MAKALAH SUKU TORAJA
BAB I
PENDAHULAUAN
1. LATAR BELAKANG
Setiap bangsa dimanapun berada memiliki kebudayaan. Kebudayaan ialah berkat akal budi manusia yang di pergunakan untuk memenuhi kehidupan jasmani dan rohaninya. Kebudayaan mencakup kelompok ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan sebagainya, dan komplek aktivitas, yaitu keadaan berpola dari masyarakat dalam masyarakat, serta benda-benda hasil karya manusia.
Dasar segi politis, Indonesia adalah suatu yang utuh. Akan tetapi dari dalam keanekaragaman budayanya secara jujur diakui masih terdapat jarak komunikasi di antara kelompok etnis, hal yang sering menimbulkan konflik budaya pada seorang yang bergerak dari satu kelompok etnis yang lain. Konflik budaya tersebut acap kali bertaraf nasional. Oleh karena itu, kita harus mampu mengenal dan menyadari adalah masalah semacam ini, memiliki wawasan yang luas tentang soal-soal, kebudayaan, sehinga sanggup dan mampu memegang peranan dalam usaha-usaha pembangunan moderenisasi.
Selain daripada itu, dengan mempertahankan dan membentuk serta memupuk kepribadina bangsa, kita ingin mewujudkan cita-cita, yakni: membangun masyarakat yang modern yang sanggup menggunakana teknologi modern tanpa kehilangan kepribadian bangsa sendiri.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kebudayaan?
2. bagimana menganalisis konsep kebudayaan Toraja?
3. Menjelaskan megenai Ekonomi masyarakat Tana Toraja?
3. BATASAN MASALAH
Makalah ini dibuat hanya membahas tentang suku toraja dari mulai letak geografis sampai kebudayaan suku toraja.
3. TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan menambah wawasan tentang hubungan dan pengaruh kebudayaan dengan manusia serta makna nilai – nilai luhur budaya spiritual bangsa yang terdapat dalam kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai bagian kebudayaan bangsa,terutama mengenai Budaya dari Sulawesi Selatan, yaitu Tana Toraja.
BAB
II
PEMBAHASAN
a. LETAK WILAYAH
Suku
Toraja mendiami wilayah bagian utara jazirah Sulawesi Selatan yang berbatasan
langsung dengan Sulawesi Tengah. Daerah Tana Toraja berbatasan dengan Kabupaten
Luwu di sebelah Timur, Kabupaten Enrekang bagian Selatan, sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Polewali, dan bagian utara berbetasan Propinsi
Sulawesi Tengah.
Secara administratif mereka bermukim di daerah Kabupaten Endrekang, daerah
Suppiran di kabupaten Pinrang, Mamasa di kabupaten Polewali-Mamasa, daerah
galumpang dan Makki di kabupaten Mamuju sedangkan daerah inti pemukiman mereka
adalah Kabupaten Tana Toraja.
Letak daerah Tana Toraja terbentang mulai dari KM 280 sampai dengan 355 Km dari
ibu kota propinsi sulawesi selatan, Makassar. Luas wilayah Tana Toraja adalah
3.205,77 KM atau sekitar 5% dari luas Propinsi Sulawesi Selatan terletak antara
119-120 derajat BT dan 02-03derajat LS. Kondisi topdaerah ini terdiri atas
pegunungan kurang lebih 40% dataran tinggi kurang lebih 20% dsataran rendah
kurang lebih 38%, rawa-rawa dan sungai kurang lebih 2%. Tana Toraja berada di
atas ketinggian antara 600m - 2800 m dari permukaan
b.
CIRI BAHASA, MATA PENCAHARIAN DAN SISTEM RELIGI
·
Mata Pencaharian Suku Toraja
Mata Pencaharian Masyarkat Ini Pada
Dasarnya Ialah Bercocok Tanam Padi Disawah Dan Sedikit Di Ladang. Selain Padi
Mereka Juga Menanam Jagung, Sayur-Sayuran, Singkong, Ubi Jalar, Kopi, Cengkeh,
Kelapa Dan Markisa. Pada Masa Lalu Daerah Toraja Terkenal Sebagai Penghasil
Kopi Yang Bagus. Peternakan Khususnya Kerbau Dan Babi Yang Diperlukan Untuk
Melengkapi Upacara-Upacara Keagamaan Mereka, Untuk Makanan Sehari-Hari Mereka
Memelihara Ikan Di Kolam Beternak Ayam Dan Itik.
