MAKALAH TUNANETRA
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Maha Penyanyang. Saya panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-NyA kepada kami sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah Anak Tunanetra.
Makalah ini sudah di susun dengan maksimal dan
mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya dengan
lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penyusun dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.
Kotabaru, Desember
2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah salah satu kompenen terpenting dalam kehidupan.
Karena dalam beraktifitas manusia pada umumnya selalu menggunakan
penglihatannya, dengan mata kita dapat mengamati dan mengetahui segala sesuatu
dengan lebih baik, tentunya tanpa mengesampingkan alat indra yang lain. Mata
adalah sumber cahaya, dari sana kita tahu apa itu biru, putih, hitam dan
lainnya. Apa jadinya jika nikmat melihat tidak diizinkan menyertai kehidupan
kita?. Ibarat pepatah berkata : “tiada gading yng tak retak’, hal ini senada
dengan makna bahwa tiada manusia yang sempurna. Lalu apa itu tunanetra?, apa
saja hal yang dapat menyebabkannya, bagimana seorang anak dapat mengikuti
proses penddikan? Bukankah setiap manusia berhak mendapat pengarahan dan
pendidikan yang layak?
Oleh karena itu, para calon pendidik perlu mengetahui
tentang hal-hal yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus. Terutama
mengenai anak tunanetra, agar mampu menyalurkan pendidikan dan menerapkan
strategi pembelajaran sesuai dengan porsi, posisi dan tujuannya secara tepat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengrtian Anak
Tunanetra
Organ mata yang normal dalam menjalankan fungsinya sebagai
indra penglihatan melalui proses pantulan cahaya dari objek di lingkungannya
ditangkap oleh mata melewati kornea, lensa mata dan membentuk bayangan nyata,
terbalik, diperkecil pada retina.selanjutnya melalui syaraf penglihatan
bayangan benda dikirim ke otak dan terbentuklah kesadaran orang tentang objek
yang dilihatnya.
Sedangkan organ mata yang yang tidak normal atau berkelainan
yaitu bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat dteruskan oleh kornea,
lensa mata, retina dan ke syaraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata
mengalami kerusakan, kering, keriput, lensa mata menjadi keruh, atau syaraf
yang menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan. Seseorang yang
mengalami konisi tersebut dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau
tunanetra.
Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu ;
a. Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali
tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya= 0).
b. Low
Vision
Bila anak masih mampu menerima
rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajaman lebih dari 6/21, atau jika anak
hanya mampu membacaheadline pada surat kabar.
2. Klasifikasi Anak
Tunanetra
Klasifikasi
tunanetra secara garis besar dibagi empat yaitu:
a. Berdasarkan
waktu terjadinya ketunanetraan
1) Tunanetra
sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
2) Tunanetra
setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman
visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
3) Tunanetra
pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan
visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan
pribadi.
4) Tunanetra
pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu
melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
5) Tunanetra
dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
b. Berdasarkan kemampuan daya
penglihatan
1) Tunanetra
ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam
penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan
dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
2) Tunanetra
setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya
penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
3) Tunanetra
berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
3. Kondisi Kecerdasan Anak
Tunanetra
Heyes, seorang ahli pendidikan anak tunanetra telah
melakukan penelitian terhadap kondisi kecerdasan anak tunanetra. Kesimpulan
hasil penelitiannya sebagai berikut :
a. Ketuanetraan
tidak secara otomatis mengakibatkan kecerdasan rendah.
b. Mulainya
ketunanetraan tidak mempengaruhi tingkat kecerdasan
c. Anak
tunanetra ternyata banyak yang berhasil mencapai prestasi intelektual yang
baik, apabila lingkungan memberikan kesempatan dan motifasi kepada anak
tunanetra untuk berkembang.
d. Penyandang
ketunanetraan tidak menunjukan kelemahan dalam intelegensi verbal.
Cruickshank pada tahun 1980 menjelaskan bahwa aplikasi
terhadap struktur kecakapan anak tunanetra yang dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengkomparasikan dengan anak normal, antara lain sebagai berikut :
a. Anak
tunanetra menerima pengalaman nyata yang sama dengan anak normal, dari
pengalamannya tersebut kemudian diintegrasikan kedalam pengertiannya sendiri
b. Anak
tunanetra cenderung menggunakan pendekatan konseptual yang abstrak menuju ke
konkret, kemudian menuju fungsional serta terhadap konsekuensinya, sedangkan
pada anak normal yang terjadi sebaliknya.
c. Anak
tunanetra perbendaharaannya kata-katanya terbatas pada definisi kata.
d. Anak
tunanetra tidak dapat membandingkan terutama dalam hal kecakapan numerik.
Masih dalam konteks yang sama, Lowenveld menyebutkan bahwa
keterlambatan tersebut terjadi karena terbatasnya hal-hal berikut :
a. Tingkat
variasi dan pengalaman yang diperoleh anak tunanetra
b. Kemampuan
untuk memperolehnya
c. Kontrol
dari lingkungan dan dari anak tunanetra sendiri dalam hubungan antara keduanya.
IDENTITAS
SISWA
Nama :
Supardi
Umur :
5 tahun
TTL :
Kotabaru, 11 Maret 2013
Nama anggota keluarga :
Ibu : Heni
Susanti
Ayah :
Jamaludin
Alamat : Jl.
Berangas km. 7 RT. 01 Desa Sarang Tiung Kab. Kotabaru
Karakteristik
anak tunanetra:
Ciri-ciri fisik:
- Kurang
melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
- Kesulitan
mengambil benda kecil didekatnya.
- Tidak
dapat menulis mengikuti garis lurus.
- Sering
meraba-raba dan tersandung waktu berjalan,
- Bagian
bola mata yang hitam berwarna keruh.
- Tidak
mampu melihat.
- Mata
bergoyang terus
Intelektual
Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak
berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada
batas atas sampai batas bawah. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki
kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi
negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah,
bahagia dan sebagainya
Sosial
- Menutup
diri
- Perasaan
mudah tersinggung
- Curiga
terhadap orang lain
- Mengenal
orang lewat suara/rabaan
- Antisipasi
terhadap orang yang pernah mengecewakannya
BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas penggolongan tunanetra dapat
diklasifikasikan menjadi 6 yaitu: 1. Anak tunanetra total bawaan atau yang
diderita sebelum usia 5 tahun; 2. Anak tunanetra total yang diderita
setelah usia 5 tahun; 3. Anak tunanetra sebagian karena faktor pembawaan;
4. Anak tunanetra sebagian akibat sesuatu yang didapat kemudian; 5. Anak
dapat melihat sebagian karena faktor bawaan; 6. Anak dapat melihat sebagian
akibat tertentu yang didapat kemudian.
Anak tunanetra cenderung memiliki berbagai masalah baik yang
berhubungan dengan pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengisian waktu luang
maupun pekerjaan. Semua masalah tersebut perlu diantisipasi dengan memberikan
layanan pendidikan, arahan, bimbingan, latihan sehingga masalah yang timbul
dapat diantisipasi sedini mungkin[10]. Oleh karena itu agar tidak terjadi
sesuatu yang buruk pada pertumbuhan dan masa depan anak, anak berkelainan harus
ditangani dengan cara sungguh-sungguh suapaya mereka dapat tumbuh, berkembang
serta berprestasi sebagaiman anak normal pada umumnya.
LAMPIRAN

FOTO : Anak Tunanetra
Comments
Post a Comment