MAKALAH TERAPI VISUAL ANAK AUTIS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Hikmat dan kasih setiaNya sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pelayanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan kusus terutama bbagi anak autis.
Besar harapan saya semoga makalah
ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga
saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu
saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kotabaru, Desember
2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Autisme adalah ganguan perkembangan
yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri, gangguan ini
mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi
sosial, dan perilaku.Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari
manusia lain dan masik dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif.
(Baron-Cohen, 1993).
Dari devinisi anak autis di atas
kita tahu bahwa anak penyandang autis memiliki berbagai keterbatasan salah
satunya yaitu Autisme mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif. Tetapi meskipun lambat, anak autis
bisa dilatih untuk berkomunikasi.
Bicara dan bahasa adalah sarana yang
penting bagi manusia untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Anak sebagai makhluk sosial sudah bisa melakukan komunikasi sejak lahir. Di
mana tujuan berkomunikasi adalah menyampaikan informasi secara cepat dan tepat
melalui wicara, tulisan, dan gerak isyarat. Seorang anak yang mempunyai
kelainan berkomunikasi akan mengalami kesulitan dalam mengadakan interaksi
dengan lingkungannya misalnya pada anak autisme
Terapi vizual dengan PECS (Picture
Exchange Communication System) adalah suatu pendekatan untuk melatih
komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol verbal. Untuk itu agar dapat
membantu melatih ketrampilan komunikasi anak autis maka perlu adanya terapi
visual dengan metode PECS.
Oleh karena itu makalah ini nantinya
dapat membantu kita mengetahui seperti apa terapi visual dengan metode PECS
tersebut untuk melatih ketrampilan komunikasi bagi anak autis.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah dapat penulis identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian anak autis
2. Konsep dasar komunikasi
3. Perkembangan dan Hambatan komunikasi
pada anak autis
4. Penggunakan metode PECS untuk
meningkatkan ketrampilan komunikasi anak autis.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Anak Autis
Pengertian
anak autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara harfiah autisme
berasal dari kata autos=diri dan isme= paham/aliran. Autisme dari kata auto
(sendiri), Secara etimologi : anak autis adalah anak yang memiliki gangguaan
perkembangan dalam dunianya sendiri.
Leo Kanner (Handojo,2003) autisme
merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian,
kecenderungan menyendiri.
American Psych: autisme adalah
ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup
diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi
komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman Pelayanan
Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association 2000)
2.2. Konsep Dasar Komunikasi
A. Pengertian
Komunikasi
Istilah komunikasi sering diartikan
sebagai kemampuan bicara, padahal komunikasi lebih luas dibandingkan dengan
bahasa dan bicara. Oleh karena itu agar komunikasi tidak diartikan secara
sempit, perlu kiranya dijelaskan tentang pengertian komunikasi.
Komunikasi secara terminoligis
berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang pada orang lain sebagai
konsekuensi dari hubungan sosial (Sunardi dan Sunaryo, 2006:174). Pengertian
komunikasi disini lebih menekankan komunikasi sebagai alat hubungan sosial
sebagai konsekuensi dari manusia sebagai makhluk sosial. Sehingga untuk
menjalankan perannya sebagai makhluk sosial manusia harus berkomunikasi.
Untuk melakukan komunikasi ternyata
dibutuhkan alat. Alat utama dalam komunikasi adalah bahasa (Jordan dan Powell,
2002:51). Berarti komunikasi itu melibatkan bahasa verbal maupun non
verbal, mencakup lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah.
Dari pengertian komunikasi di atas
ada tiga hal penting yang berkaitan dengan komunikasi, pertama, komunikasi
harus melibatkan dua orang atau lebih, kedua, komunikasi merupakan pertukaran
informasi yang bersifat dua arah, dan ketiga, mengandung pemahaman.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa komunikasi adalah suatu proses dinamis yang menggunakan bahasa sebagai
alat utamanya dalam rangka individu melakukan hubungan sosial dengan individu
lainnya yang di dalamnya melibatkan ekspresi perasaan, penyampaian ide,
keinginan, kebutuhan-kebutuhan, dan tujuan.
B.
Jenis Komunikasi
Sebagaimana telah dikatakan
sebelumnya bahwa alat/media utama komunikasi adalah bahasa, sementara bahasa
itu sendiri secara umum terbagi dua, yaitu bahasa verbal (lisan) dan non verbal
(isyarat, gerak tubuh, ekspresi wajah, tulisan). Oleh karena itu komunikasi
berlangsung tidak hanya dengan menggunakan kata-kata tetapi juga dengan bantuan
tindakan, gerak isyarat, ekspresi wajah, gambar yang bermakna, dan tulisan.