·
Agama & Kepercayaan Suku
Toraja
Sebelum Memeluk Agama Islam Atau
Kristen, Orang Toraja Menganut Sistem Kepercayaan Yang Disebut Aluk To Dolo
Yakni Kepercayaan Lama Yang Terpusat Kepada Tiga Aspek.
- Pertama Pemujaan Kepada Tokoh
Pencipta Yang Disebut Puang Matua.
- Kedua Pemujaan Kepada
Deata-Deata “Dewa-Dewa Pemelihara”.
- Ketiga Pemujaan Roh-Roh Kakek
Moyang Yang Disebut Tomebali Puang Yang Dianggap Memberi Berkah Dan
Pelindung Kepada Keturunannya.
·
Bahasa Toraja
adalah bahasa yang
digunakan oleh suku Toraja yang tersebar di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten
Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Bahasa Toraja masih memiliki beberapa
dialek di daerah Kabupaten Tana Toraja, yang dibagi atas tiga dialek, yaitu
dialek Makale-Rantepao, dialek Saluputti-Bonggakaradeng, dan dialek
Sillanan-Gandangbatu.
Beberapa dialek
yang terdapat di Toraja,
§ Kalumpang, terdiri dari 4 dialek:
Karataun, Mablei, Mangki (E'da), Bone Hau (Ta'da).
§ Mamasa, terdiri dari 7 dialek:
Mamasa Utara, Mamasa tengah, Pattae' (Mamasa Selatan, Patta' Binuang, Binuang,
Tae', Binuang-Paki-Batetanga-Anteapi)
§ Ta'e rob, terdiri dari 4 dialek:
Rongkong, Luwu Timur Laut, Luwu Selatan, Bua.
§ Talondo', hanya 1 dialek
§ Toala', terdiri dari 2 dialek:
Toala' dan Palili'.
§ Torajan-Sa'dan, terdiri dari 4
dialek: Makale (Tallulembangna), Rantepao (Kesu'), Toraja Barat (Toraja Barat,
Mappa-Pana).
c.
PENGARUH KONDISI GEOGRAFIS PADA KERAGAMAN BUDAYA DAN
PENGARUH IKLIM
Indonesia merupakan negara yang sangat luas yang terdiri dari kepulauan. Setiap pulau dibatasi oleh lautan di sekelilingnya. Di samping itu, Indonesia juga merupakan negara vulkanis dengan banyak pegunungan, baik gunung berapi ataupun yang bukan berapi. Karena kedua faktor tadi, maka di Indonesia terjadi isolasi geografi . Isolasi geografi adalah pembatasan suatu daerah oleh karena keadaan alam, yaitu laut dan gunung.
Isolasi akibat laut menyebabkan munculnya hambatan dalam melakukan hubungan diantara masing-masing pulau, walaupun tidak sama sekali terputus. Masing-masing pulau kemudian berkembang sesuai dengan alam yang ada di sekitar daerahnya. Oleh karena itu, antara satu pulau dengan pulau lain mempunyai suku bangsa yang berbeda kebudayaannya. Contohnya antara pulau Kalimantan dengan pulau Sulawesi mempunyai suku bangsa dengan budaya yang berbeda-beda. Di Kalimantan terdapat suku bangsa dominan,yaitu suku Dayak. Sedangkan di Sulawesi terdapat banyak suku bangsa yang berbeda tanpa ada dominasi. Begitu pula antara pulau Jawa dengan pulau Bali yang dipisahkan oleh selat Bali. Walaupun dalam sejarah tercatat bahwa suku bangsa Bali berasal dari suku bangsa Jawa, tetapi dalam perkembangan budayaanya diantara kedua suku bangsa tersebut memiliki perbedaan.
