MAKALAH KONFLIK
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….i
DAFTAR ISI …………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG ……………………………………………………………1
RUMUSAN MASALAH …………………………………………………………1
BAB II ISI
JENIS KONFLIK ……………………………………………………………..2
JENIS DAN BENTUK KONFLIK PERAN ……………………………………2
FAKTOR PENYEBAB …………………………………………………….3
PENGELOLAAN KONFLIK ……………………………………………………..4
STRATEGI DALAM MENYIASATI KONFLIK …………………………………4
PETUNJUK PENDEKATAN SITUASI
KONFLIK …………………………….5
PENANGANAN KONFLIK …………………………………………………..5
METODE PENYELESAIAN ………………………………………………………8
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………….9
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………….10
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Konflik merupakan fenomena dinamika
yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan organisasi, bahkan konflik
selalu hadir dalam setiap hubungan kerja antara individu dan kelompok.
Tujuan organisasi pada dasarnya adalah memberikan tugas yang terpisah dan
berbeda kepada masing-rnasing orang dan menjamin tugas -tugas tersebut
terkoordinir menurut suatu cara yang dapat mencapai tujuan organisasi.
Organisasi itu sendiri bukanlah suatu tujuan tetapi merupakan alat untuk
mencapai tujuan. Menurut Swastha, sebuah organisasi itu terdiri atas
orang-orang yang melakukan tugas-tugas yang berbeda yang dikoordinir untuk
mencapai tujuan organisasi tersebut.
Dengan kata lain organisasi merupakan
sekelompok orang yang bekerja bersama-sama ke arah suatu tujuan. Kerja sama
untuk mencapai tujuan merupakan kebutuan individu dalam era globalisasi seperti
sekarang ini dan di masa yang akan datang tak seorang pun individu yang
dapat melepaskan diri dari organisasi. Melalui organisasi interaksi
individu, kelompok dapat menjadi efektif apa yang yang menjadi tujuan
pribadinya akan dapat dicapai.Di dalam organisasi terdiri dari individu dan
kelompok yang selalu berinteraksi baik dalam kerja sama maupun perbedaan.
Perbedaan ini merupakan situasi ketidaksepahaman antara dua individu atau
lebih terhadap suatu masalah yang merekahadapi di dalam sebuah organisasi.
Perbedaan pada individu merupakan potensi manusia yang
dapat menjadi potensi positif maupun negatif. Upaya menumbuhkan/mengembangkan
potensi positif dan meminimalkan potensi negatif adalah upaya penanganan
konflik.
Penanganan konflik terkait dengan
kapasitas seseorang menstimulasi konflik, mengendalikan konflik, dan mencari
solusi pada tingkat yang optimum. Kemampuan yang diperlukan dalam rangka
penanganan konflik ini terwujud dalam bentuk keluasan pandangan dan wawasan
seseorang dalam rnemandang setiap persoalan, baik yang memiliki perbedaan,
maupun yang sama dengan kerangka pemikirannya. Ketrampilan penanganan konflik
terwujud dalam bentuk pencarian solusi terhadap konflik-konflik yang terjadi
sehingga tidak berdampak buruk terhadap individu maupun organisasi. Konflik
dapat menimbulkan dampak baik yang sifatnya konstruktif maupun yang destruktif.
Karena dampak yang ditimbulkannya tidak selamanya jelek, maka perlu
dikelola dan penanganan yang baik. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka
kajian ini dapat dirumuskan permasalahannya yaitu strategi apakah yang
digunakan dalam penanganan konflik pada organisasi?
Penulisan makalah ini selain diajukan
untuk memenuhi Tugas Softskil Teori Organisasi Umum 1 bertujuan untuk
mengelahui strategi apakah yang digunakan untuk penanganan konflik dalam suatu
organisasi. Manfaat penulisan ini adalah untuk memberikan kontribusi pada
organisasi maupun individu dalam penanganan perbedaan-perbedaan konstruktif
secara produktif.
