MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSI PARTISIPASI

 

KATA PENGANTAR

 

 

 Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat memberikan kesehatan, kekuatan dan menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih dalam penyelesaian makalah tentang Pendidikan Inklusi Partisipasi ini.

 Dalam penulisan makalah ini. Saya perlu bantuan, dorongan, dan senantiasa mendapat bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen yang telah memberikan tugas ini.

 Dan saya menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik dalam penyajian materi maupun teknik penulisannya. Oleh sebab itu  Penyusun butuh kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Pendidikan sangat dibutuhkan bagi anak-anak untuk mencapai kesejahteraan sosialnya. Tak terkecuali anak-anak yang kurang beruntung baik dalam segi fisik maupun mental. Namun kenyataan di lapangan, anak-anak yang kurang beruntung dan berkebutuhan khusus menjadi anak yang dapat dikatakan mendapat pengecualian. Eksklusivitas dalam pendidikan menutup kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan. Sikap eksklusivitas semakin membuat anak yang kurang beruntung dan berkebutuhan khusus semakin terpinggirkan. Tujuan dari dibentuknya sekolah inklusif adalah untuk menekan dampak yang ditimbulkan oleh sikap eksklusif. Sekolah inklusi juga memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus dan kurang beruntung dapat mengenyam pendidikan.

Pendidikan inklusif dirancang untuk menghargai persamaan hak masyarakat atas pendidikan tanpa membedakan usia, jender, etnik, bahasa, kecacatan, dll. Pendidikan inklusif mulai ramai dibicarakan setelah adanya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok. Hasilnya ialah deklarasi education for all atau pendidikan untuk semua. Sebagai tindak lanjut Deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya dikenal dengan “The Salamanca Statement on Inclusive Education”. Dokumen ini mengakui hak asasi dari semua anak-anak untuk pendidikan yang inklusif. Ada 193 negara yang telah menandatangani Konvensi tentang Hak-hak Anak dan juga telah setuju untuk terikat dengan isi dari konvensi ini. Hasilnya, beberapa negara telah membuat kemajuan yang signifikan terbukti dari cara setiap negara mempromosikan pendidikan inklusif dalam perundang-undangan nasional mereka, contohnya termasuk Kanada, Siprus, Denmark, Islandia, India, Luksemburg, Malta, Belanda, Norwegia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Uganda, Inggris, Amerika Serikat, dan Italia. Selain itu, Hukum yang ada di negara Italia telah mendukung pendidikan inklusif sejak tahun 1970-an (Lukman Hidayat, 2010).

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pendidikan Inklusif di Indonesia

Saat ini, implementasi pendidikan inklusif di Indonesia mengalami kemrosotan. Data dari tahun 2005 hingga tahun 2007 menunjukkan bahwa selisih antara jumlah sekolah inklusif dan jumlah siswa semakin besar. Pada tahun 2005 jumlah siswa 6000 orang dan jumlah sekolah inklusif 504 sekolah. Pada tahun 2006 jumlah siswa 9.492 dan jumlah sekolah inklusif sebanyak 600 sekolah. Sedangkan pada tahun 2007, jumlah siswa mencapai 15.181 tetapi jumlah sekolah inklusif hanya mencapai 796 sekolah. Sementara itu, jumlah penyandang cacat usia sekolah di Indonesia 1,5 juta, maka jumlah anak yang berkelainan yang terlayani oleh sekolah inklusif baru mencapai 1 %. Jumlah SD inklusif hanya mencapai 0,44% (Sunaryo, 2009:8). Hingga pada tahun 2008, jumlah sekolah inklusif secara nasional dari SD hingga SMA hanya 254 sekolah. Meskipun kegiatan sosialisasi, pemberian bantuan operasional, dan pelatihan telah banyak dilakukan, tingkat penerimaan sekolah reguler untuk menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) masih sangat rendah. Pada tahun 2010 angka partisipasi murni ABK untuk jenjang pendidikan dasar baru mencapai 30% (http://www.pk-plk...-terima.html). Dengan demikian, jumlah ABK yang belum merasakan jaminan pendidikan masih cukup banyak, yaitu 70%.

 

B.     Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan Inklusif

          Pendidikan inklusi memang tidak popular dalam masyarakat. Masyarakathanya disibukan dengan urusan meningkatkan kualitas pendidikan secara horizontal maupun vertical. Sehingga anak bangsa yang memiliki kebutuhan yang terbatas ini sering termarginalkan. Pelayanan pendidikan ini memang memerlukan sarana dan prasarana yang cukup besar tapi bukan berarti harus ditinggalkan karena mereka mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.