Isolasi akibat gunung yang tinggi, sehingga menghambat hubungan antara satu daerah dengan daerah lain. Dalam satu pulau terdapat banyak suku bangsa karena adanya hambatan geografi yang berupa pegunungan.Pada dasarnya ada budaya yang masih sama, tetapi dapat pula terjadi perbedaan yang menyolok antara suku bangsa satu dengan suku bangsa lain dalam satu pulau. Contohnya di pulau Jawa terdapat suku bangsa Sunda dan Jawa. Kedua suku tersebut mempunyai kebudayaan yang berbeda, walaupun tetap ada beberapa bagian budaya yang masih sama.
Faktor Iklim
Berdasarkan pembagian iklim matahari, iklim di Indonesia secara umum adalah berupa iklim tropis yang panas. Iklim yang ada di suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lain, hal ini dinamakan dengan iklim setempat. Faktor iklim setempat dapat menyebabkan perbedaan tata cara hidup masyarakat. Hal ini memengaruhi pula pola perilaku masyarakatnya.
Daerah yang mempunyai iklim yang panas dengan banyak sinar matahari dan curah hujannya akan menjadi daerah yang subur. Karena itu, masyarakat pada daerah seperti itu pola hidup dan mata pencahariannya adalah menjadi petani. Daerah-daerah pertanian pada umumnya terdapat di daerah dataran rendah. Banyak suku bangsa di Indonesia yang hidup di daerah dataran rendah dengan mata pencaharian utama sebagai petani. Oleh sebab itu, negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris.
Sedangkan pada daerah yang berupa dataran tinggi dengan karakteristik seperti itu akan berkembang masyarakat yang hidup dengan berkebun. Masyarakat yang memiliki pola hidup petani misalnya pada suku Sunda, Jawa, dan Melayu yang pada umumnya berada di wilayah Indonesia bagian barat dan beberapa di daerah bagian tengah.
Daerah dengan iklim panas tetapi sedikit turun hujan menyebabkan daerah tersebut kurang subur. Daerah ini banyak ditumbuhi semak belukar dan rumput, sehingga menjadi daerah padang rumput yang luas. Masyarakat yang tinggal di daerah seperti ini kemudian berkembang dengan pola hidup sebagai peternak. Mata pencaharian sebagai peternak menjadi pilihan utama karena alam mendukung usaha tersebut. Kondisi masyarakat seperti ini misalnya terjadi pada suku bangsa-suku bangsa di wilayah Nusa Tenggara, seperti Flores, Ende, Timor, Sumbawa, dan sebagainya.
Daerah yang beriklim panas di pinggir-pinggir pantai menyebabkan masyarakatnya menjadi nelayan yang mengembangkan budaya menangkap ikan. Pola hidup sebagai nelayan tentu berbeda dengan pola hidup masyarakat yang mengolah tanah. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di pantai hidup dengan budaya nelayan.
d.
BENTUK KEARIFAN LOKAL DALAM BUDAYA TORAJA
·
PERTANIAN
Menyebut Toraja, maka yang terbayang adalah rumah adat Tongkonan, pesta rambu solo atau tengkorak di kuburan batu. Padahal, dalam bidang agriculture, Toraja juga punya potensi yang besar nan indah. Mulai dari hutan-hutan lebat yang masih perawan, ragam buah sayuran, tanaman pangan, juga perkebunan. Jadi selain wisata budaya, juga bisa beragrowisata.
Mari kita turun ke sawah. Lahan pertanian di Toraja terbilang cukup unik, dari kondisi geografisnya yang berbukit bergunung, membuat tata letak persawahan bertingkattingkat atau terasering, yang khalayak umum kenal dengan kata sengkedan. Sangat berbeda dengan lahan sawah di Sulawesi Selatan kebanyakan yang terhampar luas.
Dengan kondisi berbukit bergunung, sulit membangun saluran irigasi, tak ada pengairan teknis. Namun bukan masalah, menadah air hujan pun dilakukan, alam telah menyiapkan segalanya. Sedikit melangkah, entah di pinggir, sudut atau di tengah sawah, ada lingkaran atau segiempat kecil yang tak ditanami padi. Itulah mina padi.
