28 orang. Pembentukan BP-KNIP ini disebabkan keadaan yang genting
pada saat itu, sehingga untuk pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan oleh Badan
Pekerja KNIP.
Pada masa revolusi KNIP dan
BP-KNIP, berkedudukan
awal di Jakarta, dengan tempat bersidang di bekas Gedung Komedi (kini Gedung Kesenian Jakarta) di Pasar Baru dan di gedung Palang Merah Indonesia di jalan Kramat Raya. Kemudian berpindah ke Yogyakarta. Setelah
itu pindah
ke Purworejo, Jawa Tengah. Sampai saat situasi Purworejo
dianggap kurang aman untuk kedua kalinya kembali berpindah ke Yogyakarta sampai
akhirnya dibubarkan.
Mr. Assaat menjadi ketua BP-KNIP,
ketika Soepeno yang telah menjadi ketua menggantikan Sutan Sjahrir yang
diangkat menjadi perdana menteri, diangkat menjadi Menteri Pembangunan dan
Pemuda pada tanggal 28 Januari 1948. Selain itu,
Mr. Assaat menjabat sebagai ketua KNIP yang kedua dan terakhir sampai KNIP
dibubarkan. KNIP sendiri menjadi cikal bakal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) karena memiliki fungsi legislatif dan
ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini tertuang
dalam Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada 17 Oktober 1945.
KNIP ketika
di bawah kepemimpinan Mr. Assaat, meratifikasi Perjanjian Linggajati, sebuah
perjanjian internasional antara delegasi Indonesia yang diketuai oleh Perdana
Menteri Sutan Sjahrir dengan delegasi Belanda yang diketuai Schermerhorn, dalam
sebuah sidang yang berlangsung di Malang. Sebelum meratifkasi, perjanjian
tersebut tidak mendapat sambutan baik dari pihak Indonesia maupun pihak Belanda.
Di pihak Indonesia, di antaranya penolakan ada dari Partai Masyumi dan Partai
Nasional Indonesia (PNI) karena perjanjian tersebut dianggap merugikan, dan
menjadi bukti lemahnya pemerintahan Indonesia, juga Partai Masyumi tidak yakin
Belanda akan patuh terhadap perjanjian tersebut. Untuk menyelesaikan
permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, di
mana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusatagar
pemerintah mendapat suara untuk mendukung Perjanjian Linggajati. Akhirnya
dengan Peraturan Presiden tersebut dan karena ketenangan dan wibawa Mr. Assaat
memimpin sidang, KNIP meratifikasi Perjanjian Linggarjati pada 25 Februari 1947
dan satu bulan kemudian perjanjian tersebut ditandatangani oleh Pemerintah
Indonesia dan Pemerintah Belanda di Istana Gambir Jakarta. Meskipun
pada akhirnya Belanda melanggar perjanjian tersebut, namun dari Perjanjian
Linggajati ini secara de facto esksistensi Indonesia diakui
oleh dunia Internasional.
Dalam Agresi Militer Belanda II, Mr.
Assaat ikut diasingkan bersama dengan Dwitunggal, Soekarno-Hatta. Namun setelah
terjadinya perjanjian Roem-Royen akhirnya mereka dibebaskan.
Selain meratifikasi Perjanjian
Linggajati, Mr. Assaat juga berperan dalam meratifikasi Perjanjian Roem-Royem
pada 25 Juli 1949, dan persetujuan Konferensi Meja Bundar pada sidang KNIP yang
berlangsung 7-15 Desember 1949.
2. Sebagai Acting Presiden
Republik Indonesia
Setelah disahkannya persetujuan
Konferensi Meja Bundar pada sidang pleno KNIP, maka pada tanggal 16 Desember
dilangsungkan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat di gedung
Kepatihann Yogyakarta oleh wakil-wakil 16 negara bagian dan pilihan jatuh
kepada Soekarno.
Sesuai persetujuan KMB bahwa
penyerahan kedaulatan paling lambat akan dilaksanakan pada 30 Desember. Terkait
itu, delegasi yang diketuai oleh Moh. Hatta berangkat ke Belanda pada 23
Desember. Sedangkan di Indonesia sendiri, dibentuk delegasi yang diketuai oleh
Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk serah-terima dari pemerintahan
Hindia-Belanda di Jakarta. Maka pada tanggal 27 Desember terjadi persitiwa
besar dalam sejarah Indonesia, yaitu penyerahan kedaulatan dari pemerintahan
Belanda ke RIS di Amsterdam, penyerahan pemerintahan dari Hindia-Belanda ke RIS
di Jakarta dan penerimaan Republik Indonesia ke dalam RIS dari acting Presiden
Republik Indonesia, Mr. Assaat.