Berdasarkan hal tersebut maka jenis
komunikasi itu ada dua, yaitu:
a.
Komunikasi
verbal (lisan)
b.
Komunikasi
non verbal (isyarat, gerak tubuh, ekspresi wajah, tulisan)
2.3. Hambatan komunikasi pada
anak autis
Sesuai dengan identifikasi
masalah maka penulis mengajak kita untuk
memahami hambatan- hambatan komunikasi yang
dialami oleh anak autis, diantaranya yaitu :
a.
Perkembangan
bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
b.
Anak
tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah bicara, tetapi kemudian sirna.
c.
Kadang
kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
d.
Mengoceh
tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang
lain.
e.
Bicara
tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
f.
Senang
meniru atau membeo (echolalia)
g.
Bila
senang meniru, dapat hapal betul kata-kata atau nyanyian tapi tidak mengerti
artinya.
h.
Sebagian
dari anak autis tidak bicara atau sedikit berbicara sampai usia
dewasa.Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan.
2.4. Perkembangan Komunikasi Anak
Autis
Salah satu kesulitan yang dimiliki
oleh anak autis adalah dalam hal komunikasi (Delphie, 2006:1). Oleh karena itu
perkembangan komunikasi pada anak autis sangat berbeda, terutama pada anak-anak
yang mengalami hambatan yang berat dalam penguasaan bahasa dan bicara.
Kesulitan dalam komunikasi ini
dikarenakan anak autis mengalami gangguan dalam berbahasa (verbal dan non
verbal), padahal bahasa merupakan media utama dalam komunikasi. Mereka sering
kesulitan untuk mengkomunikasikan keinginannya baik secara verbal
(lisan/bicara) maupun non verbal (isyarat/gerak tubuh dan tulisan).
Pada saat anak pada umumnya sudah
mengetahui nama, mampu merespon terhadap ya dan tidak, mengerti konsep abstrak
laki-laki-perempuan, dan mengikuti perintah-perintah sederhana. Sementara itu
pada anak autis mungkin hanya echolalia terhadap apa yang dikatakan atau tidak
bicara sama sekali.
Anak pada umumnya biasanya mulai
mengoceh sekitar umur enam bulan. Ia mulai bicara dalam bentuk kata pada umur
satu tahun dan merangkai dua atau tiga kata dalam satu kalimat sebelum delapan
belas bulan. Sedangkan pada anak autis sebaliknya, ia tidak memiliki pola
perkembangan bahasa. Kemampuan komunikasi mereka bervairasi, diantara mereka
ada yang tidak pernah bicara, seperti anak pada umumnya sampai delapan belas
bulan atau dua puluh bulan, kadang-kadang kemampuan bicara mereka hilang begitu
saja.
Anak autis yang sulit berbicara,
seringkali mengungkapkan diri atau keinginannya melalui perilaku. Memang untuk
beberapa kasus anak autis yang ada yang sudah mampu menyampaikan keinginannya
dengan cara menarik tangan orang yang didekatnya atau menunjuk ke suatu arah
yang diinginkan, atau mungkin menjerit. Jika orangtua atau orang disekitarnya
tidak memahami apa yang diinginkannya anak akan marah-marah, mengamuk dan
mungkin tantrumnya akan muncul.
Siegel (1996:44) secara umum
menggambarkan perkembangan komuniksi anak autis terbagi dalam dua bagian,
yaitu:
1. Perkembangan komunikasi verbal,
meliputi keterlambatan berbahasa bahkan ada diantara mereka yang
kemampuan berbahasanya hilang, echolalia dan menggunakan bahasa yang
aneh/tidak dimengerti, menggunakan bahasa sederhana (misalnya minta
makan:”Makan, ya!”).
2. Perkembangan komunikasi non verbal,
meliputi menggunakan gestur, gerak tubuh, mengungkapkan keinginan dengan ekspresi
emosi (menjerit, marah-marah, menangis).
Dengan
perkembangan komunikasi seperti telah disampaikan di atas jelaslah anak autis
akan menghadapi berbagai kesulitan untuk mengungkapkan keinginannya dan dengan
kemampuan komunikasi seperti demikian perlu adanya suatu cara yang dapat
membantu mereka untuk berkomunikasi dengan lingkungannya.
2.5. Peningkatan Keterampilan
Komunikasi Bagi Anak Autis dengan Metode PECS
A. Pengertian
PECS
PECS (Picture Exchange
Communication System) adalah suatu pendekatan untuk melatih komunikasi
dengan menggunakan simbol-simbol non verbal (Bondy dan Frost, 1994:2).