Mina padi adalah teknik budidaya padi dan ikan yang dilakukan bersama di sawah. Kenapa mina padi? Boleh jadi karena wilayah Toraja berada di ketinggian yang dikelilingi pegunungan dan jauh dari laut. Maka membudidayakan ikan di sawah menjadi pilihan. Jenis ikan yang dibudidayakan di sini adalah ikan mas, tapi jika intensitas hujan tinggi maka terkadang dijumpai ikan gabus.
Kolam yang dalam bahasa setempat disebut kurungan berjumlah dua sampai empat per hektar, berdiameter 1 sampai 2 meter, dengan kedalaman lebih kurang semeter. Bibit ikan mulai dimasukkan ke kurungan sekira 15-30 HST (hari setelah tanam). Ketika bibit ikan turun di kurungan maka akan tampak mengambang karena pada saat dipindah tidak menggunakan air.
·
PEMANFAATAN SUMBER DAYA
Kabupaten
Toraja Utara sebagai sebuah kabupaten hasil pemekaran yang menyimpan banyak
potensi yang dapat dikembangkan untuk kemajuan daerah dan peningkatan
kesejahteraan warganya. Beberapa di antaranya adalah di sektor pertanian
seperti kopi arabika dan kopi robusta, di mana Toraja Utara memiliki lahan yang
luas dan sangat cocok untuk pengembangan komoditas ini. Selain itu, daerah
Toraja Utara juga sangat cocok untuk tanaman kakao (cokelat). Selain di sektor
pertanian, Toraja Utara juga memiliki potensi di sektor pertambangan. Di daerah
Talimbangan, Kecamatan Buntu Pepasan, Toraja Utara misalnya, terdapat deposit
mineral yang sempat dikelola namun mengalami banyak kendala dan penolakan.
Toraja Utara juga memiliki cadangan emas walaupun belum dieksploitasi. Untuk
sektor pariwisata, Toraja Utara juga tetap menjadi pesona terutama di Sulawesi
Selatan. Di Toraja Utara terdapat banyak obyek wisata yang selalu menyedot
kunjungan wisatawan baik domestik maupun manca negara Potensi-potensi ini
sebenarnya jika dikelola dengan baik dan serius akan memberikan manfaat yang
luar biasa bagi kemajuan Toraja Utara dan bisa meningkatkan taraf hidup
masyarakat di sana. Namun sangat disayangkan pengelolaan seringkali terbentur
dengan masalah Sumber Daya Manusia (SDM), dana, dan juga dukungan dari
masyarakat. "Pariwisata Toraja Utara cukup bisa diandalkan. Beberapa masa
yang lalu, Toraja Utara pernah masuk 10 besar. Tapi karena dukungan kurang,
airport kurang memadai untuk pesawat besar jadi kita hanya berada di luar
urutan 10 besar," ungkap Kalatiku. Harapan Kalatiku yang terbesar saat ini
adalah segera selesaainya pembangunan landasan udara untuk memperpendek
perjalanan dari Makassar ke Toraja yang memakan waktu delapan jam. "Kalau
tidak ada conecting flight dari Bali, Makassar dan destinasi lainnya, maka bisa
dipastikan kurang wisatanya," tandas Kalatiku. Kami berbincang-bincang
dengan Bupati Toraja Utara sekira 30 menit. Setelah berpamitan, kami pun segera
membelah jalan di kota Rantepao menuju lereng Gunung Sesean. Jalan yang berliku
dan berlobang kami lintasi. Pada beberapa bagian jalan masih berupa tanah liat,
sehingga memaksa sopir untuk ekstra hati-hati. Di tengah perjalanan, kami
terpaksa balik kanan lantaran jalan di muka tertutup oleh bukit yang longsor.