Mr. Assaat menjabat sebagai Presiden
Republik Indonesia, sebagai negara bagian dari RIS, selama kurang lebih 9
bulan. Masa jabatan yang singkat bukan berarti tidak ada peran dan jasa dari
Mr. Assaat. Dapat dikatakan bahwa dengan diangkatnya Mr. Assaat menjadi
Presiden RI itu sendiri merupakan peran dan jasa yang sangat besar. Karena jika
tidak, maka akan ada masa kekosongan kekuasaan (vacuum of power) dalam
sejarah Indonesia. Sedangkan adanya kekuasaan merupakan syarat utama untuk
diakui sebagai negara.
Mr. Assaat terkenal dengan
kesederhanaanya. Ketika itu Mr. Assaat tidak mau dipanggil dengan “Paduka Yang
Mulia”, dan memilih untuk dipanggil “saudaraActing Presiden”.
Panggilan ini memang canggung, sehingga Mr. Assaat mengatakan “panggil saja
saya Bung Presiden”. Selain itu, Mr. Assaat pernah bersikeras untuk melakukan perjalanan
dengan sepeda walaupun telah disiapkan mobil kepresidenan.
Peran dan jasa yang paling besar,
jika boleh dikatakan, Mr. Assaat ketika menjadi Presiden adalah penandatangan
statuta pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta. Dan menjelang
pulihnya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), muncul pendapat
yang ingin memindahkan Universitas Gadjah Mada ke Jakarta. Namun Mr.
Assaat teguh pada pendapat agar Universitas GadjahMada tetap
di Yogyakarta. Untuk memperkuat pendapatnya itu, Mr. Assaat
membawanya ke
dalam sidang Kabinet Halim. Sehari menjelang deklarasi kembali ke NKRI,
keluarlah Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1950 tertanggal 14 Agustus 1950
yang mengatur keberadaan Universitas Gadjah Mada. Maka, untuk Yogyakarta, itulah
warisan Mr. Assaat yang tidak ternilai harganya. Tanpa campur
tangan Mr. Assaat, sangat boleh jadi Yogyakarta tidak lagi memiliki
Universitas Gadjah Mada.
Ketika NKRI
kembali pulih, maka berakhirlah jabatan Mr. Assaat sebagai Presiden Republik
Indonesia, dan ibukota kembali ke Jakarta. Setelah itu Mr. Assaat sempat
menjadi anggota parlemen, kemudian menjabat Menteri Dalam Negeri pada Kabinet
Natsir, dan selanjutnya kembali menjadi anggota parlemen.
C.
GERAKAN ASAAT
GERAKAN ASAAT adalah salah satu
usaha yang dilakukan pemerintah untuk menguatkan ekonomi nasional yakni
memperkuat kelas ekonomi menengah PRIBUMI yang umumnya bermodal lemah dengan
cara memberikan perlindungan khusus terhadap segala aktifitas usaha pada bidang
perekonomian termasuk dalam hal persaingan dengan pengusaha asing (secara umum)
dan persaingan dengan warga keturunan Cina (secara khusus).
Gerakan Asaat ini didukung penuh
pemerintah. Salah satu buktinya adalah pernyataan resmi pada Oktober tahun 1956
yang menegaskan bahwa pemerintah akan memberikan lisensi khusus untuk para
pengusaha Pribumi.
Sayangnya kebijakan ini memicu
reaksi negatif yakni munculnya kalangan yang membenci keturunan Cina. Kebencian
ini bahkan berujung pada permusuhan serta pengrusakan aset masyarakat keturunan
Cina.
Selain dari
uraian di atas, ada pula beberapa pemikiran dan tindakan Mr. Assaat, seperti di
antaranya :
1. Mencetuskan
gagasan wawasan nusantara yang kemudian dikonkritkan menjadi kesepakatan
internasional “Deklarasi Djuanda”. Deklarasi ini diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan
Indonesia. Hal ini memperkokoh eksistensi NKRI yang terdiri
dari ribuan pulau. Hari Deklarasi Djuanda, yakni 13 Desember, pada masa
Presiden Abdurrahman Wahid dicanangkan sebagai “Hari Nusantara” dan pada masa
Presiden Megawati dengan
menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001 tentang Hari
Nusantara, maka tanggal
13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional tidak libur.
2. Menentang
penghapusan BNI selama perundingan KMB, dan menjadikanJavashebank sebagai
bank sirkulasi.
3. Mencetuskan
gagasan larangan warga negara asing (cina) berdiam di pedesaan dan kota-kota
kecamatan yang dikenal sebagai P.P. 10/1959.