B. Rumusan
Masalah
ü Apa saja jenis konflik?
ü Apa
yang dimaksud konflik berdasarkan waktu?
ü Bagaimana cara penyelesaiannya dan strategi
apa yang harus kita ketahui?
BAB II
ISI
A. Jenis
Konflik
Menurut Baden Eunson (Conflict Management,
2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis konflik:
·
Konflik vertikal yang
terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen puncak dan manajemen
menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi. Bentuk
konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumberdaya secara optimum,
mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi dan
karir.
·
Konflik Horisontal, yang
terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di
dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan
yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan
pemasaran.
·
Konflik di antara staf lini, yang terjadi
di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda. Misalnya antara divisi
pembelian bahan baku dan divisi keuangan. Divisi pembelian mengganggap akan
efektif apabila bahan baku dibeli dalam jumlah besar dibanding sedikit-sedikit
tetapi makan waktu berulang-ulang. Sementara divisi keuangan menghendaki jumlah
yang lebih kecil karena terbatasnya anggaran. Misal lainnya antara divisi
produksi dan divisi pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan produk yang beragam
sesuai permintaan pasar. Sementara divisi produksi hanya mampu memproduksi
jumlah produksi secara terbatas karena langkanya sumberdaya manusia yang akhli
dan teknologi yang tepat.
·
Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh
seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian
pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem
koordinasi yang tidak jelas.
B. Jenis dan Bentuk
Konflik Peran
Menurut Greenhaus
dan Beutell (1985), terdapat tiga jenis konflik peran yaitu sebagai berikut:
1. Konflik berdasarkan waktu (time-based conflict), yaitu konflik peran yang disebabkan karena waktu yang
dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan)
dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau
keluarga). Jenis konflik peran ini biasanya berkaitan dengan hal-hal berikut,
yaitu: jumlah jam kerja, lembur, tingkat kehadiran, ketidakteraturan shift dan
kontrol jadwal kerja.
2. Konflik berdasarkan tekanan (strain-based conflict), yaitu konflik peran yang terjadi karena tekanan dari salah
satu peran mempengaruhi kinerja peran lainnya. Konflik peran jenis ini biasanya
disebabkan faktor-faktor berikut, yaitu: ketegangan, kecemasan, kelelahan,
karakter peran kerja, kehadiran anak baru, ketersediaan sosial dari anggota
keluarga.
3. Konflik berdasarkan perilaku (behavior-based conflict), yaitu konflik peran yang berhubungan dengan
ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian
(pekerjaan atau keluarga).
C. Faktor penyebab konflik
1.
Perbedaan individu, yang
meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang
memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata
ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
2.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan
pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu
yang dapat memicu konflik.
3.
Perbedaan kepentingan antara
individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakangkebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam
hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang
menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh
ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena
dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atauladang. Bagi para
pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna
mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan,
hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas
terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidangpolitik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok
atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh
dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya.
Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan
pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta
volume usaha mereka.
4.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formalperusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis
dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah
menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam
dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau
mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan
akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap
mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
D. Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :
·
Disiplin :
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik.
Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada
dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk
memahaminya.
·
Pertimbangan Pengalaman dalam
Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan
sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya : perawat junior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih
tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi.
·
Komunikasi : Suatu
Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif.
Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah
dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang
akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
·
Mendengarkan secara aktif :
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk
memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang
benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda
bahwa mereka telah mendengarkan.
E. Strategi
Dalam Menyiasati Konflik
1.
Menghindar
Menghindari
konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu
penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak
yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat
didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak
mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan
diskusi”
2.
Mengakomodasi
Memberi
kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya
apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan.
Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain
dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3.
Kompetisi
Gunakan metode
ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian
yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan
nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi
merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4.
Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing
memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan
menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan
semua pihak.
5.