Akhirnya, kami pun mengambil jalan alternatif yang lebih jauh. Perjalanan yang
berat dan jauh itu pun segera terobati ketika kami sampai di Kalimbuang Bori’,
sekitar 7 km dari Kota Rantepao, arah ke Batutumonga. Seperti kebanyakan obyek
wisata di Toraja, situs Megalitik Kalimbuang Bori’ ini juga berbentuk pekuburan
batu. Terdapat banyak sekali menhir yang berdiri di situs ini. Kabarnya, menhir
ini adalah simbol seberapa banyak kerbau yang dipotong untuk menghormati
jenazah yang dimakamkan di sini. Untuk menhir ukuran biasa, minimal 24 kerbau
dipotong. Menurut pemandu wisata kami, biasanya tak cuma kerbau yang dipotong,
melainkan juga puluhan ekor babi ikut dipotong pada upacara menjelang
pemakaman. Daging kerbau yang melimpah itu pun biasanya dibagi ke seluruh warga
Bori dan sekitarnya. Pembuatan batu menhir yang mirip tugu, memakan waktu cukup
lama. Bisa berminggu-minggu. Sementara pembuatan kubur batu yang biasanya
dikerjakan oleh dua penggali, minimal dikerjakan selama empat bulan. Batu
menhir diambil dari daerah di sekitar Toraja. Ukuran dan bentuk batu mengikuti
keinginan pihak keluarga. Semakin tinggi batunya, kabarnya, semakin tinggi pula
strata sosial dan kerbau yang disembelih.
·
BIDANG
SENI DAN BUDAYA
TONGKONAN
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata “tongkonan” berasal dari bahasa Toraja tongkon (“duduk”).
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat “pemerintahan”. Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.
UKIRAN KAYU
Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa’ssura (atau “tulisan”). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.

Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. Gambar kiri memperlihatkan contoh ukiran kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas dan kanan atas melambangkanhewan air, menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang bergerak di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja (lihat desain tabel di bawah), selain itu ukiran kayu Toraja juga abstrak dan geometris. Alam sering digunakan sebagai dasar dari ornamen Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur. Ornamen Toraja dipelajari dalam ethnomatematika dengan tujuan mengungkap struktur matematikanya meskipun suku Toraja membuat ukiran ini hanya berdasarkan taksiran mereka sendiri. Suku Toraja menggunakan bambu untuk membuat oranamen geometris.
UPACARA PEMAKAMAN
Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya(dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam “masa tertidur”. Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.
MUSIK DAN TARIAN

Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma’badong). Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman. Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma’randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya. Tarian Ma’randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma’katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma’akatia bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma’dondan.

Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari selama musim panen. Tarian Ma’bugi dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur dan tarian Ma’gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras. Ada beberapa tarian perang, misalnya tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma’dandan oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang disebut Ma’bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma’bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci. Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa’suling. Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma’bondensan, ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari panjang. Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa’pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Sebenarnya Indonesia memiliki ragam
kebudayaan dan suku-suku didalamnya, tetapi banyak masyarakat yang tidak
mengenal kebudayaan apa saja yang ada dinegerinya. Salah satu contohnya adalah
Toraja, suku yang berdiam di provinsi Sulawesi Selatan ini memiliki banyak
kebudayaan-kebudayaan yang unik. Dari mulai suku-suku, bahasa, adat perkawinan,
upacara adat kematian, makanan khas, dan objek wisata yang beragam dan
unik, terutama upacara adat kematian yangmerupakan ritual yang
paling penting dan berbiaya mahal.
2.
SARAN
Kebudayaan Indonesia yang beragam
seharusnya tidak kita sia-siakan begitu saja, sebagai bangsa yang mencintai
tanah air, kita harus mampu melestarikan kebudayaan-kebudayaan bangsa. Jika
kita tidak mampu melestarikannya, kebudayaan yang kita miliki semakin lama akan
semakin punah. Oleh sebab itu, kita harus dapat mempelajari sedikit banyaknya
tentang kebudayaan-kebudayaan daerah, biarpun kebudayaan tersebut bukan berasal
dari daerah kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://blogerbugis.blogspot.com/2013/05/adat-istiadat-dan-sejarah-suku-toraja.html#ixzz2vYyOPOeg
http://blaketupruk.blogspot.com/2010/01/makalah-tentang-toraja.html
#http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja
http://blogerbugis.blogspot.com/2013/05/adat-istiadat-dan-sejarah-sukutoraja.html#ixzz2vYyOPOeg
Comments
Post a Comment