PECS dirancang oleh Andrew Bondy dan
Lori Frost pada tahun 1985 dan mulai dipublikasikan pada tahun 1994 di Amerika
Serikat. Awalnya PECS ini digunakan untuk siswa-siswa pra sekolah yang
mengalami autisme. Siswa yang menggunakan PECS ini adalah mereka yang
perkembangan bahasanya tidak menggembirakan dan mereka tidak memiliki kemauan
untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam perkembangan selanjutnya,
penggunaan PECS telah meluas dapat digunakan untuk berbagai usia dan lebih
diperdalam lagi.
Dengan menggunakan PECS bukan
berarti menyerah bahwa anak tidak akan bicara, tetapi dengan adanya bantuan
gambar-gambar atau simbol-simbol maka pemahaman terhadap bahasa yang
disampaikan secara verbal dapat dipahami secara jelas. Memang, pada tahap
awalnya anak diperkenalkan dengan simbol-simbol non verbal. Namun pada fase
akhir dalam penggunaan PECS ini, anak dimotivasi untuk berbicara.
Ada kekhawatiran orangtua terhadap
anaknya yang menggunakan PECS ini. Mereka khawatir anaknya tidak bisa bicara
dan ketergantungan terhadap gambar. Untuk itu Schwartz (1998) dalam www.
autism.healingthresholds.com) melakukan penelitian pada 18 orang anak-anak pra
sekolah yang mengalami gangguan berbahasa, beberapa diantara mereka didiagnosa
sebagai anak autis. Mereka mendapat penanganan dengan menggunakan PECS.
Anak-anak tersebut menggunakan PECS untuk berkomunikasi selama di sekolah,
tidak hanya pada sesi latihan saja. Ternyata setelah setahun, lebih dari
setengahnya telah berhenti menggunakan PECS dan mulai menggunakan kemampuan
bicara alaminya.
Tidak ditemukan adanya dampak
negatif dari penggunaan PECS ini (Bondy, 2001). Ada pun kekhawatiran akan
adanya ketergantungan pada PECS dan keterampilan bicara anak autis menjadi
tidak berkembang, pandangan/kekhawatiran itu tidak didasari oleh hasil
penelitian. Kenyataanya banyak bukti bahwa anak-anak autis yang menggunakan
PECS perkembangan keterampilan bicaranya lebih cepat dibandingkan dengan yang
tidak menggunakan PECS (Bondy, 2001).
Penelitian terakhir oleh Yoder dan
Stone (2006) membandingkan antara anak-anak yang menggunakan PECS dengan sistem
yang lain. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak autis yang dilatih dengan
menggunakan PECS lebih verbal dibandingkan dengan yang lain. PECS ini akan
lebih efektif mendorong anak autis untuk lebih verbal jika dilatihkan pada anak
berusia di bawah enam tahun.
B. Keunggulan Metode Pecs
Berdasarkan pengalaman Wallin
(2007:1) ada beberapa keunggulan yang dimiliki oleh PECS ini, diantaranya:
a. Setiap pertukaran menunjukkan tujuan
yang jelas dan mudah dipahami. Pada saat tangan anak menunjuk gambar atau
kalimat, maka dapat dengan cepat dan mudah permintaan atau pendapatnya itu
dipahami. Melalui PECS, anak telah diberikan jalan yang lancar dan mudah untuk
menemukan kebutuhannya.
b. Sejak dari awal, tujuan komunikasi
ditentukan oleh anak. Anak-anak tidak diarahkan untuk merespon kata-kata
tertentu atau pengajaran yang ditentukan oleh orang dewasa, akan tetapi
anak-anak didorong untuk secara mandiri memperoleh “jembatan” komunikasinya dan
terjadi secara alamiah. Guru atau pembimbing mencari apa yang anak inginkan
untuk dijadikan penguatan dan jembatan komunikasi dengan anak.
c. Material (bahan-bahan) yang digunakan
cukup murah, mudah disiapkan, dan bisa dipakai kapan saja dan dimana saja.
Simbol PECS dapat dibuat dengan digambar sendiri atau dengan foto.
d. PECS tidak membatasi anak untuk
berkomunikasi dengan siapapun. Setiap orang dapat dengan mudah memahami simbol
PECS sehingga anak autis dapat berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya
dengan keluarganya sendiri
C. Tahap
persiapan Penggunaan Metode PECS.
Pembelajaran komunikasi melalui PECS
ini harus dimulai dari objek yang benar-benar anak inginkan. Oleh karenanya
menurut Bondy dan Frost (1994) dalam Gardner, et al. (1999:11) dalam penerapan
PECS ini perlu adanya penggunaan modifikasi perilaku. Melalui modifikasi
perilaku tersebut akan diketahui apa yang anak inginkan. Objek yang diinginkan
tersebut akan menjadi penguatan bagi anak untuk melakukan komunikasi melalui
pertukaran gambar.