Memecahkan Masalah atau
Kolaborasi
·
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat
mempunyai tujuan kerja yang sama.
·
Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat
untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
F. Petunjuk
Pendekatan Situasi Konflik
Ada beberapa pendekatan situasi konflik, diantaranya :
☼ Diawali
melalui penilaian diri sendiri
☼ Analisa
isu-isu seputar konflik
☼ Tinjau
kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
☼ Atur
dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
☼ Memantau
sudut pandang dari semua individu yang terlibat
☼ Mengembangkan
dan menguraikan solusi
☼ Memilih
solusi dan melakukan tindakan
☼ Merencanakan
pelaksanaannya
G. Penanganan Konflik
Konflik termasuk jenis khusus frustrasi
yang memerlukan memilih antar alternatif. Dalam hal ini konflik tidak sebagai
benturan keinginan langsung sebagaimana frustrasi, melainkan sebagai benturan
ketegangan yang penanganannya (conflict handling) memerlukan pemilihan
alternatif, dan bila sudah tertanggulangi maka ketegangannya akan segera
hilang. Oleh sebab itu, tentunya dalam penanganan konflik perlu mengetahui
langkah-langkah proses.
Langkah-langkah dalam proses
konflik pertama merupakan awal dari pengalaman perilaku frustrasi
dalam kesanggupan mencapai tujuan yang diinginkan, kedua sebagai konseptual
situasi perilaku frustrasi, ketiga sebagai wakil penerang dari koseptual
situasi, dan keempat bagian dari reaksi dan kelima sebagai hasil dari beberapa
produk konflik. Kelima langkah tersebut menggambarkan sebagai kesatuan
episode konflik satu ke episode konflik lainnya, sehingga proses konflik
merupakan konsekuensi dari proses yang satu menuju dan berkembang ke proses
konflik lain. Oleh sebab itu dalam penanganan konflik harus berpijak dari titik
dan episoda mana konflik terjadi. Demikian pula dalam melakukan penanganan dan
penanggulangan konflik dalam organisasi perlu diketahui misi, visi, ruang
lingkup, kegiatan, budaya dan produk organisasi tersebut dalam melakukan
berbagai penanggulangan dan penanganan konflik, sehingga dalam budaya
organisasi dapat mengidentifikasikan dan melakukan intelligensi atau
penelusuran konflik yang timbuldi dalamnya, sehingga penanggulangan dan
penanganan konflik merupakan salah satu ciri budaya organisasi dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.
Berikut merupakan tingkat-tingkat dalam
konflik organisasi:
Penanganan
Konflik Intrapersonal dalam Organisasi
Konflik intrapersonal sebagai konflik
internal individual yang sulit dianalisis, pada prinsipnya konflik intrapersonal
merupakan hubungan antara kebutuhan, motif (usaha untuk meraih) dan tujuan yang
hendak dicapai atau need-drive-goal. Oleh sebab itu penangan
konflik intra personal harus dilihat dari aspek motivasi dari seseorang dalam
menanggulangi hambatan yang menghadang dirinya. Jadi seorang pemimpin atau
pengelola organisasi bila melihat bawahannya mengalami konflik
intrapersonal yang perlu diperhatikan adalah menelusuri apa yang menjadi tujuan
individualnya bekerja dan apa penghalang dalam melakukan tugas kerjanya di
organisasi.