Dalam penyelenggaraannya pendidikan ini masih belum terlaksana dengan baik karena tidak terakomodasinya kebutuhan siswa di luar kelompok siswa normal. Pendidikan inklusif yang kini berjalan belum terealisasi secara maksimal. Masyarakat pun belum memahami mengenai paradigma pendidikan inklusif sehingga tidak dapat berpartisipasi didalamnya. Partisipasi masyarakat merupakan komponen yang sangat penting bagi keberhasilan pendidikan inklusif. Partisipasi masyarakat dan adanya kemandirian menetukan berjalannya kebijakan sekolah inklusif ini. Karena dalam sekolah inklusif ini dibutuhkan kerjasama antara masyarakat dengan pengajar di kelas untuk menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan mengajar secara interaktif. Hal ini nantinya dapat menciptakan komunikasi antar guru dan siswa, sehingga dapat timbul kedekatan. Dengan adanya kedekatan tersebut akan menghilangkan adanya isolasi profesi. Dalam sekolah inklusif, makna orang tua juga berperan dalam menentukan perencanaan baik dari segi perencanaan kurikulum di sekolah maupun bantuan belajar di rumah.

Peran serta masyarakat yang berupa kerjasama kemitraan antara sekolah dengan pemerintah, orang tua, dan kelompok-kelompok masyarakat serta organisasi kemasyarakatan lainnya dilindungi oleh undang-undang atau peraturan-peraturan pemerintah yang mendasari kerjasama kemitraan. Wasliman (2009: 135) mengatakan peran serta masyarakat sangat penting diwujudkan dalam implementasi pendidikan kebutuhan khusus, karena masyarakat memiliki berbagai sumberdaya yang dibutuhkan sekolah dan sekaligus masyarakat juga sebagai pemilik sekolah di samping pemerintah.

Pemerintah telah membuat aturan-aturan tentang pendidikan di Indonesia. Dalam undang-undang terdapat beberapa aturan tentang dasar hukum yang mengatur pada pendidikan tersebut. “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 9). Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah. Indikator partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut:

a)      ikut serta mengajukan usul atau pendapat mengenai usaha-usaha dalam pelasanaan pendidikan inklusif yang dilakukan langsung maupun melalui lembaga-lembaga yang ada;

b)      ikut serta bermusyawarah dalam mengambil keputusan tentang penentuan program sekolah yang dianggap sesuai dan baik untuk anak berkebutuhan khusus;

c)      ikut serta melaksanakan apa yang telah diputuskan dalam musyawarah termasuk dalam hal ini memberikan sumbangan, baik berupa tenaga, iuran uang dan material lainnya;

d)     ikut serta mengawasi pelaksanaan keputusan bersama termasuk di dalam mengajukan saran, kritik dan meluruskan masalah yang tidak sesuai dengan apa yang telah diputuskan tersebut;

e)      dengan istilah lain ikut serta bertanggung jawab terhadap berhasilnya pelaksanaan program yang telah ditentukan bersama;

f)       ikut serta menikmati dan memelihara hasil-hasil dari kegiatan tersebut.

BAB III

PENUTUP

 

Pada hakekatnya pendidikan itu menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, masyarakat dan pemerintah. Oleh sebab itu Pekerja Sosial dalam konteks Community Worker diharapkan mampu memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif secara optimal. Partisipasi dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif antara lain dalam: (1) perencanaan; (2) penyediaan tenaga ahli/profesional terkait; (3) pengambilan keputusan; (4) pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi; (5) pendanaan; (6) pengawasan; dan (7) penyaluran lulusan.

Untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan inklusi dapat diakomodasikan melalui Wadah: (1) Komite sekolah, (2) dewan pendidikan; (3) forum-forum pemerhati pendidikan inklusif.

Community Worker harus selalu berupaya memaksimalkan partisipasi dengan tujuan membuat setiap orang terlibat secara aktif dalam proses dan aktivitasnya. Saat partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara maksimal dalam mendukung pendidikan inklusif maka tujuan dari pendidikan untuk kesejahteraan akan tercapai. Community Worker dapat membantu menyediakan sumber, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas warga masyarakat untuk menentukan masa depannya sendiri, dan berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan masyarakatnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor 20  Tahun  2003  Tentang  Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: Depdiknas

Alimin, Zaenal. (2008). Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan  Khusus Dan Anak Berkebutuhan    Khusus.

(Online). Tersedia: http://zalimin.blogspot.com/2008/03/ pemahaman-konsep-pendidikan-kebutuhan.html.

Dyah     S.    (2008).    Pengkajian    Pendidikan Inklusif       bagi     Anak   Berkebutuhan Khusus pada    Jenjang             Pendidikan Dasar                dan         Menengah.      (online). Tersedia: http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_undangan/DYAH%2 0S_Pengkajian%20Pendidikan%20In klusif.pdf Skjorten, Miriam D.& Johnsen, Berit H. (ed).(2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sebuah Pengantar. Oslo: Unipub forlag.

Wasliman,Iim. (2009). Pendidikan Inklusif Ramah Anak sebagai Strategi Membangun Rumah Masa Depan Pendidikan Indonesia. Bandung. Depdiknas Kopertis wilayah IV Jabar STKIP.

Wasliman, Iim. (2009). Manajemen Sistem Pendidikan Kebutuhan Khusus. (Perangkat Sistem Pengajaran Modul). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

http://pengemisjalanan.blogspot.com/2011/05 /peran-serta-masyarakat-dalam.html

Comments

Popular posts from this blog

SOAL ULANGAN MI FIKIH DAN AKIDAH AKHLAK KELAS 2 SAMPAI 6

MAKALAH SUKU TORAJA

MAKALAH SUKU BANJAR