4. Pada tahun
1955, Mr. Assaat bersama dengan Dr. Soekiman Wiryosandjoyo dan Wilopo diangkat
sebagai formatur cabinet. Kemudian mereka mencalonkan Bung Hatta sebagai
Perdana Menteri, namun hal tersebut gagal karena ditolak oleh parlemen.
D. Menolak
Demokrasi Terpimpin dan Bergabung dengan PRRI/Permesta
Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Permesta (Perjuangan Semesta)
merupakan salah satu gerakan pertentangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Gerakan ini dideklarasikan pada 15 Februari 1958 di Padang, Sumatera Barat.
Gerakan ini berawal reuni eks Divisi Banteng pada 21-24 November 1956. Dalam
reuni ini awalnya dibicarakan mengenai nasib para bekas pejuang tetapi kemudian
meluas ke masalah-masalah nasional. Kemudian di Medan pun didirikan pula Dewan
Gajah, namun keadaan yang tidak mendukung membuat Dewan Gajah ini melemah.
Sedangkan di Palembang diselenggarakan Kongres Adat pada bulan Oktober, yang
dilanjutkan dengan Kongres Adat Sumatera Selatan pada 15-17 Januari 1957 dengan
menghasilkan Piagam Perjuangan Sumatera Selatan dan Dewan Garuda.
Pendirian
ketiga dewan ini memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu pulihnya Dwitunggal
merupakan tuntutan politik untuk mengatasi kemelut pimpinan nasional dan
otonomi daerah dituntut sebagai langkah realisasi pembangunan.[14] Namun perjalanan ketiga dewan ini
yang terkempul menjadi Dewan Perjuangan (sebelum deklarasi menjadi PRRI) selalu
dihambat oleh PKI.
Ketika
Presiden Soekarno menjalankan Demokrasi Terpimpin, Mr. Assaat sebagai
seorang demokrat dan orang Islam menentangnya. Secara pribadi Mr. Assaat
menghormati Presiden Soekarno tetapi menentang sikap politiknya yang
seolah-olah condong kepada PKI. Selain itu Demokrasi Terpimpin adalah
kediktatoran terselebung. Akhirnya karena merasa dikekang, ditekan, dan
diawasi intel
serta PKI dan suasana di Jakarta makin tidak kondusif, Mr. Assaat
meninggalkan Jakarta menuju Padang dan akhirnya ikut bergabung dengan Dewan
Perjuangan. Kemudian di PRRI atau Dewan Perjuangan, Mr. Assaat diberi kedudukan
sebagai Menteri Dalam Negeri yang sebelumnya dipegang oleh Kol. Dahlan Djambek.
Perang
gerilya mulai dilancarkan pada Maret 1958 dan sebenarnya dapat berkepanjangan,
karena saat itu PRRI mendapat bantuan rakyat dalam bentuk pasukan dan makanan
yang cukup memadai. Namun akhirnya PRRI menghentikan perlawanan pada 1961 yang
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti di antaranya jika mereka terus-menerus
melawan, maka PKI akan mampu mengambil keuntungan karena keadaan negara yang
lemah. Selain itu, dari pihak TNI-AD pun timbul upaya untuk menghentikan
perlawanan. Dan setelah itu Mr. Assaat dan beserta pimpinan lain dari PRRI
dikarantina, dan baru dibebaskan pada masa Orde Baru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mr. Assaat
semasa hidupnya, memiliki peranan penting dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia. Pada masa revolusi, Mr. Assaat pernah menjabat sebagai ketua dari
KNIP merangkap Badan Pekerjanya. Kemudian setelah disetujuinya Konferensi Meja
Bundar, Mr. Assaat diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia yang termasuk
dari Republik Indonesia Serikat.
APA :
Gerakan Asaat
adalah sebuah program ekonomi pemerintah Indonesia
tahun 1950an yang
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pengusaha pribumi.
KAPAN :
TAHUN 1950-an.
DIMANA :
Di Indonesia.
SIAPA :
pengusaha asing dan warga keturuan
Cina
MENGAPA :
Adanya Gerakan Asaat memberikan perlindungan khusus bagi warga negara
Indonesia Asli dalam segala aktivitas usaha di bidang perekonomian dari persaingan
dengan pengusaha asing pad aumumnya dan warga keturuan Cina pada khususnya.
BAGAIMANA :
Kebijakan pemerintah ini memunculkan reaksi
negatif yaitu muncul golongan yang membenci kalangan Cina. Bahkan reaksi ini
sampai menimbulkan permusuhan dan pengrusakan terhadap toko-toko dan harta
benda milik masyarakat Cina serta munculnya perkelahian antara masyarakat Cina
dan masyarakat pribumi.
Comments
Post a Comment