Sumber konflik intrapersonal tersebut
menurut Massie dan Douglas adalah berawal dari suatu kebutuhan pribadi
yang memotivasi individu seseorang untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi
dalam perjalanannya mengalami halangan besar sebagai jenis frustrasi, sehingga
individu orang tersebut menghadapi kedua tujuan yang bersifat positif
maupun negatif serta dituntut untuk bersaing dalam memilih tujuan. Bentuk
konflik tersebut ternyata menghasilkan aspek tujuan postif dan negatif serta
persaingan tujuan, dimana individu seseorang harus memilih alternatif. Karena
konflik intrapersonal merupakan konflik internal individu dan bersifat pribadi,
jadi bisa saja penghalang dari lingkungan organisasi yang masuk ke dalam
pribadinya atau dari dalam dirinya sendiri, maka cara menanggulangi konflik
intrapersonal dalam organisasi adalah melalui diskusi atau konsultasi
antara pimpinan organisasi dan individu tersebut sepanjang ada keterbukaan
diri (self disclosure) dari individu orang tersebut atau bila
mungkin berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater yang relevan dengan
konflik antara masalah pribadi dengan tugas kerjanya. Tetapi pada prinsipnya
konflik intrapersonal yang paling bekepentingan adalah individu orang itu
sendiri. Bila konflik intrapersonal tersebut diimplementasikan dalam kegiatan
akademik maka baik mahasiwa staf maupun pimpinan-pimpinan lembaga pendidikan,
maka konflik intrapersonal bersumber kepribadian yang terpantul dan terkadang
menganggu kuliah atau tugas kerjanya.
Penanganan Konflik Interpersonal dalam Organisasi
Konflik interpersonal atau
antarpersonal didasari oleh emosi seseorang yang terjadi karena tidak adanya
keseimbangan apa yang diharapkan dengan apa yang diperolehnya. Hal itu
mengakibatkan terjadinya perbedaan yang dapat menimbulkan perselisihan,
pertengkaran dan lain sebagainya yang pada dasarnya terjadi antagonis dalam
proses interaksi antar individu atau personal dalam kegiatan akademik. Banyak
faktor sebagai penyebab konflik interpersonal, oleh sebab itu dalam penanganan
konflik interpersonal harus melihat beberapa aspek sumber yang menyebabkan
timbulnya konflik tersebut. Sebagian besar dari konflik interpersonal berasal
dari rintangan personal komunikasi, hal tersebut sesuai dengan pandangan
Stromberg dan Westerlund yang dikutip oleh Miner baliwa halangan komunikasi
dapat menimbulkan pseudoconflict, yaitu hasil dari
ketidaksanggupan dari partisipan dalam mencapai keputusan kelompok, karena
terjadi kegagalan dalam pertukaran informasi, opini atau ide, sekalipun dalam
kelompok sudah memiliki persetujuan bersama.
Konflik interpersonal yang relevan
dengan akademik adalah dalam pelayanan mahasiswa, dimana terjadinya konflik
interpersonal antara mahasiswa dengan staf, karena kegagalan dalam
mengkomunikasikan informasi, gagasan maupun ide, sehingga dalam proses
pelayanan mahasiswa lebih cenderung menerapkan ketentuan-ketentuan kaku yang
sering tidak cocok dengan ide maupun opini mahasiswa maupun staf akademik dalam
melakukan tugasnya.
Faktor lain timbulnya konflik
interpersonal tidak adanya kepuasan perannya dibanding dengan peran orang lain,
tetapi yang sering timbul konflik interpersonal disebabkan karena konflik
situasi, yang terakhir konflik interpersonal dapat juga disebabkan karena
perbedaan etnis dan ketidakpuasan peranan antara orang satu terhadap orang lain
dapat bersifat obyektif ataupun subyektif. Bila dalam tolok ukur penilaian
organisasi, dimana pemimpin memiliki kepribadian yang adil dan bijaksana
tentunya akan obyektif dalam menentukan peranan staf akan disesuaikan dengan
kemampuannya,tetapi bila berdasarkan subyektifltas suka dan tidak suka maka
akan menumbuhkan konflik antara pimpinan dan staf yang berdampak terjadi
konflik antar staf dengan staf dan bahkan bila kondisi tersebut mengembang juga
akan menimbulkan konflik interpersonal antar pimpinan dengan pimpinan. Dalam
menangani konflik interpersonal yang terbaik dalam organisasi lembaga
pendidikan harus kembalipada aturan dan tata tertib dan garis kebijakan
lembaga pendidikan sebagai tolok ukur yang dapat menanggulangi konflik
interpersonal sekalipun terkadang emosi setiap anggota organisasi akan terus
terlibat di dalamnya. Di samping itu perlu adanya penumbuhan jiwa besar
dari semua pihak yang terutama pimpinan atau pengelola organisasi lembaga
pendidikan sebagai panutan dari stafnya.
