MAKALAH OBSERVASI TUNAGRAHITA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Bahkan berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyusun yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kotabaru, Desember
2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Istilah tunagrahita mungkin masih asing bagi pendengaran
meskipun bukan tidak mungkin setiap hari berhadapan dengan salah seorang siswa
yang sebenarnya mengalami ketunagrahitaan. Banyak yang berasumsi bahwa
anak tunagrahita sama dengan anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena
sesungguhnya anak tunagrahita terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita
ialah istilah yang digunakan untuk anak yang memiliki perkembangan intelegensi
yang terlambat. Setiap klasifikasi selalu diukur dengan tingkat IQ mereka, yang
terbagi menjadi tiga kelas yakni tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan
tunagrahita berat.
Banyak terminologi (istilah) yang digunakan untuk menyebut
mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia,
istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah
pikiran, terbelakang mental, retardasi mental, cacat grahita, dan tunagrahita.
Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal dengan beberapa istilah, yaitu mental
retardation, mental deficiency, mentally handcapped, feebleminded
dan lain-lain.
Kata “mental” dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan
intelektual, dan bukan kondisi psikologi. Adapun peristilahan di Indonesia
mengenai penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan, yaitu lemah pikiran,
lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967, terbelakang mental, digunakan
sejak tahun 1967 hingga tahun 1983, tunagrahita digunakan sejak tahun 1983
hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991
tentang Pendidikan Luar Biasa.
Semua istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar
belakang keilmuan dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun, semua
istilah tersebut tertuju pada pengetian yang sama yaitu menggambarkan kondisi
terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa
jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan
keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Kondisi ini berlangsung pada masa
perkembangan. Dari latar belakang di atas maka kami mencoba menyusun makalah
yang berjudul “Anak Berkebutuhan Khusus – Tunagrahita”.
B Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas, maka terdapat rumusan amsalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian tunagrahita?
2. Bagaimana ciri-ciri tunagrahita?
3. Bagaimana Observasi Anak Tunagrahita?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A Pengertian Hambatan Intelektual (TunaGrahita)
Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus
(ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih dikenal
dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian tunagahita pun
bermacam-macam.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk
tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendayaatau penurunan
kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan
kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda.
Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan
yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena adanya cacat mental
yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang mereka alami
disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang
disertai dengan gangguan pendengaran.
Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik.
Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada
kemampuan daya tangkap yang kurang. Secara global pengertian tunagrahita
ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam intelegensi,
fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat
berkembang pada kemampuan yang maksimal.
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para ahli. Salah
satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi rujukan utama ialah
definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi digunakan AAMD
(American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut.
“Mental retardaction refers to significantly subaverage
general Intellectual functioning resulting in or adaptive behavior and
manifested during the developmental period”. Artinya, ketunagrahitaan mengacu
pada fungsi intelektual umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah
rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian
diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi) pada masa perkembangannya.
Sejalan dengan definisi tersebut, AFMR (1987) menggariskan
bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen keadaan
kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam
menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita
perhatikan adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Intelektual umum secara signifikan berada dibawah
rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar menyakinkan
sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai
contoh: anak normal rata-rata IQ 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ
paling tinggi 70.
2. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku
adaptif), maksudnya bahwa yang bersagkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu
melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih
muda darinya.
3. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan,
maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada masa perkembanngan, yaitu
sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan
uraian diatas jelaslah bahwa untuk dikategorikan sebagai penyandang
tunagrahita, seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila
seseorang hanya memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka yang
brsangkutan belum dapat dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita.
B Ciri-ciri Anak dengan Hambatan Intelektual
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbelakangan
kecerdasan dan kekurangmatangan aspek mental lainnya dan sosialnya sedemikian
rupa, yang terjadi selama masa perkembangan, sehingga untuk mencapai
perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan dan pengajaran dengan program
khusus.
Untuk lebih jelasnya karakteristik anak tunagrahita dapat
dilihat sebagai berikut :
1. Karakteristik mental, meliputi :
a. Mereka menunjukan kecenderungan menjawab dengan ulangan
respon terhadap pertanyaan yang berbeda
b. Mereka tidak mampu memberikan kritik
c. Kemampuan assosiasinya terbatas
d. Mereka tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit dalam
jiwanya/ingatannya
e. Kapasitas inteleknya sangat rendah
f. Cenderung memiliki kemampuan berpikir kongkrit daripada
abstrak
g. Mereka tidak mampu menditeksi kesalahan-kesalahan dalam
pernyataan
h. Mereka terbatas kemampuannya dalam penalaran dan visualisasi
dan
i. Mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi
2. Karakteristik fisik, meliputi :
a. Mereka mengalami keterbelakangan ringan sebagian besar tidak
mengalami kelainan fisik, sedangkan yang tingkat sedang dan berat
cenderungmemiliki kelainan fisik (koordinasi motorik, penglihatan, pendengara,
dsb)
b. Mereka cenderung memiliki penyimpangan fisik dari bentuk
rata-rata, misalnya adanya ketidaksamaan/ketidakserasian antara kepala dan
wajah(muka),ukuran besar kepala ada yang besar dan atau kecil, tatanan
giginya,dsb
c. Biasanya mereka mengalami hambatan bicara dan berjalan
d. Pemeliharaan diri kurang
C. Hasil
Observasi
1. Tempat Observasi
Dari observasi kami tanggal 22 Desember 2018 di Desa Gedambaan.