Material yang digunakan dalam PECS
cukup murah. Simbol atau gambar dapat diperoleh dengan cara menggambar sendiri,
dari majalah atau koran, foto, atau gambar dari komputer (clip art atau
dari internet). Bisa juga menggunakan material resmi PECS yang diterbitkan oleh
Pyramid Educational Consultants. Inc. Gambar-gambar atau simbol itu dibentuk
kartu kemudian dilaminating agar awet dan di belakang gambar itu dipasang
pengait (velcro) atau double tape agar bisa dipasang atau
digantung pada berbagai media. .
Gambar-gambar dan simbol
dikelompokkan dan disusun dari yang paling mudah sampai yang paling sulit.
Gambar dan simbol dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori, misalnya:
1. Orang dan jenis kelamin
2. Profesi
3. Kata benda, kata kerja, kata siifat,
kata depan
4. Binatang
5. Bagian tubuh
6. Pakaian dan perlengkapannya
7. Jenis pekerjaan
8. Rumah dan perlengkapannya
9. Makanan
10. Perlengkapan masak
11. Transportasi
12. Tempat-tempat umum
13. Waktu dan cuaca
D. Langkah-langkah penggunaan metode PECS
1.
Perhatikan
dan lihat, benda atau makanan apa yang paling anak senangi. Contoh
"apel". Buat sebuah kartu dengan gambar apel (dapat berupa foto atau
gambar berwarna)
2.
Dasar
metode ini, adalah memberikan "apel" saat anak dapat memberikan kartu
bergambar yang sesuai kepada kita. Untuk permulaan, minta seseorang untuk
membantu kita.
3.
Langkah
pertama, ambil situasi dimana kita tahu, bahwa anak sangat menginginkan
"apel". Pegang "apel" tersebut, dan minta tolong pada orang
lain untuk secara langsung menggerakkan tangan sang anak mengambil kartu, dan
memberikannya kepada kita. Saat kartu telah kita terima, berikan langsung
"apel" tersebut. Ulangi setiap anak menginginkan "apel"
secara konsisten.
4.
Saat
ia telah memahami, kita dapat menambah kartu-kartu lain. Dengan begitu kita
dapat mengajarkan anak jika ia ingin pergi keluar rumah, ingin menonton tv,
dll.
5.
Kartu-kartu
tersebut dapat kita sebar di area rumah, yang mudah ditemukan oleh anak (misal
ditempel di kulkas, diatas meja makan, dan lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Komunikasi disini lebih menekankan
komunikasi sebagai alat hubungan sosial sebagai konsekuensi dari manusia
sebagai makhluk sosial. Sehingga untuk menjalankan perannya sebagai makhluk
sosial manusia harus berkomunikasi.
Untuk melakukan komunikasi ternyata
dibutuhkan alat. Alat utama dalam komunikasi adalah bahasa. Berarti komunikasi
itu melibatkan bahasa verbal maupun non verbal, mencakup lisan, tulisan,
bahasa isyarat, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah.
Salah satu kesulitan yang dimiliki
oleh anak autis adalah dalam hal komunikasi. Oleh karena itu perkembangan
komunikasi pada anak autis sangat berbeda, terutama pada anak-anak yang
mengalami hambatan yang berat dalam penguasaan bahasa dan bicara.
Kesulitan dalam komunikasi ini
dikarenakan anak autis mengalami gangguan dalam berbahasa (verbal dan non
verbal), padahal bahasa merupakan media utama dalam komunikasi. Mereka sering
kesulitan untuk mengkomunikasikan keinginannya baik secara verbal
(lisan/bicara) maupun non verbal (isyarat/gerak tubuh dan tulisan).
Oleh karena itu maka terapi vizual
dengan metode PECS sangat berguna untuk membantu mereka untuk
berkomunikasi dengan lingkungannya.
3.2. Saran
Melalui makalah ini penulis dapt menyampaikan beberapa
saran kepada:
1. Orang tua anak autis
Agar lebih memperhatikan pertumbuhan
dan perkembangan komunikasi anaknya. Dan mencari solusi dengan
mengkonsultasikan kepada
ahli-ahli terkait, sehinggan
perkembangan komunikasi anak bisa berjalan dengan optimal.
2. Guru
Guru hendaknya mengidentifikasikan pemberian latihan komunikasi
melalui metode PECS ini selama anak autis berada disekolah, serta
memberikan bimbingan kepada orang tua tentang cara-cara penerapan
metode PECS tersebut dirumah.
DAFTAR PUSTAKA
Autism in Boys and Girls (everydayhealth.com)
UnderstandiCBT for Children
and Adolescents with High-Functioning Autism Spectrum Disorders(guilfordpress.co.uk) ng Autism Spectrum
Disorders (everydayhealth.com)
Comments
Post a Comment