Penanganan Konflik Antar Kelompok dalam Organisasi
Dalam organisasi terdiri dari
kelompok-kelompok atau unit kerja, yang masing-masing berusaha untuk memperoleh
dan mencapai kepuasan tertentu dalam mencapai tugas dan tujuan organisasi, hal
tersebut sering terjadi konflik yang sering disebut konflik antar
kelompoki (intergroup conflict) sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, hal ini sering terjadi karena iklim atau atmosfer sangat
berpengaruh terhadap produktivitas kerjanya. Dan menurut Donnely, Gihson dan
Ivancevich dalam konflik intergroup atau antar kelompok ditentukan oleh:
·
keterbatasan sumber daya
·
masalah komunikasi
·
perbedaan kepentingan dan tujuan
·
perbedaan persepsi dan sikap
·
ketidakjelasan (lack clarity)
Dalam implementasinya terdapat tiga
jenis konflik yang timbul dalam organisasi, yaitu:
·
prosedural conflict
·
subtantive conflict
·
affective conflict
Procedural conflict terjadi apabila
hubungan mitra kerja tidak saling setuju tentang langkah-langkah yang harus
diambil dalam upaya mencapai beberapa tujuan organisasi
Subtantive conflict terjadi akibat
hubungan mitra kerja dalam organisasi tidak setuju tentang tujuan-tujuan yang
ingin dicapai
Affective conflict terjadi bila
penyerangan kepada mitranya. Dan sangat dipercaya bahwa affective conflict
biasanya dihasilkan dari ketidaksanggupan individual secara adil mengatasi
ketegangan yang berlebihan. Bila diimplementasikan ke dalam organisasi lembaga
pendidikan, maka sumber masalah konflik antar kelompok tersebut harus ditangani
secara efektif dalam melihat keterbatasan sumber daya, struktur organisasi,
perbedaan persepsi, perbedaan tugas dan tanggung jawab dan
kemungkinan kesalahpahaman akibat komunikasi atau informasi yang tidak jelas
dengan mengukur intensitas sikap dan taruhan berdasarkan model Blake, Shepard
dan Moulton.
Menurut Donnelly, Gibson dan
Ivancevich, dalam penanganan konflik antar kelompok (intergroup conflict
handling] perlu mengevaluasi tentang:
! strategi manajemen
! pendekatan langsung
! persuasi
! tawar menawar
! pemecahan masalah.
Kelima unsur tersebut penting dan perlu
dievaluasi dalam kebijakan manajemen lembaga pendidikan. Dalam
pelaksanaan evaluasi tersebut sangat diperlukan kemampuan para pengelola lembaga
dalam menagani setiap terjadinya konflik antar kelompok dari setiap unit kerja
tidak sampai merusak kinerja organisasi lembaga pendidikan secara keseluruhan.
Penanganan
Konflik Antar Organisasi
Perspektif konflik sebagai dasar asumsi
kehidupan sosial yang selalu terus berjuang yang anggota dari kelompok
organisasinya mengontrol sumber daya yang langka. Dalam hal ini individual
maupun kelompok bertindak sebagai wakil organisasi, dengan cara demikian
implementasinya dalam organisasi pendidikan, adalah akan selalu menjaga dan
melakukan penempatan posisi strategis yang menguntungkan dalam menghadapi
organisasi pendidikan lainnya, agar mencapai tingkat tinggi di mata masyarakat.