2.
Identitas Siswa
Nama : Aulia
Umur : 3 tahun
TTL :
Kotabaru, 15 Maret 2015
Nama
anggota keluarga :
Ibu : Dahlia
Ayah :
Jamal
Alamat :
Jl. Berangas km. 10 RT. 10 Desa Sarang Tiung Kab. Kotabaru
3. Subjek
Penelitian
Dalam penelitian ini yang dijadiakn subjek penelitian adalah warga yang
mengalami cacat fisik (Tunagrahita) di Desa Sarang Tiung Kabupaten Kotabaru.
4. Hasil
Observasi
Berdasarkan hasil observasi yang telah kami lakukan pada warga yang
mengalami cacat fisik (Tunagrahita) di Desa Sarang Tiung tersebut terdapat satu
orang yang mengalami gangguan cacat fisik. Kondisi tubuh Aulia lengkap namun
syaraf-syaraf otak dan metal sehingga
menyebabkan fungsi kecerdasan dan intelektual mereka terganggu yang menyebabkan
permasalahan-permasalahan lainnya yang muncul pada masa perkembangannya.
BAB III
PENUTUP
A Kesimpulan
Tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau
penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai,
kualitas, dan kuantitas. Klasifikasi anak tunagrahita dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat.
Sedangakan faktor penyebab ketunagrahitaan antara lain yaitu, disebabkan oleh
faktor keturunan, gangguan metabolisme dan gizi, infeksi dan keracunan, trauma
dan zat raioaktif, masalah pada kelahiran, dan faktor lingkungan. Ketunagrahitaan
dapat kita cegah dengan cara, diagnostik prenatal, imunisasi, tes darah,
pemeliharaan kesehatan, program KB, sanitasi lingkungan, penyuluhan genetik,
tindak operasi, dan intervensi dini. Karakteristik atau ciri-ciri anak
tunagrahita pada umumnya dapat dilihat dari segi : (1) Fisik (Hampir sama
dengan anak normal, Kematangan motorik lambat, Koordinasi gerak kurang, Anak
tunagrahita berat dapat kelihatan), (2) Intelektual (Sulit mempelajari hal-hal
akademik, Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf
anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70, Anak tunagrahita sedang
kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ
antara 30 – 50, Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal
usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah), (3)Sosial dan Emosi (Bergaul dengan
anak yang lebih muda, Suka menyendiri, Mudah dipengaruhi, Kurang dinamis,
Kurang pertimbangan/kontrol diri, Kurang konsentrasi, Mudah dipengaruh, Tidak
dapat memimpin dirinya maupun orang lain).
Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan
untuk anak tunagrahita, yaitu kelas transisi, sekolah khusus (Sekolah Luar
Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1), pendidikan terpadu, sekolah di rumah,
pendidikan inklusif, dan panti (griya) rehabilitasi. Layanan pendidikan yang
diberikan kepada anak tunagrahita juga memiliki ciri khusus dan prinsip khusus
agar perkembangan mereka meningkat.
Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan
untuk anak tunagrahita antara lain, strategi pembelajaran yang
diindividualisasikan, kooperatif, dan modifikasi tingkah laku. Begitu pula
untuk media pembelajaran yang digunakan untuk anak tunagrahita tidak jauh
berbeda dengan anak normal, hanya saja pendidikan anak tunagrahita
membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang lebih banyak mengingat
keterbatasan kecerdasan intelektualnya. Evaluasi belajar anak tunagrahita
dapat diukur melalui waktu mengadakan evaluasi, alat evaluasi yang digunakan,
kriteria keberhasilan, pencatatan hasil evaluasi.
B. Saran
Dalam sistem pendidikan saat ini, banyak terdapat sekolah
inklusif di mana layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem
persekolahan digabungkan. Dengan begitu, kita sebagai seorang guru sudah
seharusnya mempelajari bagaimana cara menangani anak berkebutuhan khusus, salah
satunya anak tunagrahita agar dapat mengembangkan potensi anak tersebut menjadi
lebih baik. Jadi, tidak hanya anak normal saja yang dapat kita kembangkan
potensinya.
LAMPIRAN

FOTO : Anak Tunagrahita
Comments
Post a Comment