Konflik antar organisasi lembaga pendidikan pada prinsipnya adalah melakukan
kompetisi untuk merebut pangsa pasar jasa pendidikan, oleh sebab itu
dalam manajemen perlu membuat strategi untuk menarik perhatian dalam mencapai
keunggulau produk tertentu. Misalnya dengan kualitas kelulusan, mutu
pelayananan, keunggulan pembayaran (leader price), ketepatan strategi
manajemen, komitmen, penanganan konflik (conflict handling) dan lain
sebagainya.
Saat ini dalam organisasi modern
menawarkan teori varian model lingkungan (contingency model) tentang
konflik sebagai jalan terbaik untuk menganalisis konflik organisasi, yaitu
kurva linier hubungan antara konflik dan kinerja organisasi yang dibagi dalam
tiga zona, yaitu zona:
! rangsangan konflik
! optimal konflik
! penurunan konflik.
Sensitivitas zona-zona tersebut
diperlukan pengamatan yang teliti agar dapat menentukan ketepatan dalam
pengelolaan strategi. Dengan mengetahui konflik internal organisasi maka
diharapkan organisasi tersebut dapat menanggulangi dan menangani konflik
organisasi secara efektif. Secara keseluruhan dalam solusi penanganan konflik
dapat diberikan referensi:
! penarikan (withdrawal) satu atau lebih partisipan
yang sedang konflik
! menganggap konflik tidak ada
! kompromi demi berakhir konflik
! memaksa konflik untuk ikut campur tangan dari
pihak ketiga
! dikonfrontasikan antara peserta konflik dalam
usaha untuk penyelesaian masalah.
H. METODE PENYELESAIAN KONFLIK
1. Dominasi & Penekanan
·
DOMINASI atau KEKERASAN yang
BERSIFAT PENEKANAN OTOKRATIK. Ketaatan harus dilakukan oleh fihak yang kalah
pada otoritas yang lebih tinggi atau kekuatan yang lebih besar.
·
MEREDAKAN atau MENENANGKAN, metode
ini lebih terasa diplomatis dlm upaya menekan dan meminimalkan
ketidaksepahaman.
2. Kompromi / Jalan Tengah
·
PEMISAHAN, pihak-pihak yg berkonflik
dipisah sampai menemukan solusi atas masalah yg terjadi
·
ARBITRASI, adanya peran orang ketiga
sbg penengah untuk penyelesaian masalah
·
Kembali ke aturan yang berlaku saat
tdk ditemukan titik temu antara kedua fihak yg bermasalah.
BAB III
KESIMPULAN
Konflik merupakan hal yang tidak bisa
dihindari dalam sebuah organisasi, disebabkan oleh banyak faktor yang pada
intinya karena organisasi terbentuk dari banyak individu & kelompok
yang memiliki sifat & tujuan yang berbeda satu sama lain.
Kehadiran
konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat
dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan
individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu
dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang
lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan
dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai
suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta
mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.
Dari referensi tersebut maka upaya
dalam penanganan konflik baik yang bersifat interpersonal,
intergroup maupun interorganization dapat ditanggulangi dan diselesaikan secara
efektif. Hal ini merupakan tantangan sekaligus sebagai peluang untuk belajar
dan menambah pengalaman para pemimpin atau pengelola organisasi lembaga
pendidikan saat ini maupun masa mendatang.
BAB IV
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai
materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca
yang budiman memberikan kitik dan saran yang membangun kepada penulis demi
kesempurnaannya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan
lainnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya, juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
J.
Winardi. 2003. Teori Organisasi
& Pengorganisasian. Rajawali Press
Hammer
& Organ. 1987. Organizational
Behavior. Bussiness Publication Inc.
Kenneth
Wexley & Gary Yuki. 2005. Perilaku
Organisasi & Psikologi Personalia. Rineka Cipta
Flista.staff.gunadarma.ac.id
http://konflikperundingan.wordpress.com
A. Judge. Timothy dan Stephen P.
Robbins. 2008. Prilaku
Organisasi, Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.
Comments
Post a Comment